Aku melihatnya dua hari yang lalu. Namanya Kevin. Salah satu sahabat karibnya Caraka.
Hari ini dia datang lagi, kali ini bersama Bagas. Hari ini pertama kalinya aku melihat tiga serangkai pelopor Kedai Kopi Damai tersebut. Mereka bertiga ada di kedai karena hari ini ada rapat bulanan.
Setelah lebih dari 3 jam mereka berdiskusi di Calm Room, akhirnya Caraka kembali memakai apronnya dan masuk ke dalam bar.Kebetulan aku juga sedang ada di bar, melayani beberapa minuman pelanggan. Caraka beranjak ke sampingku. Ia mengambil jug dan menuang susu. Ia mulai dengan steam susu, lalu Caraka melanjutkan pull shot espresso. Setelah dirasa suhu susu sudah pas dan espresso sudah dipindahkan ke cangkir, ia mulai menuang susu ke dalam espresso.
Aku suka melihatnya membuat latte art. Karena aku kagum dengan tangan besarnya begitu cekatan tapi tenang saat ia mulai menggambar diatas kopi susu tersebut.Ia membuat basic pattern rosetta, lalu menyerahkannya kepada Kevin, yang tak kusadari kehadirannya. Rupanya ia datang dan duduk di luar bar area.
"So basic man." Ledek Kevin, tapi ia minum juga latte itu. Caraka hanya terkekeh.
"Hei, udah lama lo gak main ke sini. Ada ya 4 bulan? Ini kenalin namanya Malika, yang rekomendasinya Pak Irwan." Caraka mulai mengenalkan aku pada Kevin.
Kevin bertubuh tinggi menjulang, kurasa lebih tinggi dari Caraka, dengan rambut sedikit berantakan dan ia punya senyum lebar yang menawan. Pakaiannya santai, pembawaannya menyenangkan. Ia mengenakan kacamata, tapi aku ragu ia memang membutuhkannya.
Aku juga kadang seperti itu, mataku tidak minus tapi aku terkadang senang menggunakan kacamata. Hanya agar bisa menutupi kantung mataku."Oh Malika ya? Halo, salam kenal." Kevin menyapa ramah. Aku menyalaminya, lalu kembali melanjutkan tugasku.
"So what's your story, Malika? Caraka dan Bagas muji-muji kamu selama rapat tadi." kata Kevin. Suaranya empuk, enak di dengar. Caraka tersenyum kecil mendengar kalimat Kevin.
"Nothing. Kayaknya aku belum melakukan sesuatu yang membuat kalian bertiga ngomongin aku di rapat." jawabku sedikit bingung.
"She's doing it right. Semuanya! Mulai dari good services, upselling product, bahkan dia yang bikinin kedai kita spot instagramable disana itu." tunjuk Caraka ke dinding tempat dua pigura yang sudah di gantung hampir sebulan itu.
Memang dua pigura itu, dengan latar belakang dinding putih gading dan tanaman hias membuat tampilan spot tersebut menjadi penarik minat pengunjung Kedai Kopi Damai. Bahkan sudah dipastikan oleh Bagas, sales kedai meningkat karenanya.
Kevin menoleh ke arah dinding itu sambil tersenyum dan berkata,
"Ya gue udah lihat. Keren, Malika! Well done!" Puji Kevin."Thanks, Mas Kevin." kataku senang.
"Please, panggil aja Kevin. Caraka aja kamu gak panggil Mas kan?" katanya sambil tertawa.
Aku ikut terkekeh, "gak cocok kalo dia dipanggil pakai Mas."
Caraka memutar bolamatanya. "Mana cocok gue dipanggil Mas. Orang sunda mah cocoknya dipanggil Aa atau Akang, kitu" kata Caraka, tiba-tiba berlogat Sunda yang kental.
Ya, aku juga baru tahu sebulan terakhir ini kalau ia berdarah Sunda.Saat kami sedang bercengkerama, tiba-tiba ada pelanggan yang memanggil Caraka. Rupanya ia adalah salah satu pelanggan setia Kedai Kopi Damai, waktu pertama kali buka. Caraka kemudian izin meninggalkan bar dan menghampiri si pelanggan tersebut.
Tinggalah aku, dengan Kevin seorang diri.
Lelaki itu meminum lattenya dengan tenang. Kurasakan matanya mengamatiku lama."Bagaimana orang secantik kamu bisa kerja di sini?" tanya si cowok jangkung itu tiba-tiba.
Aku hanya tersenyum pada pertanyaannya, enggan menjawab."Kamu ada acara gak sepulang kerja?" tanya Kevin lagi.
"Aku kuliah sore ini" jawabku.
"Need a ride?" tawar Kevin.
"Thanks, tapi aku udah biasa kok pakai angkutan umum." Kataku menolak tawarannya.
Dia kembali menyesap latte-nya. Kurasakan matanya sesekali melihat gerak-gerikku. Karena agak risih, aku menjauh darinya dan berlagak sibuk merapihkan area bar yang terjauh darinya.
****
Hari yang lain.
I'm not in the mood today. Nilaiku di tugas terakhir hanya mendapat D. Aku tidak bodoh, hanya saja data yang kugunakan kurang tepat dan aku membolos di kelas terakhirku. Moodku kacau sekali hari ini.
Ditambah lagi, aku kurang enak badan. Sudah hampir seminggu aku kurang tidur karena mengerjakan tugas menyebalkan itu.
Oh kurasa akan menyenangkan sekali pulang ke rumah dan bergegas ke kamar. Lalu ku kunci pintu dan menyalakan salah satu musik andalanku, claire de lune. Aku akan mematikan lampu kamar dan membiarkan tubuhku merebah ..."Malika," panggil Caraka dengan lembut.
Aku menoleh padanya dan mengerjap sedikit.
"Eh, apa?" Aku sedikit merasa bersalah. Daritadi ia mengajakku ngobrol terus tapi aku malah membayangkan pulang ke rumah.
Ia menyentil dahiku lalu memutar bola matanya.
"Kebiasaan. Kamu sibuk dengan duniamu. Lagi mikirin apa sih?" kata Caraka terkekeh.
Aku hanya mengernyit sambil mengusap dahiku.
"Tempat tidurku" keluhku sambil menguap.
"Kenapa dengan tempat tidurmu?" tanya Caraka bingung.
"Rasanya aku pengeeen banget pulang trus mandi, matiin lampu nyalain AC trus tidur. Aaaaah surga dunia banget deh" kataku sambil bangkit mengambil green towel dan mulai mengelap barang-barang hanya supaya aku dapat mengusir kantukku.
Caraka memperhatikanku beberapa saat. Namun sebelum ia bersuara, kami mendengar lonceng pintu berbunyi. Aku mendongak, Kevin dengan bomber jacketnya yang mahal baru saja memasuki kafe. Ia tersenyum lebar dan menghampiri kami di bar.
"Hei guys!" Sapa Kevin ramah.
"Lah tumben lo dateng? Gue kira lo lagi di Sumatera?" tanya Caraka.
"Urusan Sumatera udah selesai. Gue lagi pengen me time di Jakarta." Kata Kevin sambil mengedipkan mata pada Caraka.
Aku melihat Caraka hanya menghela napas sebagai respon. Lalu ku biarkan mereka mengobrol sementara aku melayani sisa customer di malam itu.
Ku dengar Caraka mendekat,"Kebiasaan si Kevin itu..." katanya sambil terkekeh.
Aku menatapnya dengan tanya."Me time Kevin sudah pasti berhubungan dengan cewek. Artinya dia lagi naksir cewek di Jakarta." Jelas Caraka.
"Oh," aku tak tahu harus merespon apa.
"Aku kasihan sama cewek yang lagi di taksir Kevin. Ia pembosan, Kevin itu." katanya. Kami melihat ke arah Kevin yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya. Ia nyengir sebentar lalu kembali memasukan ponselnya ke dalam saku.
Sejurus kemudian, hp ku bergetar di sakuku. Ku lihat di layar ada pesan dari sederet nomor yang tidak kukenal.
+62 8788... : Malika, ini nomorku. Tolong di save ya. Gimana kalau kita hangout pas kamu lagi libur? -Kevin.Uh oh...
Aku tidak bodoh atau berpura-pura lugu.
Kevin mengincarku. Aku punya dugaan kuat cewek yang dimaksud Caraka tadi adalah aku.
Masalahnya, aku tak tahu perasaanku padanya.
Maksudku, Kevin terlihat menyenangkan dan supel. Tapi berada di dekatnya terlalu lama membuatku lelah. Ia begitu energik dan aku tak yakin bisa mengimbanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malika
Random"Aku takut jatuh cinta padamu, Namun tetap saja aku terjatuh." Malika telah memberikan hidupnya untuk Caraka. Sebuah keputusan yang awalnya terdengar seperti romansa yang klise, namun ia tak pernah menyesalinya. Bersama Caraka, menjadi bagian pentin...