Part I: Sang Penguntit

6K 458 31
                                    

Sasuke benar-benar lelah tentang hal yang satu ini: Sakura dan kecenderungan untuk selalu menguntitnya. Atau menurut lelucon teman-temannya, gadis itu sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyerangnya.

Ia sedang berkencan dengan Shion-mahasiswa fakultas psikologi yang dikenalkan Neji-salah satu gadis incarannya, ketika Sakura 'sang penguntit' membuntutinya hingga merusak makan siang mereka berdua.

Bagaimana tidak merusak jika lagi dan lagi Sakura seolah menghalanginya berbicara dengan Shion dan justru menjadikan dirinya sendiri sebagai pusat pembicaraan.

Jika saja ia tidak memiliki kesabaran yang tinggi mungkin saat ini ia akan membentak-bentak gadis tidak tahu malu itu di depan seisi kafetaria. Teman-temannya yang sering mengatainya laki-laki brengsek sudah pasti tidak mengukur seberapa banyak ia menekan kemarahannya demi menghadapi seorang Sakura Haruno.

"Apa kau tahu kalau Hinata akan pergi ke Fiji liburan nanti? Pasti sangat menyenangkan kalau kita bisa pergi kesana bersama-sama, Sasuke-kun."

Sudahkah ia bilang bahwa Sakura adalah orang yang terlalu cerewet?

Sasuke mungkin bisa mentolerir jika saja gadis itu duduk diam dan sibuk dengan dunianya sendiri, tapi Sakura justru sibuk membuat topik pembicaraan yang menurutnya tidak benar-benar penting untuk dibicarakan. Apa yang dilakukan oleh Hinata-atau siapapun teman Sakura, sebenarnya-sama sekali tidak penting baginya.

Bagi Sasuke, mendekati Shion dan mengajaknya untuk bersenang-senang lebih penting dibanding harus mendengarkan ocehan Sakura yang membuatnya sakit kepala.

"Nah, Sasuke kemana menurutmu kita akan liburan nanti? Apa Bibi Mikoto sudah memberi tahumu?"

Dan kabar buruknya, Sakura adalah 'teman' sejak kecilnya, yang artinya gadis itu sudah terus-menerus mendekatinya bertahun-tahun lamanya. Apakah Sakura sama sekali tidak merasa bahwa ia sama sekali tak menginginkan gadis itu dekat-dekat dengannya? Entah Sakura memang tidak peka atau gadis itu memang keras kepala.

Sasuke memutar bola matanya. "Hn. Aku tidak akan ikut berlibur bersama nanti," ucapnya malas-malasan.

Sakura mendelik, menatapnya tidak percaya. "Kenapa? Kenapa kau tidak ikut, Sasuke-kun?"

Dan menghabiskan liburannya yang berharga bersama Sakura? Tidak, terimakasih. Nyaris dua puluh empat jam melihat gadis itu berkeliaran di sekitarnya sudah cukup membuatnya muak.

Shion, gadis yang memilih untuk bermain ponsel sejak tadi, akhirnya berbicara. "Sasuke-kun capek menemui terus setiap hari Pinky, apa kau tidak sadar, huh?"

Pandangan Sakura beralih.

"Apa maksudmu? Kami sudah bersama-sama sejak kecil. Setiap tahun kami selalu berlibur bersama-sama, kau tahu. Dan jangan memanggilku Pinky. Namaku Sakura."

Rasanya Sasuke ingin menjawab dan berkata bahwa jika bukan karena paksaan Ibunya, ia tidak akan pernah ikut liburan-liburan bersama itu. Tapi Sasuke tahu bahwa Sakura tidak akan pernah mengerti, yang terjadi nanti gadis itu secara tidak langsung akan mengatakan sesuatu pada Mikoto dan menggagalkan rencana liburan pribadinya. Ibunya memang terlalu menyayangi Sakura sampai tidak juga paham bahwa ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap gadis itu.

Sasuke berdiri, kemudian menggenggam lengan Shion dan menariknya. "Aku akan mengantarmu ke kelas," bisiknya, lalu ia melihat Sakura sekilas. "Aku sudah memiliki rencana pribadi. Jadi kuharap kau berhenti bertanya tentang hal ini. Selamat tinggal."

Sebelum gadis itu sempat berkata apapun ia langsung meninggalkan kafetaria dengan Shion dalam genggamannya.

"Wah dia terlihat hampir menangis tadi," bisik Shion sambil sedikit terkikik. "Kau dingin sekali sih, Sasuke-kun."

H. E. R Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang