Part. 2 Tentang Senja

20 3 0
                                    

"Aku memuji langit dengan puisi. Lalu langit tersipu malu. Pipinya merah merona. Orang-orang menyebutnya senja."

"Baik anak-anak untuk tugas Bahasa Indonesia ini kalian cari contoh cerpen diperpustakaan, setelah itu kumpulkan dimeja Ibu diruang guru. Ada pertanyaan?,"kata Bu Meyriska.
"Tidak Bu,"jawab anak sekelas serempak.

Sudah sebulan Olin sekolah disini, hmm ya tidak terasa. Tidak terasa juga tugas yang diberikan guru semakin banyak.

Sampai diperpustakaan Olin, Raline, Jean sengaja memilih tempat duduk paling depan. Kenapa? Karena biasanya dibelakang anak laki-laki selalu saja berisik.

"Lin, ini termasuk cerpen kagak?,"tanya Devina.
"Kalo yang ini iya gak?,"tanya Nelson.
"Yang dikoran bisa gak?,"tanya Marcel.
"Jawab gue dulu dong lin,"paksa Devina.

"Aduh!satu satu dong. Sekarang loe semua diem, kalo tanya gantian satu satu dari yang pertama. Gue sendiri aja belum kelar,"keluhnya menanggapi puluhan pertanyaan teman-temannya.

Bukannya pelit, tetapi setidaknya mereka harus bersabar.

Tidak lama semua tugas selesai, bel istirahat berbunyi. Olin merasa malas untuk istirahat, entah mengapa. Karena peraturan sekolah yang melarang untuk setiap siswa menghabiskan waktu istirahat dikelas, Olin memilih untuk pergi keperpustakaan. Sendiri, karena kali ini Raline pergi kekantin bersama Jean dan lainnya.

Sepi. Hanya alunan musik dan sebuah novel ditangannya yang menemani. "Sunset" judul sebuah buku yang daritadi hanya ia lihat covernya saja yang menarik. Covernya berlukis sesorang gadis yang duduk dibatu karang pantai yang berlatarkan langit senja yang indah. Ia sangat menyukai senja. Kenapa?karena itu sebuah fase saat langit terang ingin mengucapkan perpisahan sementara pada bumi dengan memberikan kenangan terindahnya.

"Ada yang tak tenggelam ketika senja datang, yakni Rasa,"
"Kenapa lo tiba-tiba disini?,"kata Olin sambil memincingkan matanya.
"Emang kenapa suka-suka gue, kenapa juga sih loe, jutek banget ketemu gue?,"siapa lagi kalau bukan si menyebalkan dari kelas 10 IPA 2, Alfred.
"Loe suka baca buku?,"tanyanya.
"Suka,"jawab Olin sangat singkat.
"Loe juga suka senja?,"tanyanya lagi.
"Suka,".
"Walaupun aku bukan senja yang kau tunggu, namun aku adalah langit yang siap menemani hari-harimu,"katanya sambil mengukir senyum yang cukup manis.
"Wkwk loe puitis juga,"jawab Olin menganggapinya.
"Dibanding senja aku lebih bahagia jika senyumanmu yang menghiasi soreku,"Olin merasa ingin mengutuk dirinya sendiri. Ia baru saja mengeluarkan kata-kata yang tidak disaring. Alfred langsung memandang ketempat lain.

"Kenapa?kenapa kalimat itu keluar dari mulutku,"katanya dalam hati. Bisu. Tidak ada suara dari mereka berdua. Hanya saja alunan nada yang mengisi kekosongan.

Cause all of me loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections

Give your all to me
I'll give my all to you
Your my end and my beginning
Even when I lose I'm winning

Musik mengekspresikan yang mulut tidak bisa katakan.

Kriiinnggg.... bunyi bel yang nyaring menghilangkan keheningan disebuah ruangan berisikan tumpukan buku.

"Gue duluan,"pamit Olin kepada Alfred.

Alfred hanya menggangguk dan menatap Olin dengan dingin tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Apakah itu semua karena kalimat yang kukatakan tadi?batin Olin.

Sebuah rasa mengenai senja mengingatkan Alfred tentang seseorang. Seseorang yang pernah hinggap dihatinya. Yang dulu pernah hadir mengisi kekosongan dihidupnya. Dan lalu berpisah tanpa arti. Masih ada harapan akan seseorang tersebut dalam hati Alfred.

"Darimana aja loe?,"tanya Raline curiga.
"Perpus,"jawab Olin singkat.
"Loe kenapa?, ekspresi muka loe masam banget,"tanyanya.

Belum sempat Olin menjawab, Bu Meyriska sudah masuk kekelas. Tentu saja untuk meminta tugas yang ia telah berikan. Banyak anak yang belum selesai. Hanya sekitar seperempat saja yang sudah selesai, termasuk Olin. Karena pelajaran Bahasa Indonesia pelajaran terakhir, bel tidak lama berbunyi, seluruh siswa bersorak pulang kerumah masing-masing.

Sampai dirumah, Olin melepas beban dipundanya, tas yang berisi buku-buku tebalnya. Ia melepas handphonenya yang sejak dia sekolah ia pasangkan charger.

"Hah!10%! Ven!,"siapa lagi kalau bukan Deven, adiknya yang hanya selisih satu tahun darinya. Tak heran, jika mereka selalu bertengkar walau karena hal kecil.

"Apaan si loe!budek lama-lama gue kalo loe ngomong dengan nada tinggi terus,"katanya sedikit membentak.
"Ooo jadi loe udah berani sama kakak loe sendiri ya?!Nih kenapa hp gue 10%, pasti loekan biangkeroknya?!,"jawab Olin bernada lebih tinggi.

"Gue pinjem tadi buat ngirim aplikasi dari hp loe, loe juga gak usah ngegas, sorry,"jawabnya mulai mengalah.
"Yaudah sana loe pergi,"
"Dasar kalo loe mau WI-FI gak bakal gue kasih lagi. titik,"
"Ok!awas aja loe," bentak Olin dilanjutkan membanting pintu.

Kali ini malam begitu sunyi. Tidak ada suara kendaraan berlalu lalang. Semua orang dirumah sudah tidur. Tinggal olin sendiri, didalam kamar, menatap kelangit-langit kamar yang kosong. Ia membuka jendela, sia-sia, tetap saja gelap, sepi. Bintang kali ini tidak hadir menghiasi langit malam. Bahkan, bulan juga tidak memberikan cahaya dari matahari kepada bumi. Hanya saja suara-suara aneh mengisi malam.

Olin memasang earphone yang mengalunkan lagu yang tentunya dapat menemani malamnya. Ia melihat jam dihp-nya yang menunjukkan pukul tepat 24.00. Dia paksakan matanya agar tidur. Sangat sulit.

"Kak.. bangun woii.. bangun..,"
"Aduuh apaan si loe, pagi-pagi gini?,"keluh Olin, pahamlah bagaimana sedang terlelap begitu enaknya dengan mimpi yang menggantung begitu saja karena terbangun. Jam tangannya menunjukkan pukul 03.00, yang tentu saja masih sangat pagi.

"Ada acara mendadak, loe siap-siap aja, perintah mama sama papa, loe hari ini gak usah berangkat sekolah,"pinta Deven.
"Emang mau kemana si?,"tanyanya dengan mata masih sedikit tertutup.
"Udahlah loe nurut aja, ceritanya panjang,"katanya.
Olin hanya menjawab dengan anggukan meng-iyakan. Sungguh, ini sangat mendadak.

Olin mandi dengan cepat, dan langsung mengambil beberapa pakaian untuk dibawa. "Kirakira mau kemana ya?,lagipula mendadak banget sih,"batinnya.

"Selesai,"katanya dengan lega yang telah memasukkan barang-barang kedalam tas.

Olin langsung turun menuju ruang tamu. Disana sudah terdapat papanya, mamanya, tentu dengan Deven. Mereka keliatan sudah selesai berkemas daritadi.

"Ma sebenernya ini mau kemana si?,"tanya Olin sangat penasaran.
"Papa kamu mau ketemu sama seseorang diBali, dan itu semua mendadak,"kata mamanya.
Olin mengangguk tanda mengerti.

Semua barang telah dimasukkan kedalam mobil. Terlihat dengan jelas dihp papa app waze menuju Bandara Soekarno Hatta.

Sampai dibandara, papanya menuju ketempat check-in bagasi, dimana barang-barang kami semua ditaruh disitu.

Waktu menunjukkan pukul 04.10.
Olin sangat antusias, kenapa? karena ini pertama kalinya ia menaikki pesawat. Tidak seperti mama dan papanya, tidak usah ditanya berapa kali mereka naik pesawat, sudah melebihi jari disatu tangan.
Selesai semua. Mereka melakukan check-in ticket. Tidak lama setelah itu, pesawat kami take-off meninggalkan tanah Jakarta.

Hidden LoveWhere stories live. Discover now