"Kurela jika memang bahagia milikmu bukan karenaku, tapi apakah aku harus bahagia juga jika suatu saat kamu meninggalkan orang lama yang membuatmu bahagia lalu bahagia bersamaku?"kalins
Olin meregangkan tubuhnya setelah membereskan begitu banyak alat musik. Makan, kegiatan yang dilakukan Olin dirumah setelah pulang sekolah. Kejadian hari ini membuatnya kesal bercampur bahagia. Olin tidak sadar bahwa dirinya sendiri sedang melamun, entah melamunkan apa. Yang tadinya cacing diperutnya tawuran sekarang seperti sudah dibubarkan oleh polisi, wkwk. Semua rasa lapar dihilangkan oleh pikirannya yang terbang kesana kemari.
"Olin,"panggil mamanya dari arah dapur memecahkan lamunannya.
"Iya ma, ada apa?,"
"Bisa tolong beliin mama telur diwarung sebelah?,"kata mamanya yang terlihat sibuk mengaduk adonan.
"Tapi ma waktu aku pulang sekolah aku liat warung itu tutup, kayaknya penghuninya lagi gak dirumah,"jawab Olin.
"Ohyaudah kalo gitu berarti kamu harus beli didekat perempatan jalan besar, cukup jauh sih, tapi kamu bisa, kan?,"pinta mamanya.
"Siap ma!,"jawab Olin semangat dilanjutkan senyum manis dari mamanya.
"Hati-hati nak, itu jalan raya jangan kayuh cepat-cepat, liat kanan kiri juga,"pinta mamanya dengan khawatir.
"Tenang aja ma,"kata Olin sambil keluar rumah dilanjutkan memakai sandal jepitnya.Olin mengayuh sepedanya kencang. Yang paling ia tidak sukai adalah membuat mamanya kecewa, termasuk karena hal-hal kecil. Sekitar rumahnya sepi, anak-anak kecil juga tidak bermain seperti biasanya. Langit lama kelamaan mulai mendung. Yang ia takuti adalah telur yang mamanya suruh belikan rusak karena hujan nanti.
Tetapi sebuah firasat negative menghantui Olin. Kini Olin sudah mulai memasuki jalan raya.
Tiba-tiba..Gubrakkk,,
Sungguh kejadian menyeramkan yang pertama kalinya Olin melihat kecelakaan secara langsung. Sebuah sepeda ditabrak oleh truk besar yang membawa beberapa minuman. Banyak orang disekitarnya yang panik. Dan ada sesuatu yang aneh. Olin merasa hatinya mendorong dirinya untuk melihat lebih dekat seseorang yang terluka. Diantara darah dan luka yang mengalir dikepalanya, sebuah wajah Olin kenal. Alfred!.
"Hah!,loe?! Tolong!tolong panggilin ambulan!,"teriak Olin dengan panik yang tidak terasa air mata membasahi pipinya.
Tidak lama seseorang menelpon ambulan, ambulan tersebut langsung datang.
Kali ini Olin duduk disamping Alfred yang terbaring kaku dengan kepala yang terus keluar darah. Tentu saja Olin yang menemani, tidak ada yang mengenal Alfred saat dikejadian tadi.
Waktu sudah hampir malam, jam 17.30 tepatnya. Olin menunggu sendirian dibangku rumah sakit. Keluarga Alfred tidak terlihat dari tadi. Tiba-tiba Olin teringat mamanya, rumahnya. Saat berniat pulang ia dihalang oleh seseorang.
"Dek, adik saya mana?,"kata seorang perempuan yang lebih tinggi darinya.
"Maksudnya Alfred?,"
"Iya saya kakaknya, dimana dia sekarang?,"tanyanya dengan panik.
"Alfref diruang operasi, dia dioperasi, udah lebih dari tiga jam belum selesai,"jawab Olin berusaha tidak meneteskan airmata.
"Hah?!,"jawab kakaknya Alfred menutup mulut dengan kedua tangan tidak percaya.
Olin langsung membantunya duduk. Olin mengurungkan niat meninggalkan kakaknya Alfred sendirian untuk pulang kerumah.
"Maaf ini dengan keluarga dari Alfred?, operasi sudah berjalan lancar, tetapi sampai sekarang ia masig kritis. Ia belum bisa membuka matanya. Mungkin sekitar tiga hari baru ia bisa siuman. Ada kabar buruk juga. Alfred kehilangan ingatannya karena terjadi benturan keras dikepalanya. Ia hanya bisa mengingat kejadian sekitar 2 bulan terakhir. Saya belum tahu apakah hal tersebut bisa disembuhkan atau tidak,"kata seorang dokter laki-laki yang kelihatannya sudah senior.
Olin dan Eva tidak menanggapi. Hanya terus menangis.
"Tapi ada cara buat nyembuhinnya dok?,"tanya Olin optimis.
"Ada, yang pertama jangan buat dia berpikir terlalu berat, yang kedua gantilah kehidupannya dengan menyibukkannya dengan kegiatan yang baru. Dan yang terakhir ini apabila ia sudah permanen, ia akan mencoba mengingat kembali yang ada dipikirannya, dan itu berakibat fatal, jadi jangan pernah mencoba membuatnya mengingat kejadian lebih dari dua bulan ini,"kata dokter sambil memberi senyuman tipis menyemangati Olin dan Eva.
"Baik terimakasih dok,"jawab Olin dan Eva serempak.Olin dan Eva bergegas masuk kedalam ruangan. Yang ada dipikiran Olin adalah seorang Alfred yang selalu jahil selalu muncul tiba-tiba, sekarang hanya bisa terbaring lemas dengan perban dikepala dan tangannya.
Eva, kakaknya Alfred menelpon orangtuanya.
Sementara Olin yang selalu saja menatap Alfred yang terbaring bisu.
"Kamu siapanya?,"tanya Eva memecahkan keheningan.
"Oh saya temannya Kak,"jawab Olin sambil mencoba menstabilkan perasaanya.
"Oh terimakasih ya, ngomong-ngomong ini udah malam lebih baik kamu pulang aja, biar saya yang jaga Alfred, tadi ada beberapa anak kecil yang anterin sepeda kamu, sekarang didepan rumah sakit,"kata Eva lembut.
Olin langsung menengok jam tangan hitamnya yang menunjukkan pukul 18.20. Olin langsung berlari menuruni tangga dan mengambil sepedanya.
Sampai dirumah, Olin menjelaskan semua.❤
Sudah tujuh hari berlalu, Alfred tak kunjung siuman. Yang ada hanyalah rasa murung pada diri Olin dalam menjalani hari-hariny. Sedih.
Kira-kira Alfred sadar? atau malah .... ? Tunggu lanjutannya dibab berikut.
Sebelumnya vote sama follow dulu ya:)
YOU ARE READING
Hidden Love
Teen FictionTenang.. aku tetap bahagia, melihatmu tertawa dari jauh, walau bukan karenaku. Diantara kita hanya ada kata teman, karena jika lebih dari itu, banyak yang akan tersakiti.. Caroline Devina Angelica, atau yang kerap disapa Olin, gadis yang sebelumnya...