"Heeey heeey everybody. Cyiiin udah ngocok, yes? Duuh, gue gak ditungguin. Sorry not sorry ya, baru sampe!" Suara Siska terdengar menghema di ruangan yang tak terlalu penuh ini.
"Ya ampun ibu manager, gak jetlag habis dari Korea langsung arisan?" Aku bertanya pada Siska seraya cipika cipiki.
"Enggak donk, cong. Gue tidur selama di pesawat. Lumayan lah ya, delapan jam. Puasss. Biasanya kalau di Indo kan ditelponin mulu sama bos gue. Ini karena di atas pesawat, gak bisa ditelepon kan, jadi pules."
"Direct? Naik apa? Arumi menimpali.
"Enggak, transit Sing sejam. Naik Scoot." Siska memberi kecupan ke Arumi, lalu Ester.
"Setor arisan, Beb. Tuh Santi lagi kumpulin." Aku menaikkan dagu dan memiringkannya ke arah Santi.
"Nih. Gue lupa ambil duit tadi. Gak apa ya, pake dollar." Siska menyodorkan lembar lima puluh, dua puluh, dan lima dollar Amerika kepada Santi.
"Beuh, lain deh yang habis dari luar, mah." Ester terkekeh sembari melirik dari balik kacamatanya.
"Jadi gimana rencana Girlsvacation kita?" Siska mengambil posisi di tengah, antara Santi dan Arumi. Kedua tangannya menjadi penopang dagu.
"Kocok dulu, lah."
"Iya, yuk!" Arumi lagi-lagi menimpali.
Proses undian di mulai, ini adalah putaran ke dua. Nominalnya tak seberapa. Tapi ini salah satu moment yang kami tunggu. Arisan adalah pinjaman tanpa bunga. Terlebih kami akan liburan bersama.
Santi menggoyangkan gelas bertutup dengan sedikit lubang untuk mengeluarkan potongan sedotan berisi kertas nama peserta. Arumi bersiap menadahkan tangan dibawahnya.
"Siska..." Arumi menyebut nama peserta yang terlambat hadir.
"Yess, kenapa cyiin?" Ia mengangkat tangannya.
"Ish, dateng telat malah dapet arisan. Gak aci nih!" Arumi merenggut, membuat bibirnya berbentuk keriting.
"Eh, gue dapet? Ciyus nih? Asiiik!Ough yes, ough no! Ahh... Ahh.." Siska bersorak sekaligus mendesah genit, membuat seluruh mata melirik meja kami.
"Siskaaa!" Kami sontak berteriak berbarengan.
Siska yang sedari tadi memasang tampang binal dan menutup mata, mengerjap. Melihat sekeliling dan menutup mulutnya dengan tangan.
"Hehe..."
"Kebiasaan, gak liat tempat! Di kamar aja kalau begituan," rutuk Ester.
"Tau!" Arumi memasang tampang sok sinis.
"Ya udin, karena lo yang dapet, padahal dateng telat, jadi lo yang bayar makanan." Santi memberi usul.
"Dih, najong! Arisan apaan ini. Dapet gak seberapa, abis buat bayarin makan doank." Siska sewot seketika.
"Apa mau dimasukin lagi?" Aku menggodanya.
"Ya udah, masukin lagi aja." Ia memasang tampang sebal.
Berganti kami yang tertawa berbarengan melihat tingkah Siska yang selalu menjadi bulan-bulanan. Ia bisa dibilang yang paling sukses di antara kami. Namun ia yang paling muda di antara semuanya. Meski paling muda, ia paling lihai urusan kasur. Siska penganut paham "try as much as you can." Motto yang aneh dan sungguh kontras dengan adat ketimuran.
"Cyiin, kan gue yang menang nih. Gue yang pilih destinasi vacation kita, gimana?" Ia memasang wajah ala Minnie Mouse dengan eyelashes diextention.
Kami saling pandang satu sama lain, karena kadang pilihannya suka ajaib. Seperti dua tahun lalu, saat ia memesan kamar di Gili Trawangan, sedang flight kami ke Bali. Alhasil, kami berkejaran dengan waktu menuju Padang Bay menggunakan travel, demi voucher hotel yang tidak hangus satu malam.
"Kemana?" tanya Arumi hati-hati.
Santi mengamati sembari meminta bill ke pelayan. Ester memasang wajah takut. Aku menyimak.
"Turki! Mumpung ada promo tiket pake Qatar airways."
Kembali kami berpandangan satu sama lain. Menggunakan kode lirikan.
"Okeh!" Kami menjawab berbarengan .
"Yeay! Ngerasain yang gede panjang!" Siska bersorak.
"Siskaaa!" Kami sontak mendaratkan jitakan pada kepalanya.
YOU ARE READING
Pack and Send!
ChickLit[Dasar olshop! Go green banget sih, sampe gak pegang cash.] Santi yang merupakan manager cabang sebuah bank kembali protes. Aku terkekeh. Kalimat itu sudah sering terlontar oleh orang sekitarku. Entah mengapa sejak era virtual ini, aku malas sekali...