4: MENYEBALKAN

15.3K 772 7
                                    

Nadine duduk di atas kasur empuk didalam kamarnya. Ia menekuk kedua kakinya dan tangannya melingkari kedua kakinya tersebut. Ia masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, kenapa hal-hal yang aneh dan tak masuk akal akhir-akhir ini terjadi padanya?

Bagaimana jika ia mencoba bercerita dengan kedua orang tuanya? Pasti mereka sangat terkejut dan khawatir dengan keadaan putrinya. Kalau dengan kakaknya? Pasti lelaki tersebut menolak mentah-mentah curhatan dirinya yang tak masuk akal. Atau jika dengan.. Emma?

Ia melirik cermin kuno di samping kasurnya. Tanpa pikir panjang lagi, Nadine mengambil dan mengelus cermin tersebut. Di pikirannya kini fokus dengan gadis kecil Belanda yang bernama Emma.

"Nadine!" Panggil Emma yang berada disampingnya. Raut wajahnya sangat pucat dan ketakutan, sama seperti dirinya saat melihat kuntilanak beberapa hari lalu. "Aku tidak suka dengan lelaki itu."

"Siapa?" Nadine membenarkan posisi duduknya, dan siap untuk mendengarkan Emma.

"Dia, pacarmu. Aku tidak suka." Raut wajahnya kini bersedih.

"Tunggu-tunggu." Gadis tersebut mulai tertarik dengan topik pembicaraan ini. "Kenapa kamu tidak suka dia?"

"Di dalam tubuhnya ada sesuatu, Nadine. Aku sangat takut." Emma merengek seperti anak kecil manusia pada umumnya.

"Sesuatu apa?"

"Sesuatu yang buruk. Sesuatu yang sangat buruk. Bahkan aku melihatnya dari kejauhan saja, dia memiliki aura negatif." Jelas anak tersebut.

Nadine mengangguk, membayangkan apa yang dirasakan 'teman' kecilnya tersebut. Mungkin karena Arjun mencintai hal-hal semacam itu?

"Dan aku tidak suka sekolahmu Nadine."

"Kenapa lagi?"

"Banyak 'mereka' yang mati tidak wajar. Aku takut kalau dia menerormu."

"Apa?"

Tiba-tiba saat ia bertanya 'apa?' pada Emma, pintu kamarnya terbuka. Seseorang dibalik pintu tersebut adalah, Renald kakak kandung Nadine. Lelaki tersebut terpaku melihat adik perempuannya tengah berbicara sendiri. Ia mengerutkan alisnya heran dan terkejut.

"Makan malem. Ditunggu papa Mama." Lelaki tersebut berkata dingin, lalu turun ke tangga menuju ruang makan. Disusul dengan Nadine yang melangkah dibelakangnya.

Pikiran gadis tersebut berkecamuk. Ia berfikir jika kakaknya mengetahui hal tadi, maka kedua orangtuanya akan membawanya ke psikolog, atau bisa jadi rumah sakit jiwa.

Ia menduduki kursi kosong, tepat di samping kakak laki-lakinya. Ia dengan canggung mengambil piring dan memilih lauk yang tertata rapi dalam wadahnya masing-masing.

"Tumben diem aja?" Ayah Nadine membuka suara diantara mereka. Ia melirik Nadine yang tepat duduk didepannya.

Nadine hanya menggeleng pelan sambil menyendok makanannya. Renald melirik gadis tersebut tajam, melihat gerak geriknya.

"Nadine tadi bicara sendiri ma, pa!" Renald langsung berbicara begitu saja tanpa basa basi.

Ternyata dugaan Renald salah. Ia menduga kalau kedua orang tuanya akan terkejut dan menginterogasi Nadine, namun kedua orang tuanya malah menanggapi hal itu santai.

"Mungkin Nadine belajar nge-vlog, ya kan sayang?" Ibunya berkata ramah, dengan tersenyum simpul.

"Tapi.." Renald mengerutkan alisnya dan membantah argumen ibunya. "Mana ada belajar nge-vlog kek orang sinting, ngomong sendiri." Katanya dengan nada tinggi tak terima.

"Kalo namanya ngevlog mah ngomong sendiri bego!" Nadine kali ini menanggapi dengan menggebrak meja.

Kedua orang tua mereka terkekeh melihat kedua anaknya beradu argumen, dan menjawab santai dengan kepala dingin.

"Tuh.. dengerin adek kamu, lebih pinter dari kamu!" Ayahnya berkata santai sambil mengunyah makanan.

"Tapi.." lelaki remaja tersebut masih tak terima dengan pernyataan tersebut.

"Udah lah makan aja, daripada ngurusin idup orang mulu. Kek idup kamu bener aja." Ibunya berkata santai dengan melirik putra sulungnya, lalu mereka melanjutkan makan bersama.

***

"Sebuah pengumuman akan saya sampaikan untuk adik-adik yang saya pilih untuk ikut berkemah."

Suara perempuan dari kakak kelas Nadine, membuat seisi kelas terpaku melihat dirinya. Gadis tersebut merupakan salah satu Dewan Ambalan dari SMA Wijaya, yang akan memberi pengumuman untuk beberapa siswa yang ikut berkemah.

"Alin, Latifah, Galang, Rey.."

Beberapa siswa terlihat senang dan bahagia karena namanya tidak disebutkan, termasuk Nadine. Sedangkan nama yang disebutkan malah terlihat lesu, lemas, tak berdaya.

"Mampus lo ikut kemah!" Ejek Nadine ke teman sebangkunya, Latifah.

Gadis tersebut hanya memicingkan matanya, dan melirik Nadine tajam. Ia sangat iri dengan Nadine yang namanya tak disebutkan.

"O iya ada lagi satu yang belum saya sebutkan." Semua siswa mendadak diam, dan siap mendengarkan. Jantung mereka berdegup kencang, berharap bukan namanya.

"Nadine."

Sontak sang pemilik nama terpaku di tempat, dan berhenti mengejek teman sebangkunya. Ia melongo tak percaya, dengan masih menatap kakak kelasnya tersebut.

"Mampus lo juga ikut!" Balas Latifah dengan nada bahagia karena 'musuhnya' yang tadi mengejek, kini terkena 'karmanya'.

Tak terasa bel pulang berbunyi nyaring. Nadine menyeret langkah kakinya tak bersemangat, karena pernyataan bahwa ia harus ikut kemah.

Sesampainya di rumah, ia langsung masuk kamar dan merebahkan diri di kasur tanpa mengganti seragam sekolahnya. Hari ini, ia tak membawa cermin antik tersebut karena permintaan dari Emma sendiri.

"Kau tau hal buruk apa yang menimpa padaku hari ini Emma?" Nadine langsung membuka suara ketika Emma muncul disisinya. Anak tersebut hanya mengangkat kedua bahu, tanda tak tahu.

"Minggu depan aku haru berkemah!"

"Itu hal yang menyenangkan, Nadine. Dulu aku sangat suka berkemah." Emma menjawab polos apa adanya.

"Tapi ini di sekolah." Nadine membantah pernyataan jika berkemah itu menyenangkan. "Kau tahu kan, di sekolahku banyak sekali 'mereka' yang menggodaku."

"Harus ku akui itu hal buruk, Nadine." Anak tersebut melangkah mendekati Nadine, lalu duduk sejajar dengannya. "Aku akan melindungimu. Saat kau kemah nanti, aku akan masuk ke ragamu."

"Tunggu."

"Apa?"

"Kau akan merasuki tubuh ku?"

"Tidak, aku hanya akan 'ikut' denganmu. Tidak sampai kesurupan." Jelasnya.

"Ya sudah jika itu maumu. Tolong, jaga aku saat aku takut dengan mereka." Nadine mencemaskan hal itu.

"Dengan senang hati." Begitu ia menyelesaikan kalimatnya, Emma masuk ke dalam cermin lagi.

Ini sangat buruk. Semalaman di lingkungan sekolah yang horror, itu bukan ide yang bagus. Baiklah, mungkin akan lebih baik jika Emma ikut bersamanya selama kemah. Setidaknya, mungkin dia bisa membantu sedikit.

Nadine mulai bergegas untuk mandi dan berganti pakaian, serta menyiapkan alat yang diperlukan selama kemah tiga hari yang akan datang.

Semoga semuanya berjalan dengan lancar. Semoga semuanya baik-baik saja. Semoga tidak terjadi hal buruk.

***

Nadine ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang