1. mengagumkan

28 6 2
                                    

      Hari-hari yang cukup membosankan ketika pergi bersekolah, bukan mengenai pelajaran namun terlebih karena kehidupanku yang monoton dengan kesendirian sebagai pria introvert.

Tapi bukannya aku tidak memiliki teman, hanya saja lebih selektif dalam memilih. Pernyataan "berteman dengan siapa saja" menurutku tidak begitu tapi "bertemanlah dengan yang cocok, jangan terlalu memaksakan". Meski pun pendapatku sangat bertentangan dengan orang lain, aku tidak akan peduli, karena itu yang aku terapkan.
      
        Masa SMA sudah seperti ajang kompetisi berkategori. Ajang mencari teman, sahabat dan berlomba-lomba membuat gengnya masing-masing, ajang menjadi orang populer, namun tak sedikit pun yang fokus pada kompetisi akademik, karena hal ini juga menjadi kunci suksesnya dari ajang kompetisi lainnya.
        
       Cinta adalah salah satu kategori kompetisi tak langsung yang berlaku di SMA, meski pun tidak pula menurutku. Cinta seperti bunga mawar, indah tapi menjebak, selalu ada yang menyakitkan dibalik keindahan.

Tapi bukan pula berarti aku takut dengan cinta. Diam dan bersikap seperti biasa tanpa berharap hal lebih itu jauh lebih baik, walau pun sedikit menyesal jika tidak berani mengungkapkan. Ketakutanku adalah mencoba berusaha, bukan dalam mencinta.
        
       Gerimis kecil ketika aku berjalan kaki menuju ke sekolah sekitar 500 meter dari rumah, bukan tak punya dan tak bisa mengendarai motor, seperti pelajar SMA lainnya. Hanya saja suasana berjalan kaki benar-benar menyenangkan. Sebagai pecandu minuman manis juga menjadi alasanku untuk tidak bermalas-malasan, seperti naik kendaraan pribadi.
       
        Sebelum mendekati gerbang sekolah, terdapat sebuah gang yang bisa di jangkau pengendara motor. Dari dalam gang sahabatku muncul dengan senyum sumringah dan langsung merangkulku, tapi kami masih normal walau kami memang belum memiliki pacar.

"yosh, Arata. Selalu jalan sendiri, menyendiri, berteman buku, atau menonton anime," ujarnya dengan tangan kanannya merangkulku cukup dengan hingga lengannya dapat menyentuh perutku, karena tinggiku saja sepundaknya.

"selagi tidak mengganggu orang lain itu lebih baik," balasku dengan
melepaskan rangkulannya.

"ah yaudah, sayang sekali ya masa SMA dengan sifat dan sikap seperti lu, kita juga sudah kelas 11, adik kelas banyak yang cantik Ta, gebet satu lah" sambungnya kemudian berjalan dengan lebih cepat dari kecepatan jalanku, dia sedikit berlari seolah ada yang ingin ia kejar.
      
        Tiba di depan pintu masuk kelas, kawan kelasku duduk di bangku kayu panjang pada sebelah pintu, kakinya naik sila ke bangku dan tatapannya serius kepada layar ponselnya yang berada genggamannya. Matanya yang minus membuat jarak mata dengan layar cukup dekat bila tanpa perantara kaca mata.
     
        Sebelum membuka pintu kelas dan mengucap salam, beberapa menit aku memperhatikannya sedang fokus melihat foto perempuan-perempuan cantik nan seksi, menurutnya begitu, tapi menurutku biasa saja.

Tak ada yang lebih menarik menurutku selain Lucy, seorang wanita lugu di kelas dengan rambut yang terbiasa terurai, warnanya hitam lebat, wajah serta kulitnya putih mulus dengan aksesoris anting mungil emas di kedua telinganya yang terlihat begitu menawan.

Ukuran tubuhnya ideal untuk perempuan sehingga membuatnya terlihat sangat imut, tidak terlalu tinggi dan tidak pula pendek, sekitar 160 cm.
   
       Entah berapa lama aku memperhatikan Ilham hingga membuatnya reflek menengok ke arahku, pandanganya kabur membuatnya tidak mengenaliku. Tangan kirinya yang kosong mereba seisi bangku, dengan tatapan matanya yang seolah seperti lensa kamera, berusaha memfokuskan pandangan.

Minus matanya sudah cukup kronis, namun masih saja ia memaksakan bermain ponsel tanpa kaca mata dengan jarak yang cukup dekat.

"ouhh lu Ta, gue kira siapa gitu, adek kelas mungkin hahahaha, cewek cakep nih ta, mau ngga lu?" ujarnya ketika telah meletakkan kaca mata pada posisi yang pas dan sembari menunjukkan isi foto perempuan di ponselnya

"prihatin sih, urus aja dulu mata lu, sebelum tambah kronis," celaku dengan senyum sinis.

"Ta, perempuan itu sarapan, asupan untuk menambah energi," selanya dalam senyumku yang masih menggantung

"oke sih lu pintar, tapi semua yang ada di otak lu itu kenapa cuma perempuan aja?" tanyaku

"makanya Ta, jadi cowo itu bergaul, lu natap perempuan aja ga berani, temen lu aja di kelas ini cuma gue, sama Dico," ceplosnya sembari beranjak dari tempat duduk dan bebisik bersamaan dengan rangkulan kecil.
     
       Setelah beberapa menit perdebatan, ia kembali pada bangku panjang itu dan kembali menikmati foto-foto perempuan cantik. Tapi aku tahu hal itu ia lakukan semata-mata kagum, bukan ke hal pikiran vulgar.

Bukti kuatnya saat kelas 10 dia mempunyai pacar, dan saat itu Ilham tidak pernah dekat bahkan hingga tertarik dengan perempuan lain. Menurut penelitian, seseorang yang suka hal vulgar cenderung akan mencari seseorang yang lebih dari apa yang ia punya, seperti berselingkuh.

Namun, sifat manusia tentulah dinamika, dapat berubah tergantung kondisi lingkungannya, jadi tidak ada yang tahu apa saja perilaku dan sifat sebenarnya.
       
       Kurasa sudah cukup melelahkan berdiri dan menghalangi pintu masuk kelas, mengherankan tidak ada satu pun yang baru akan menuju ke kelas. Rasanya sudah cukup sepi. Ketika aku telah membenakan posisi tasku yang menggantung pada satu pundak.

Tak menoleh ke arah pintu, aku hanya sedikit meraba sedikit mendorong, namun pintu sudah ditarik dari arah dalam, tak dapat menahan diri karena aku mendorong pintu yang juga di buka dari arah dalam, hal itu membuatku hampir saja menabrak wanita di depanku yang menarik pintu. Dia Lucy, pagi itu sangat menegangkan ketika mata kami bertemu.

"pagi, Arata" sapanya dengan suara lembutnya.

"I......iyaa, pa...gi Lucy," balasku dengan sangat gugup, jantungku benar-benar berdetak cepat. Pikirku jika saja aku tidak menahan diri, tentulah kita akan jatuh bersamaan, apa lagi ekspektasi drama dengan nyata sangat bertolak belakang.

"daritadi kamu di luar aja, bukannya masuk hehehe" ucapnya dengan raut wajah ceria, dan benar-benar bersinar dengan senyum merekah.

"I....... Iyaa, permisi" jawabku singkat dan langsung menyela masuk

Thanks

Love In MuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang