2. Perjanjian

11 4 0
                                    

      Benar-benar latihan menguatkan jantung bagiku saat bertatapan dengannya, dan benar-benar berdebar ketika aku dapat mengobrol dengannya. Dan pagi ini adalah pagi sekaligus hari yang akan ku catat dalam diary sebagai sejarah hidupku dapat mengobrol dengan wanita yang sudah satu tahun setengah ku kagumi bahkan kucintai.

Terasa aneh, tapi begitulah yang aku alami, satu kelas dalam kurun waktu yang sangat panjang, namun baru sekali mengobrol dengannya. Bahkan hanya Lucy yang dapat mengubah prinsip hidupku mengenai cinta.

"cinta itu merepotkan, melelahkan, dan hanya sekadar membuang-buang waktu" dan bagi ku "jika tidak tertarik untuk melakukan,  aku tidak akan lakukan"
     
        Jam pelajaran berlangsung, konsentrasi itu penting, peneliti pula mengatakan cinta dapat mengurangi IQ 10%, itu sebabnya aku tidak akan terlalu berlarut. Meski pun Lucy duduk tepat di depanku, aku harus profesional dalam belajar. Begitu pun dengan Lucy yang sama sekali tidak menoleh ke siapa pun,  pandangannya hanya terfokus pada guru.
       
       Tidak hanya karena hal itu, aku terikat dalam suatu perjanjian. Ketika berada di kelas 2 SMP aku mencintai seseorang, ia wanita yang apa adanya, wanita yang jauh berbeda kepribadian denganku, dia periang dan dia yang dapat mengubahku. Sifatku yang mirip dengam brandal kala itu benar-benar berubah semenjak ia datang dan aku menjadi pria introvert semenjak kehilangannya.

Saat itu ia dinyatakan tidak selamat karena bunuh diri dengan mengkonsumsi obat serangga. Hal itu ia lakukan karena stress dan gangguan tidur berat, ia mengidap penyakit Exploding Head Syndrome atau Syndrom kepala meledak. Ia yang tidak bisa mengendalikan dan menyembuhkan penyakitnya ini, memilih jalan keluar dengan mengakhiri hidup.
   
       Saat itu, aku mengikat jiwa dengan dirinya oleh perantara dewa kematian.

"saya bisa menghidupkannya, tapi dengan syarat dan aturan yang mana kamu akan saya ikatkan jiwanya dengan dia, tepat pada cinta-cinta kalian. Dia akan hidup lagi, tapi hanya dengan jangka waktu satu tahun, setelahnya satu tahun dia akan mati, dan kamu terikat perjanjian dengan saya. Kalau kamu mencintai orang lain lalu orang itu juga mencintaimu, kamu telah ingkar, dan aku akan langsung membawamu pada kematian," ujarnya

"bagaimana hanya orang itu yang mencintaiku, tapi aku tidak mencintainya," tanyaku

"bahkan walau pun kamu yang mencintainya, tapi tanpa balasan cinta darinya, kamu akan tetap hidup, perjanjian yang saya buat adalah kamu tidak boleh terikat pada cinta, kamu boleh mengikat cintamu untuk orang lain, atau orang lain boleh mengikat cinta denganmu, tapi tidak dengan saling mengikat," ujarnya dengan nada tinggi dan ketegasan

"baiklah, kita sepakat," kataku
     
       Setelah perjanjian di mulai, Meira sadar dan dinyatakan mati suri, dan aku benar-benar sudah terikat janji. Meski begitu aku bertekad tidak akan membuat tahun terakhir hidup Meira tanpa warna. Aku akan membuat kehidupannya sangat berwarna. Meski pun penyakit Syndromnya tak kunjung sembuh.
     
       Orang-orang teredekatku menganggapku sebagai orang gila, bodoh dan banyak berkhayal. Namun hal yang aku alami dengan membuat kesepakatan adalah kenyataan yang ada, dan yang aku alami. Orang mungkin bisa berkomentar tanpa tahu apa yang sebenarnya.
      
       Jam terakhir guruku tidak dapat masuk ke kelas karena kondisinya sedang tidak baik, ketua kelas menerima tugas dari guru bersangkutan yang harus di kerjakan dan di kumpul saat bel pulang berbunyi.

Dua jam terakhir dan aku menyelesaikan tugas dalam satu jam, saat itu aku juga nampak Lucy sudah menyelesaikan tugas, sedikit melirik bukunya yang sudah penuh dengan tulisan, dan ia juga sudah sibuk dengan ponselnya, memakai headseat untuk mendengarkan musik. Sedikit tahu, dia suka musik korea, dan drama-drama korea.
       
       Sebelahku adalah Dico, dan tepat di depannya adalah Rina wanita cantik kedua setelah Lucy di kelas ini menurutku, namun aku tidak terlalu tertarik dengannya yang kurasa sifat malunya sudah sedikit. Banyak hal yang ia acuhkan mengenai komentar terhadap dirinya.

Kurasa juga bosan saat jam terakhir, tapi aku mengisinya dengan membaca novel favoritku, yaitu Sherlock Holmes.

"Ta, ada beberapa jawaban gue belum nih,  gue lihat punya lu ya," selanya saat aku baru selesai membaca tiga lembar.

"ya.. Jangan terlalu sama banget," balasku singkat tanpa menoleh

"tenang aja, gue jago soal ini," ucapnya menepuk bahuku
   
        Lima lembar baru ku baca, sudah sangat membawaku dalam kejadian tersebut. Terlebih aku sangat suka ilmu deduksi yang di terapkannya. Sedikit melirik ku lihat pergerakan Rina seperti ingin menoleh ke belakang, entah bagaimana menjelaskannya, tiba-tiba saja apa yang aku bayangkan terjadi.

"Dico, Arata, pulang makan bareng yuk," ajak Rina sembari memegangi tempat pensil Dico.

"gue engga ya," jawabku singkat

"yah Kenapa? Ga sampe sore kok, mau ya?" bujuknya dengan spontan mengelus tangan kiriku yang ku letakkan di atas meja.

"Dico, mau kali tuh," ucapku dan berusaha melepas tangannya yang mengelus tanganku

"ayuk aja gue lah, terus jadi apa engga nih?" tanya Dico setelah selesai menulis

"yaudah deh, nanti aku tunggu di depan gerbang ya,"  ujarnya dengan senyum merekah yang khas

Thanks

Love In MuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang