setelah prolog [N/S]

13 3 0
                                    

Jakarta, 14 maret 2017

Hari ini tepat tiga hari sebelum Nagatha genap berumur 17 tahun. Kini ia dan keluarganya sedang merundingkan acara sweet seventeen Nagatha.

Nagatha adalah seorang anak tunggal.

Kakaknya sudah meninggal ketika ibunya masih mengandung. Nagatha sedih ketika mendengar cerita itu dari ibunya.

Karna ia sendiri. Dan ia kesepian. Ia ingin punya teman.

Dulu Nagatha selalu membayangkan apabila kakaknya masih hidup.

Mereka pasti akan bermain bersama. Kakak Nagatha yang Nagatha dengar adalah cowo itu akan menjaga Nagatha.

Seperti cerita dari teman-temannya yang mempunyai kakak laki-laki.

Nagatha selalu membayangkan dan iri tehadap hal itu.

Dulu, sebelum ia mengenal Samudra.

Samudra Alveano, laki-laki yang menyebalkan sekaligus menyenangkan.

Menyebalkan karena membuatnya makin jatuh cinta terlalu dalam karnanya. Dan menyenangkan karena berkat Samudra ia bisa mengalamin manis pahitnya cinta.

Bersama Samudra adalah waktu-waktu paling menyenangkan dan indah bagi seorang Nagatha.

Nagatha yang penyendiri, dan Samudra yang tak akan pernah sendiri.

Namun Samudra sama sekali tidak pernah meninggalkannya. Samudra selalu mengingat Nagatha sebagai sahabatnya, dan teman sedari kecil.

Sedangkan Nagatha, akan selalu mengingat Samudra sebagai sahabat kecilnya, dan...

Cinta pertamanya.

"Jadi kamu maunya bagaimana?" tanya Fero, kepala keluarga dari sebuah keluarga kecil yang berisi Fero sebagai Papa, Ketzia sebagai Mama, dan Nagatha sebagai anak tunggal.

"Aku mau yang sederhana saja Pa," ucap Nagatha.

Ketzia menatap anaknya gadis semata wayangnya. "Aku mau papa, mama, om Danu, tante Caca, Shafi, Gheo, kak Dey, kak Axelle dan Samudra saja yang hadir di pestaku,"

"Ini ulang tahun ke tujuh belasmu loh Na," Ketzia mengelus surai hitam Nagatha sayang. "Lalu kenapa?"

"Aku sayang kalian. Itu sudah cukup spesial bagiku," jawab Nagatha.

"Ini hanya diadakan sekali seumur hidup kamu Nana," Ketzia memanggil anak gadisnya menggunakan panggilan kecilnya.

Nagatha menatap mamanya. "Karena itu aku lebih suka pesta ini diadakan oleh orang-orang terdekatku mama. Makan malam sederhana seperti biasa itu spesial,"
jawab Nagatha.

"Lagipula aku tidak punya cukup banyak teman yang akan kuundang ke pesta ulang tahunku nanti," lanjut Nagatha.

Papa dan Mama Nagatha menghela nafas berat. Anak gadisnya yang satu ini memang benar-benar keras kepala.

"Baiklah," Nagatha menampakkan senyum manisnya. "Ini hanya akan menjadi makan malam sederhana," ucap Papa Nagatha final.

"Sekarang sudah malam, tidurlah," ucap Ketzia lalu mengelus surai hitam Nagatha. Nagatha mengangguk sambil tetap tersenyum senang.

Ia lalu berjalan ke kamarnya dan tertidur nyenyak dengan senyum yang masih mengembang.

*

Pagi telah tiba hari ini dua hari sebelum ulang tahun Nagatha. Sinar mentari memaksa masuk kedalam kamarnya melewati jendela kamarnya.

Membuatnya mau tidak mau bangun dan menjalani aktifitasnya seperti biasa.

Nagatha mencari kuncir rambut miliknya. Lalu menguncir rambut hitamnya yang mulai mencapai pinggang.

Rambut hitam lebatnya itu memang indah. Namun terkadang membuatnya ribet. Merawatmya pun susah. Membuat Nagatha beberapa kali berpikir untuk memotong rambutnya.

Nagatha membersihkan seluruh badannya. Setelah itu mengganti bajunya dengan seragam yang telah disiapkan sebelumnya.

Ia mengepang rambutnya menjadi satu. Malas memikirkan gaya yang tepat untuk rambutnya. Itu hanya akan membuang waktunya, Karna ia sudah hampir telat.

Nagatha memakai kaus kaki dan sepatunya. Lalu menggapai tasnya dan turun ke bawah. Menuju ruang makan.

Nagatha memilih bangku di sebelah papanya. Ia duduk dan mulai menikmati sarapan yang telah disediakan oleh mamanya.

Nagatha meminum air yang terletak di atas meja. Lalu salim kepada kedua orangtuanya.

Ia mengecup pipi masing-masing dari kedua orang tuanya. Lalu pergi untuk berangkat ke sekolah.

"Samudra," panggil Nagatha sambil mebgetuk pintu rumah sahabat sejak kecilnya.

Seorang wanita paruh baya membuka pintu rumah besar itu. "Nana, udah lama gak keliatan. Jarang main kesini lagi nih,"

"Ayo masuk. Sam nya lagi sarapan. Biasa bangun telat," ucap wanita paruh baya itu.

"Eh iya tante," ucap Nagatha sambil mengikuti wanita paruh baya itu.

Mereka sampai ke ruang makan. Disitu tampak jelas, Sam yang sedang makan terburu-buru.

Gheo dan Shafi, adik kembar Sam yang sedang bertengkar. Axelle kakak Sam yang kini semester 6 menuju masa skripsinya yang sedang mampir ke rumah. Serta Om Danu, kepala keluarga dari keluarga ramai ini.

"Deynya lagi gak ada. Tadi udah berangkat sama pacarnya," ucap Caca. Mama dari Sam dan keluarga yang berisik namun menyenangkan ini.

Keluarga yang selalu Nagatha idamkan.

"Mama. Shafi juga mau punya pacar kayak kak Dey! Biar bisa dianter jemput!" ucap Shafi yang kini beranjak 13 tahun.

"Emang ada yang mau pacaran sama cewe boncel kayak kamu?" tanya Gheo meremehkan.

"Heh. Mending boncel. Daripada buluk kayak Gheo wleee!" ucap Shafi.

"ISH-" Gheo ingin membalas sebelum Sam memotong ucapannya.

"Gak boleh. Masih kecil udah main pacar-pacaran. Lagian pacar tuh bukan tukang ojek. Kalau misalkan pacaran karena mau dianter jemput doang," ucap Sam yang sudah menyelesaikan acara sarapannya.

"Mah, pah, kak Axelle. Sam berangkat dulu. Assalamualaikum," ucap Sam. "Bye adik-adik kak Sam. Kak Sam yang ganteng ini mencari ilmu dulu" ucap Sam sambil dadah-dadah kepada dua adiknya.

Ia Lalu mengambil kunci motornya dan keluar rumah.

"Lo lama Sam," ucap Nagatha.

"Hehe. Mangap pwincez. Pangeranmu ini terlambat," ucap Sam dengan nada guyon, sambil mengedipkan salah satu matanya.

Membuat Nagatha memutar bola matanya, sambil melipat tangannya di depan dada. Ekspresi bisa bohong. Namun perasaan tidak.

Jantung Nagatha berdegup kencang, candaan Sam tentang ia adalah princess dari Sam membuatnya semakin tak bisa menahan degupan di dalam dadanya.

Dan sekali lagi. Ia, Nagatha Sadewi jatuh cinta kepada Samudra Alveano.

ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang