(2) First Sigh

13 2 0
                                    

Syarif perlahan terjaga mendengar suara dengan tone yang khas mengalunkan tembang milik Bryan Adams yang berjudul 'Everything I Do'. Perlahan ia membuka mata, dan mengernyit saat tone suara itu menunjukkan improvisasi yang indah memanjakan telinganya. Syarif sangat tertarik dengan suara itu, ia terduduk di tepi ranjang, mencoba mencari arah sumber suara itu. Suara yang ia dengar berasal dari luar jendela kamarnya, ia pun bangkit dan berjalan ke arah jendela.

Saat Syarif membuka jendela, cahaya matahari pagi menyeruak masuk ke kamarnya, membuatnya harus meneduhkan matanya dengan lengannya.

" 'I would fight for you, walk the wire for you, die for you'...", suara gadis dengan tone yang khas, mengalun indah dengan bias serak-serak basah.

Syarif melongokkan kepalanya ke luar jendela, menoleh ke k akan dan ke kiri mencari pemilik suara itu. Ia menurunkan lengannya perlahan saat matanya melihat seorang gadis sedang menjemur pakaian, 10 meter di luar jendela kamarnya.

Seorang gadis berambut indah sepunggung, mengenakan kaos oblong berwarna putih dengan hot pant warna hitam. Menyanyi dengan ekspresi yang menunjukkan penghayatan yang sangat baik, sesekali menggeleng-geleng ringan seiring lagu yang ia nyanyikan. Ia menoleh ke kanan saat merasa ada yang memperhatikan, dan ia mendapati seorang pemuda sedang menatapinya dengan memasang wajah cengo. Dalam hati ia terbahak melihat ekspresi pemuda itu, dan timbulah rasa iseng untuk mengerjai pemuda itu. Maka ia beraksi.

Gadis itu mengambil ancang-ancang untuk mengulang chorus pertama lagu, sambil menatap mata pemuda yang tak lain adalah Syarif.

Syarif mengernyit saat gadis yang diamatinya kini menatapnya dengan intens sambil memasang wajah manja.

" 'You know it's true, everything I do, I do it for you' ", gadis itu melantunkan lagu dengan merdunya sambil menatap pemuda itu dalam dan penuh harap, tentu saja acting.

Deg! Syarif merasakan jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat di beri ekspresi demikian oleh gadis dihadapannya, ekspresi sweet yang syahdu yang berhasil membuat pipinya panas. Gugup dan malu.

Gadis itu tertawa kecil melihat pipi pemuda di hadapannya merona, ia tersenyum bangga. Ia mengibaskan baju basah yang akan di jemurnya ke depan pemuda itu.

Syarif terkejut saat gadis itu mengibaskan baju basah di hadapan. Ia terkesiap saat gadis itu memeletkan lidah padanya sambil terkekeh. Dan sadarlah ia bahwa ia sedang dikerjai. Ia mundur dengan ekspresi tak karuan, semakin malu tentu saja. Setelah ia menutup jendela saja ia masih mendengar gadis itu menertawakannya. "Menyebalkan!", ia berdecak kesal. Tapi kemudian ia berpikir, di lingkungan tempat tinggalnya mana ada gadis yang berani berbuat iseng demikian apa lagi padanya, seorang Gus. Jelas gadis tadi bukan orang sini, artinya ia harus cari tahu. Ia segera mengambil handuk untuk persiapan mandi.

Saat Syarif keluar kamar, ia disambut deheman Abahnya. Dan ia menyadari bahwa ia telat bangun. "Iya, Bah, Syarif kesiangan", ia mengaku sambil nyengir kuda, membuat adik dan orang tuanya terbahak.

"Kesiangan keluar kamar, soalnya terpesona dengan suara artis amatiran yang konser sambil ngurus jemuran", sindir Tofa, membuat Abah dan Umi terbahak lagi.

"Apaan, sih, kamu! Sok tahu!", Syarif berdecak kesal.

"Aku tahu Abang menghadap ke luar jendela tadi pas aku mau ajak Abang sarapan", Tofa membela diri. "Awas, Bang! Jaga pandangan, dong!", ia menasihati.

"Tepat, kan, titah Abah?", Haji Musthofa menatap Syarif penuh arti.

"Iya, tepat sekali", Hajah Aini, istri Haji Musthofa, menyahut.

Syarif hanya menggosok belakang lehernya. Sekarang ia menyadari bahwa Abahnya benar. "Setelah mandi, Syarif pamit keluar sebentar", pamit nya mengalihkan pembicaraan.

Embun Di Pucuk PinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang