2.pertemuan awal

76 32 17
                                    

Mengagumi tanpa harus memiliki adalah cinta yang luar biasa

***
Semua berawal..

Chintia

Suara dercikan air berbunyi dari sepatu sekolah baruku, maklum saja ini adalah hari pertama sekolah di tahun ajaran baru sebentar lagi aku akan menemukan teman baru lagi.

Aku segera mencari ruang kelas baru dilantai atas sekolah.

Akhirnya aku menemukan ruang kelas baruku kelas 6c, ya disini aku akan menemukan seluruh hal yang baru dari tahun sebelumnya.

Aku masuk kedalam kelas, sudah banyak teman yang sudah aku kenal dari tahun lalu yang lain memenuhi barisan dari depan kebelakang, sepertinya aku terlambat.

Aku mengedarkan mataku dan mencari bangku kosong,ah akhirnya aku melihat kursi kosong tapi sayangnya dibelakang sekali.

Tidak ada pilihan lain akhirnya aku duduk ditempat itu bersebelahan dengan temanku yang bernama Septi.

Septi tersenyum kearahku dan aku membalas senyumnya, sejujurnya aku paling malas jika harus duduk dibasisan paling belakang seperti ini.

Aku melirik kearah depanku disana hanya ada seorang anak laki laki yang duduk dan tidak ada teman sebangkunya.

Aku mengenali wajah dan bentuk badannya,oh aku tau dia dia fadhil dari kelas 5A.

"ehhm...Fadhil" panggilku

Dia menoleh kebelakang dan aku tersenyum ramah kearahnya.
"aku Chintia..hay" ucapku

Fadhil tersenyum dan mengangguk menanggapi sapaanku.

"oh hay juga" balas Fadhil.

Aku bukan sekedar menegurnya sebenarnya aku ada perlu dengan Fadhil.

"Fadhil.. " panggilku lagi.

"kenapa? " balas Fadhil.

"umhh....aku boleh pindah kedepan gak sama septi soalnya disini gak keliatan jelas" pintaku

Fadhil mangut mangut berfikir dan aku menunggu responnya.

"boleh ya kan kamu sendiri juga, Fad... "

Tok.. Tok.. Tok

"selamat pagi anak anak" sapa wali kelas baruku Bu Susi.

"pagi bu" jawab kami serentak.

Aku melihat Bu Susi membawa seorang anak laki laki berseragam seperti kami, dan aku yakin dia pasti anak baru.

"perkenalkan anak anak, ini Berlino putra dan mulai sekarang dia akan menjadi teman baru kalian" ucap bu Susi.

"nama saya Berlino panggil saja Lino" ucapnya.

"hay Lino" ucap kami serempak.

"Berlino silahkan cari tempat duduknya " perintah bu Susi dan dia pun mengangguk.

Berlino mencari bangku kosong yang tersisa dalam kelas dengan teliti, namun nihil semua bangku sudah penuh.

Dia melihat bangku kosong sebelah Fadhil yang awalnya kami berniat untuk bertukaran tempat.

Akhirnya Lino berjalan kearah Fadhil dan duduk disebelahnya,tanpa dosa.

Aku pun merasa tidak suka,awalnya aku berniat pindah kesana bersama Septi dan malah dia yang langsung ngonyor.

"gak jadi pindah" ucap Fadhil meremehkan.

"ihhh...ngapain sih tau gak awalnya kami mau tukeran tempat malah kamu yang duduk situ" omelku geram.

Berlino menoleh karena merasa dirinyalah yang aku marahi.

"aku gak tau,gak ada bangku lain ya aku duduk sini" jelasnya.

"lah...kayak nggak berdosa banget hidup dia" sindirku pada Berlino entahlah dia membuatku emosi.

"jangan salahin aku lah" balas Berlino.

"kamu yang kayak gak bersalah!" ucapku kesal.

"emang aku gak ada salah,kan" balas Berlino dengan entengnya.

"kan,kan,kan,kan bukannya ikan" protesku.

"mulut kamu kayak ikan, ikan koi" ucapnya yang membuat murid yang disekitarku tertawa.

"ihhh" dercakku karena dia  membuatku malu,apa dia gak merasa bersalah sedikitpun?

"awas aja kalo besok gak pindah,aku geret tas kamu keluar kelas" ancamku.

"silahkan" balasnya.

Aku mengumpat anak baru itu, terbuat dari apa otaknya, ya tuhan kurasa dari permen karet.

"awas kau, tunggu balesan aku! " peringatku.

"sttt udah chin, baru masuk" ucap Septi merelaiku.

"dia tuh baru masuk ud.... "

"SSSTTT!! " peringat Fadhil, Septi,dan teman sekitarku lainnya.

Aku berdecak sebal dan mengutuk mereka semua, sementara Berlino masih terlihat tidak tahu apa apa.

Tak lama Berlino memutar badannya dan menghadap arahku sambil menyengir seperti kuda.

"stttt, hahaha... Ikan KOI" ucapnya menekan kata koi.

"nyadar dikit ngapa LALET! " balasku

Lagi, lagi dan lagi hal itu terulang berkali kali,setiap kami bertemu kami selalu mengejek dan mengungkit kejadian pertama kali masuk itu.

Bahkan aku sendiri hampir mau muntah mendengar kata kata itu.

Tapi entahlah mengapa aku menjadi gencar untuk bertengkar dengan Berlino.

Hanya waktu yang akan menjawab.

***
Happy reading...

Ayo ikitin terus ya ceritanya pokoknya harus setia loh...

Tak TergapaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang