4. Well

43 24 12
                                    

Chintia

Aku berjalan dari gerbang sekolah menuju kelas pagi ini aku diantar ayah.

Saat aku sampai, dikelas sudah cukup ramai, namun septi teman sebangkuku belum datang ,yang ada malah tetangga depan yang julid ini selalu hadir sebelum aku datang.

"pagi koi" sapa Berlino jahil, aku menatap sinis kearah Berlino sampai aku duduk dibangku.

"aduh, pagi pagi kok banyak parasit ya" ucapku menyindir Berlino, namun tidak ada respon darinya.

Aku berdecak sebal dan keluar kelas, aku bersandar ditembok menatap ke arah lapangan yang ramai siswa berlalu lalang menuju kelas masing
Masing.

"aduh" kagetku karena ada yang menyenggolku dari belakang, ternyata Berlino, menyebalkan.

"ups ternyata nyata kirain gaib" ucapnya sambil melewatiku dan hilang dibalik tangga.

"dasar resek" umpat Chintia kesal.

***
Chintia

Upacara selesai semua murid berhambur kekelas masing masing dan jangan lupa hari ini kami mulai belajar aktif.

Aku berjalan menuju kelasku bersama septi, samapai dikelas aku membuka topi dan duduk dibangkuku, sementara bocah itu, Berlino?  Aku tidak melihatnya.

Baguslah setidaknya aku bisa melupakan kesalku pada anak itu.

Aku menyenderkan kepalaku diatas meja dan memejamkan mataku, sedikit demi sedikit aku mulai relaks.

Brak

Sontak Aku langsung terduduk dan melihat pelaku yang menggebrak meja lagi lagi aku harus berbuat dosa
Pagi ini, aku harus mengumpat anak itu, Berlino.

"cuma kesandung" ucapnya membalikkan badan dan duduk ditempatnya, sementara aku mencoba mengatur napasku yang naik turun.

Septi menatap bingung ke arah aku dan Berlino sudah cukup sering dia dan Fahri meleraiku selama seminggu kemarin, sesering itukah kami bertengkar? entahlah aku tidak menghitungnya.

Aku menendang kursi Berlino dari belakang hingga kursinya bergeser sedikit.

Sekali...

Dua kali...

Tiga kali...

Sampai akhirnya aku berhenti sendiri dia tidak menanggapiku, alhasil aku yang merasa kesal sendiri.

"sabar Chin udah kelas enam loh" ucap Septi sambil terkekeh.

"kalian sama saja" kesalku.

Aku berdecak sebal, dalam hatiku mengumpat keras Berlino, ingat Chintia kau harus sabar ini termasuk cobaan dari tuhan.

"Chin lo gak nyadar apa? " tanya Septi.

"apaan? "

"Berlino itu lumayan loh" ucap Septi melirik Berlino.

"lo waras? " balasku, Septi hanya tertawa kecil membalasnya.

Sayangnya wajah yang dianggap ganteng itu tertutup dengan kelakuan menyebalkannya, bagiku

Terdengar suara pintu kelas dibuka dan muncul sosok Bu Susi, ingat dia wali kelas kami.
"Selamat pagi anak anak" sapanya.

"pagi bu" jawab kami serempak.

Setelah memberi salam dan berdoa, Bu Susi berdiri di tengah tengah kelas.
"baiklah, ibu minta sekarang kalian berdiri dari bangku kalian dan atur meja menjadi bentuk kelompok, anggotanya biar ibu yang memilih" perintah Bu Susi.

Tak TergapaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang