Aku mati rasa. Aku tak tahu caranya untuk menangis dihadapanmu, sekarang. Aku sama sekali tak merasakan apa-apa, bahkan untuk berfikir dan mengucapkan sesuatupun tak dapat kulakukan.
Aku dipapah mas Galih berjalan hingga ditepi kuburmu. Kulihat wajahmu pucat berbalut kafan. Begitu damai, begitu tenang. Ah, kau memang seperti itu kan. Sok kalem, sok bijak, sok tenang.
Aku diam. Memandangi semua proses itu hingga kau tertutup oleh tanah. Semua berdoa. Aku masih saja diam, memandangi gundukan tanah sekarang. Lalu kaki-kaki beranjak menjauh, kau sendirian. Dan aku masih saja diam. Entah berapa lama aku berdiri akupun tak tahu hingga tepukan tangan mas Galih menyadarkanku.
"Ka, ayo pulang."
Aku tak ingin beranjak. Aku tak ingin meninggalkanmu sendirian. Tapi lengan mas Galih melingkar dipundakku dan sedikit menyeretku menjauh.
Kurasa saat itu mas Galih mengatakan sesuatu, tapi aku tak tahu apa. Kepalaku hanya ada kamu yang tinggal sendiri didalam gundukan tanah itu. Kau sendirian, dan aku tak menemanimu.
"Ka, ini buku yang kau berikan ke Awan. Dia membawanya saat kalian kecelakaan. Kami ingin membuang tas dan baju Awan yang dia pakai waktu itu. Tapi kurasa aku harus menyerahkan ini padamu, karena ini milikmu."
Aku menerima buku tebal bersampul coklat berjudul 'Bumi Manusia' dari Mas Galih.
"Ya sudah Lih, kami pamit pulang ya."
Sekarang ayahku yang memapahku pulang. Berjalan kaki tentu saja, rumah kita dekat kan.
Di kamar. Aku masih tak dapat memejamkan mata. Setiap kupejam mataku semua berkelebat dikepala, perayaan kelulusan, naik motor, truk, rumah sakit, makam.
Kubuka sampul buku Bumi Manusia yang kupegang. Kubaca sebuah tulisan, tulisanku sendiri.
"Apakah kita pernah berkisah untuk bersama selamanya?
Jika pernah, genggam saja itu.
Dan berhentilah bertanya. Apakah aku akan meninggalkanmu?"
Tiba-tiba dadaku sesak. Sungguh. Air mataku jatuh membasahi buku itu. Aku menangis. Meremas selimut. Dan berteriak.
Semua rasa sesal, sedih, sakit, menghujamiku seketika.
"Maaf..Awan...Maaf....Maaf." Rintihku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
Teen Fiction"Apakah kita pernah berkisah untuk bersama selamanya? Jika pernah, genggam saja itu. Dan berhentilah bertanya. Apakah aku akan meninggalkanmu?" Side Story Raka Wisnu Suryandaru. Cerita ketika Raka SMU, ketika masih ada sahabatnya, Awan.