"Aku harus mencari keberadaan orang tuaku Meg, hidup ataupun mati."
"Iya, aku tahu. Tapi bagaimana dengan kuliahmu G? Kau tidak bisa melewatkan ujianmu kali ini, beasiswamu akan di cabut!"
Aku tidak menghiraukan larangan Megan, dan aku memasukan kembali beberapa pakaian ke dalam tas ranselku.
"Aku tidak peduli, aku bisa mencari uang untuk membiayai pendidikanku Meg. Tapi aku tidak bisa melewatkan kesempatanku kali ini."
Aku juga memasukan beberapa benda yang harus aku bawa, seperti beberapa obat, pembalut, center, payung dan semprotan merica. Aku memasukan semuanya dengan random, entah apa yang lebih penting untuk di bawa berpergian jauh.
"Bahkan mendiang Grage akan memintamu untuk berhenti."
Ucapan Megan membuatku berhenti sejenak, namun ku buang jauh-jauh ingatanku tentang Grage, atau yang biasa aku panggil dengan Blue, kakakku satu-satunya yang sudah meninggal 7bulan lalu dengan mengenaskan. Dia seorang Polisi, dan meninggal di tembak oleh sekelompok penjahat saat sedang menyelidiki kasus hilangnya kedua orang tua kami.
Aku terus kembali mengecek barang-barang yang aku bawa, dan Meg terus mengoceh sembari bulak-balik mengekoriku.
"G, pergi sendirian kesana itu berbahaya."
"Meg, berhentilah bicara!"
Aku tak sengaja membentaknya, dan membuat Meg terkejut. Salahnya sendiri terus mengajakku bicara saat keadaanku benar-benar kacau.
"Aku tahu, aku tahu kau mengkhawatirkanku. Tapi Meg, ini satu-satunya harapanku, aku ingin memastikan apakah benar orang tuaku seperti apa yang mereka katakan?" Aku mengusap wajahku karena benar-benar frustasi.
Sebenarnya aku pun sudah muak dengan semua ini, tapi aku tidak bisa menyerah begitu saja. Bahkan kakakku Blue harus merelakan hidupnya saat mencoba mengorek sindikat yang berhubungan dengan keberadaan orang tua kami. Itulah yang membuatku tidak bisa berhenti, aku harus mencari tahu segalanya.
"Aku hanya bisa berdoa, kau bisa kembali dengan selamat." Ucap Megan dengan kesal lalu pergi meninggalkan kamarku.
Aku hanya bisa mendesah menatap kepergiannya dan merasa bersalah karena sudah membentaknya. Tapi aku tidak bisa diam disini, aku harus pergi.
Aku pergi di antar taksi, menuju bandara. Perasaanku sudah tak sabar dan sedikit khawatir juga, karena ini pertama kalinya aku pergi ke tempat yang cukup jauh dan sendirian dengan bermodalkan buku catatan milik Blue yang baru aku temukan beberapa hari itu. Terdapat alamat rumah disana, tertulis jalan Bratayudha No. 48 Jakarta Selatan, Indonesia. Disana juga bertuliskan nama seseorang yaitu Elyas dan Keegan.
Itulah satu-satunya tulisan dari catatan di buku Blue yang belum ia coret. Dan entah mengapa aku begitu yakin bahwa itu petunjuk terakhir yang belum sempat Blue telusuri, karena ia keburu mati di bunuh oleh seseorang yang aku yakini adalah komplotan di balik menghilangnya kedua orang tua kami.
💜
Setelah perjalanan yang hampir 14 jam, akhirnya aku menginjakan kakiku di Indonesia. Aku seperti anak ayam yang kehilangan induknya, walaupun nyatanya memang begitu tapi ini betulan seperti hilang arah, sampai satu menit berlalu aku berdiri di tempat yang sama dan menelisik kesekelilingku. Setelah itu aku memutuskan untuk menukar uang dan berjalan keluar bandara, menghampiri taksi yang sedang parkir di tepi jalan.
"Bisa antar saya ke alamat ini?"
Sang supir mengangguk, lalu mengantarku ke alamat yang akan aku tuju.
Setelah sampai di tempat yang aku maksud, aku turun dari taksi dan berjalan mendekati rumah yang alamatnya tertera dibuku Blue, lalu aku memencet bel di pagar rumah itu berkali-kali, namun tak ada seorangpun yang keluar. Aku bingung dan tidak tau harus melakukan apa. Aku menoleh ke arah anak-anak yang melintas memakai sepeda di depanku, aku mencoba menghentilan mereka untuk bertanya tapi mereka terus mencoba menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Am Drugs [Completed]
Romance[Dark Romance, Mature Content] "The strongest drugs that exists for a human is another human being" -unknown- Dean Allan Walington, Pria yang memiliki beberapa keahlian di bidang memasak, melukis dan berbisnis. Dia juga cukup tampan dan berpendidik...