harus

21 2 2
                                    

          Hasna bergerak gelisah di tempat duduknya.

Beberapa saat setelah laki-laki perokok tadi pergi, Hasna berniat membersihkan tokonya, ketika sampai di depan kios, di kursi panjang tepatnya, manik mata Hasna menangkap benda pipih yang terbuat dari kulit berwarna coklat tua.

     Hasna ragu-ragu mengambil benda itu.
Namun, pada akhirnya, ia mengambilnya juga, siapa tahu ia ingat dompet ini milik siapa, mungkin saja milik salah satu pelanggannya, kan? Ia bisa berusaha mengembalikannya jika ia ingat.

Namun, sudah hampir setengah jam, Hasna tak mampu mengingat siapa empu dari dompet itu.

Ia sebenarnya bisa saja membuka dompet itu dan menemukan kartu nama atau apapun itu yang bisa menjadi petunjuk. Namun, Hasna terlalu takut melakukannya.
Selain tidak sopan, ia merasa tidak mempunyai hak untuk melakukannya. Jangankan membuka dompet itu, memegangnya saja Hasna gemetaran.

Hasna akhirnya memutuskan menunggu Mang Erik datang dan meminta pendapat darinya.

Mang Erik memang berjanji akan datang hari ini karena hendak ke suatu tempat. Sebenarnya, Mang Erik memang ada perlu, namun bukan di tokonya itu. Hanya saja, karena tempatnya dekat, ia menyempatkan untuk datang.

***

    "assalamualaikum" Mang Erik masuk ke dalam toko dengan langkah riang. Ditangannya tertenteng satu bungkusan martabak.

"nih, dek. Bawa pulang, ya!" serunya semangat.

Hasna yang sedang menulis jumlah pendapatan harian di dalam buku penjualan, segera menengadah, kemudian, ia tersenyum lebar,
"waalaikumussalam," jawabnya.

Mang Erik meletakkan bungkusan itu diatas etalase.
Hasna melirik bungkusan itu. Ekspresinya seketika berubah.

"aduh, Mang. Tiap malam saya dibawakan makanan terus," ujar Hasna tidak enak.

Mang Erik tertawa,
"amboi, anggap saja aku ini abangmu, lah. Jangan panggil Mamang-Mamang segala, panggil Bang Erik saja. Lagipula umur kita tak terpaut jauh," Mang Erik—yang kini minta dipanggil Abang, tidak menanggapi ucapan Hasna sebelumnya.

Hasna ikut tertawa,
"Bang Erik, ya? Iya, iya, boleh" 

Hati Bang Erik berdesir lembut. Sudah lebih dari sebulan ia sering melihat tawa itu. Namun, hatinya tak pernah bisa mengelak bahwa ia menyukai tawa itu.

Ya, ia sepertinya mulai tertarik dengan gadis berhijab berwajah manis itu.

Tak mau berlama-lama terjebak dalam perasaannya, Bang Erik lebih memilih undur diri. Lagi pun, ia masih memiliki urusan di tempat lain.

"oi, dek, aku masih ada urusan. Kau jaga toko ini, ya! Bawa itu martabak ke rumah! Aku pergi dulu, Assalamualaikum," Bang Erik berujar sambil berlalu. Berharap secepatnya bisa menyembunyikan rona merah di pipinya demi melihat senyum manis yang terbingkai indah di wajah manis Hasna.

Hasna menjawab,
"waalaikumussalam"

***

    Hasna baru ingat jika ia seharusnya menanyakan pendapat Bang Erik mengenai dompet yang ia temukan tadi.

Hasna menepuk jidatnya sendiri.

Lupa, batinnya

Akhirnya, ragu-ragu Hasna mengambil dompet yang ia simpan di dalam laci itu.

Dipegangnya dompet itu. Ragu-ragu pula hendak membuka atau tidak.

Akhirnya, Hasna memutuskan untuk mencari petunjuk terdekat—yang mungkin bisa menolongnya mencari pemilik dompet itu, yang tak lain lagi, di dalam dompet itu sendiri.

Hasna menghembuskan napas lega ketika melihat ada satu foto terpajang rapi di dalam dompet itu.  Foto seorang laki-laki dan perempuan.

    hasna mengernyit mencoba mengingat siapa gerangan laki-laki berambut acak-acakan di dalam foto itu.
Mata Hasna seketika membulat,

Laki-laki perokok itu!

Hasna meneguk ludah. Padahal, ia sudah berharap agar tak berurusan lagi dengan orang macam laki-laki itu.

Hasna melirik ujung kiri bawah foto itu, tertulis :

Adinda Meysari Putri - Argavito Dwi Redangga

***

Huehue, author tak menyangka bisa menulis 1 part ini (Ya Allah,, seneng bangett!)😆😆😆

Thanks yang udah support author sampai sekarang ini! 😍❤

Do'ain agar author bisa terus nulis dan semoga cerita ini bisa memberi pelajaran yang baik buat para readers sekaliaan 😢💕💕

Aamiin,

Arigatou!
                                                       ~madie


mesogavitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang