sekolah

10 2 1
                                    

"astagfirullah, astagfirullah... Ya Allah, telat banget!" Hasna berlari-lari menuju kios Bang Erik. Ia semalaman tak bisa tidur mengingat nasib pendidikannya yang telah terlantar berhari-hari. Ia pusing sendiri memikirkannya hingga mengalami insomnia hebat. Bergelung kesana kemari, dari gaya kucing sampai gaya beruang, tak ada yang sanggup membuat matanya terpejam.

"Assalamualaikum, Bang! Maaf Ha-Hasna.... Huuffft" Hasna berhenti tepat di depan rolling door kios.
Bang Erik yang baru beres-beres langsung mendekat. Wajahnya terlihat cemas melihat gurat wajah Hasna yang kelelahan serta tampak kurang sehat.

Hasna mengangkat satu tangannya tanda baik-baik saja. Bang Erik mengangguk - angguk. Meski masih tampak cemas, namun ia tetap mempersilahkan Hasna masuk ke kios.

Hasna duduk sebentar untuk mengatur napas. Ia benar-benar tak tau mengapa ia seperti ini. Ia menarik napas berkali-kali, lalu menghembuskannya.
Bang Erik kebingungan sendiri, akhirnya ia mengambilkan minum hangat saja untuk Hasna.

Hasna duduk diujung kiri bangku, sedangkan Bang Erik diujung satunya. Bang Erik mengernyit khawatir sembari membawa gelas berisi air hangat.

Sementara Hasna menetralisir sesak di dadanya, Bang Erik merutuki diri sendiri,

Mengapa pula aku teledor?

Aku seharusnya lebih paham tentang dia

Teledor! Dasar Erik teledor!

Lain kali kujemput saja kalau perlu.

Hasna menarik napas panjang, sesak itu berangsur hilang. Bang Erik cepat membaca gerakan Hasna, ia segera menyodorkan gelas itu dari tempatnya duduk. Hasna pun menerimanya dari tempatnya duduk.

Memang sejak awal bertemu, Hasna selalu membatasi jarak antara laki-laki dengan perempuan. Bang Erik pun adalah lelaki baik-baik. Ia tak pernah berniat macam-macam, karena Mak dan almarhum Abahnya selalu menegaskan bahwa lelaki terhormat adalah ia yang selalu menjaga pandangannya serta berlaku "laki" . Tak ada kata 'macam-macam' dalam kamus Bang Erik.

Ia adalah lelaki, dalam artian sesungguhnya.

Hasna sudah membaik. Ia tertawa kikuk,
"maaf, Bang. Aduh, jadi merepotkan. Ini Hasna cuci dulu gelasnya" tanpa menunggu persetujuan dari Bang Erik, ia langsung ke belakang kios untuk mencuci gelas tersebut. Disana memang disediakan tempat seperti dapur untuk mencuci dan memasak masakan ringan. Mengingat Bang Erik dulu bekerja sendirian, ia benar-benar membutuhkan dapur kecil itu untuk memasak kebutuhan pangannya karena ia bekerja dari pagi sampai malam. Ia mengaku tak suka membeli makanan. Meskipun praktis, ia lebih memilih memasak sendiri. Sekalian belajar, katanya.

Bang Erik bahkan tak sempat mencegah Hasna untuk mencuci. Sekembalinya Hasna dari dapur, Bang Erik bertanya cemas,
"kau ini kenapa pula, hah? Mata kau bengkak macam tak tidur semalaman"

Hasna mengangguk. Memang begitu. Bang Erik sempat tak paham mengapa Hasna mengangguk, hingga akhirnya tersadar sendiri,

"Oo alamak! Kau betulan tak tidur semalaman?!"

Hasna lagi-lagi mengangguk.

Bang Erik menepuk jidatnya,
"kenapa kau ini tak tidur? Tau hari ini banyak kerjaan. Sakit ini jadinya"
Entah mengapa Bang Erik jadi berkata sewot begitu. Ia bahkan bertanya pada dirinya sendiri yang juga menggeleng tak tahu.

Hasna tertawa pelan. Dihembuskannya napas panjang diikuti dengan untaian penjelasannya,
"Semalam Hasna kepikiran tentang sekolah, sampai lupa caranya tidur, hahaha." Hasna tertawa hambar.

Bang Erik melotot.

Owalah, sekolah ternyata.

"kau ingin sekolah rupanya?" Bang Erik berkata gemas,
"sampai tak tidur. Kasihan sekali anak satu ini." Berderai tawa lepas dari mulut keduanya.
Bang Erik akhirnya memulai percakapan serius,

"kenapa tak daftar saja? Sampai kepikiran begitu"

Hasna menoleh,

"Ya. Hasna juga sedang usaha, Hasna hanya bingung dimana harus mencari sekolah. Ini bukan tempat Hasna. Hasna tidak tahu apa-apa, Bang," jawabnya kikuk.

Bang Erik tertawa lagi,
"Alamak, kau ini, macam tak kenal Erik Bastian! Tinggal bilang saja 'carikan sekolah, Bang'. Kupastikan besoknya kau sudah duduk di bangku kelas! Hahaha"

Hasna hanya tersenyum. Bang Erik seketika berhenti tertawa, ia ikut tersenyum kikuk. Ia jelas mengakui bahwa senyum seorang gadis bernama Hasna memang cantik sekali. Namun, ia ingat pesan orangtuanya untuk menjaga pandangan.

Ia akhirnya memasang tampang cerianya dan berkata,
"Kau sama sekali tak tahu dimana ingin sekolah?"

Hasna menggeleng, namun segera mengangkat wajahnya seperti mengingat sesuatu. Matanya melebar, tangannya memukul bangku kayu. Membuat Bang Erik terperanjat,

"sapi, sapi"

Bang Erik refleks mengatakan itu karena ia sedikit latah sebetulnya. Ia mengusap dadanya sembari menetralisir keterkejutan. Ia menatap Hasna dongkol. Hasna yang melihat hal itu tertawa sebentar kemudian meneruskan,

"Hah, Bang! Aku ingat! Kalau sekolah yang berlogo burung garuda emas dan ditengahnya ada tulisan entah apa itu, apa, Bang namanya?"
Hasna ingat ketika ia melihat laki-laki bernama argavito mengenakan seragam dengan logo itu di saku atas.

Bang Erik melotot sekali lagi, wajahnya sedikit pias. Ia menggeram sebentar, Hasna bergidik.

Bang Erik menatap Hasna tajam,
"Jangan. Jangan sekolah di sana! Apapun alasannya, jangan. J-a-n-g-a-n! Aku tak akan merestui!"

Hasna mengernyit heran,
"kenapa, Bang?"

Bang Erik menghembuskan napas berat. Seketika memori otaknya mengulang kejadian yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Namun, ia sama sekali enggan bercerita masa-masa itu pada perempuan di sampingnya. Semua itu adalah masalalu. Tak perlu diungkit. Namun, ia juga sama sekali enggan melihat perempuan di sampingnya bersekolah di sana. Karena yang jelas, sekolah itu bukanlah tempat yang cukup baik,

"kau sekolah di tempat lain saja. Dimana saja asal jangan di Taruna Jati."

Hasna menarik napas,
"lalu dimana? Hasna betul-betul tidak tahu, Bang"

Bang Erik menghembuskan napas,
"sudahlah. Usahlah kau pikirkan. Biar aku cari jalan keluarnya. Fokuslah mencari referensi pelajaran saja"

Hasna mengangguk pelan.

Diam-diam, dibalik tirai mata indahnya, ada sebutir air mata yang tertahan. Ada sebuah haru yang menunggu waktu untuk dilepaskan.

***

    

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

mesogavitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang