BAB III
"Sita!" Sita menelan ludah saat namanya dipanggil oleh Pak Ardian. Dengan gerakan perlahan, dia memutar tubuh agar berhadapan dengan Pak Ardian. Nampan yang dia pegang dipeluk erat, seakan bisa melindunginya dari Pak Ardian. "Apa-apaan, ini!" Ardian melempar cangkirnya pelan, hanya menggertak. Sita membeku, dia tidak bisa membela diri karena dia memang salah.
Dua minggu ini, Sita memang menjalankan tugasnya sebagai pegawai yang baik. Dengan rutin, dia membuat dan mengantarkan kopi untuk Pak Ardian. Sita kira dengan begitu Pak Ardian akan sedikit melunak, namun dia salah. Pak Ardian memang tidak terlalu sering membentak, namun ada kesalahan sedikit saja, kata-kata pedas dan tatapan tajam harus siap diterima.
Tetapi pagi ini, sebuah niat jahat tiba-tiba saja terlintas di kepala Sita. Kemarin Pak Ardian marah-marah karena dia lupa mencantumkannama salah satu klien di proposal. Kesalahan yang menurut Sita bukan murni salahnya karena Pak Ardianlah yang menyerahkan daftar nama klien. Jadi tadi sat membuat kopi, Sita dengan sengaja menambahkan setengah sendok merica. Cukup untuk membuat Pak Ardian marah seperti sekarang.
"Maksud kamu apa? Mau ngeracunin saya?" Pak Ardian kini sudah di depan Sita, menatapnya dengan tatapan galak. Sita menggeleng, dia... ah, dia juga tidak mengerti kenapa nekat melakukan itu.
"Kamu Cuma disuruh bikin kopi, susah? Kamu keberatan? Kalau keberatan bilang dari awal! Jangan mentang-mentang kamu anak baru terus bisa sesukanya, ya! Saya tau Pak Tio yang ngerokomendasiin kamu, tapi kalau kamu sama atasan sendiri nggak hormat, saya bisa pecat kamu!"
Mata Sita perih, menahan air mata yang hampir keluar. Entah kenapa dadanya sesak, dia tidak boleh dipecat!. Sita sudah jauh-jauh datang kemari, tidak mungkin dia pulang begitu saja. Ibu dan Bapak pasti kecewa. Dan jika dia dipecat, kesempatannya ke depan untuk mencari pekerjaan pasti akan tersendat.
"Pak, ini..." Suara Akbar yang memasuki ruangan tertahan di udara. Akbar terdiam sesaat melihat Sita yang menunduk dalam dan Pak Ardian di depannya. Ardia yang menyadari kehadiran Akbar memberi isyarat agar dia masuk ke dalam ruangan.
"Akbar," panggil Ardian dengan matanya tetap terpaku pada Sita.
"Iya, Pak?"
"Kamu bisa, kan, nyari orang buat ngisi bagian divisi manager pemasaran? Hari ini juga. Orang yang kompeten dan tidak pendendam."
Akbar menelan ludah. Tidak mungkin Sita dipecat, kan?.
"Jangan pecat saya, Pak," lirih Sita. Perempuan ini perlu mengumpulkan keberanian demi mengucapkan kalimat itu. "saya janji, saya akan bikinin Pak Ardian kopi setiap pagi, yang enak Terus saya juga akan kompeten, saya akan ngerjain semua pekerjaan dengan detail dan tepat waktu. Jadi jangan pecat saya, ya," lanjutnya.
Ardian tampak memikirkan sesuatu.
"Oke, saya nggak akan mecat kamu, tapi saya perlu jaminan. Minum kopi saya!" Sita mendongak, sementara Akbar tampak bertanya-tanya. Tapi Sita menurut, dia berjalan pelan ke meja Ardian untuk mengambil kopinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Issues
General FictionTidak ada hal yang lebih mengejutkan Sita daripada saat Ardian melamarnya. Aneh? Tentu saja! Ardian adalah bos yang sangat dia benci. Baginya, Ardian selalu memberi masalah dalam kehidupan Sita. Tiada hari tanpa pertengkaran di antara mereka berdua...