Ketika tiba di kampung, Siska pergi bersilaturahim ke rumah saudara-saudaranya. Tak lama kemudian, Siska sudah mulai masuk ke sekolah menengah pertama(SMP) sambil belajar agama di sebuah pesantren yang dekat dari sekolahnya. Saat pertama masuk sekolah, Siska belum bisa berbicara bahasa jawa. Dia pun bingung saat ditanya oleh teman barunya. Siska hanya bisa menjawab dengan senyuman ramah kepada mereka. Karena ia tidak bisa menjawab semua pertanyaan teman barunya itu.
Hari terus berjalan. Hari-hari Siska dipenuhi dengan berbagai macam lika-liku. Terkadang sedih, bahagia, ceria, kecewa, bahkan hingga menangis yang berkepanjangan, yang tak kunjung-kunjung berhenti.
Namun, menurut Siska lebih banyak kenangan pahit dan perasaan sedih disana. Tapi dia tetap menjalani hidupnya disana dengan berusaha menguat-nguatkan diri untuk selalu tersenyum supaya tidak ada orang lain yang mengira kalau dirinya sebenarnya tidak begitu nyaman berada di desa. Semua itu ia rela lakukan agar bisa membuat kedua orang tuanya merasa bahagia di sana.
