Pengakuan

420 53 10
                                    

Hari itu sangat cerah. Ramuda sedang duduk di taman sambil memegang sketch book nya. Matanya menatap kosong buku itu.

"....mura"

"amemura"

"RAMUDA"

Jakurai berteriak tepat di sampingnya. Ramuda terkejut mendengar teriakan itu. Bukan karena kerasnya teriakan itu, tapi untuk pertama kalinya Jakurai memanggilnya menggunakan nama depannya.

Jakurai pun duduk disampingnya, lalu melirik buku yang di pegang Ramuda. Ramuda yang tersadar dengan gambar yang ada di bukunya, langsung menutup buku itu. Lalu mengalihkan perhatian Jakurai dari buku tersebut.

"Ada apa Jakurai~?" kata Ramuda dengan suara cemprengnya itu.

"Tidak ada. Hanya saja tadi aku tiba-tiba melihatmu yang sedang duduk sambil menatap kosong sketch book mu. Apa kau ada masalah? " tanya Jakurai. Dari nada suaranya, terlihat jelas Jakurai khawatir dengan Ramuda.

"Tidak ada masalah kok~. Hanya saja aku belum mendapat ide untuk desain ku yang selanjutnya" kata Ramuda sambil menutup matanya.

Suasana hati Ramuda saat itu sedang tidak bagus. Ya, begitulah menurut penglihatan Jakurai. Jakurai diam saja. Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat sahabatnya itu bergembira.

"Ne... Jakurai... " kata Ramuda sambil menatap lurus ke depan. Ia tidak menghiraukan tatapan bingung Jakurai.

"Apa kau punya waktu nanti malam?  Aku ingin menikmati malam natal dengan sahabat ku. Apa kau mau?"

Sejenak, Jakurai menatap Ramuda. Ia merasa ada nada kesepian di balik suara riangnya.

"Baiklah. Aku juga tidak begitu sibuk nanti malam. Kita ketemu dimana?"

"Bagaimana kalau kita ketemu di patung hachiko?"

"Ide bagus. Kalau kita ketemu disana aku pasti akan menemukan mu dengan mudah Amemura-kun" canda Jakurai.

"Mou~ dasar kau ini" Ramuda menggembungkan pipinya.
.
.
.
.
.
.
.
.

Malam itu, Ramuda menunggu di tempat yang di janjikan. Suasana malam natal di Shibuya saat itu sangat ramai. Cahaya-cahaya dari lampu yang menempel di pohon natal sangat indah dan beragam. Ramuda mulai gugup. Ia berencana untuk mengungkapkan perasaannya pada Jakurai. Di saat yang sama ia takut Jakurai menolaknya bahkan menjauhinya. Namun pikiran itu ia hapus. Ia merasa bahwa dia harus mengatakannya. Tiba-tiba ia mendengar suara Jakurai memanggilnya. Jakurai dengan jaket tebal nya saat itu terlihat sangat keren.

"Maaf, aku telat. Apa kau telah lama menunggu?" tanya Jakurai dengan nafas yang masih tersengal-sengal.

"Tidak. Aku baru sampai kok. Lagipula, aku yang datang terlalu cepat" kata Ramuda sambil tersenyum.
"Sekarang kita ke mana ya~?" tanya Ramuda dengan jari telunjuk berada di dagunya.

"Bagaimana kalau ke Shibuya Niku Yokocho? Suasana saat ini sangat bagus untuk makan daging dan juga minum sake" kata Jakurai dengan wajah polos nya.

"Baiklah. Ayo pergi" kata Ramuda. Namun ia terhenti beberapa saat. Ia ingat bahwa Jakurai tidak kuat minum sake.

"Hey, kau tidak kuat minum sake. Aku tidak mau mendapat masalah karena kau mabuk setelah minun sake nanti. Kita jalan-jalan saja  di sekitar perempatan sana. Pemandangan orang-orang yang lalu-lalang saat natal tidak buruk juga~" kata Ramuda sambil mengeluarkan lolipop kesukaannya.

"Ya maaf kalau aku gak kuat minum. Kalau begitu ayo ke sana"kata Jakurai sambil menggenggam tangan Ramuda. Sontak Ramuda kaget sambil  menatap Jakurai. Jakurai yang melihat reaksi Ramuda kemudian berkata "lebih baik kita berpegangan saja. Aku takut nanti kau malah hilang dan aku tidak dapat menemukan mu karena tubuh pendek mu" Jakurai tertawa kecil. Sementara Ramuda menggembungkan pipinya karena ledekan Jakurai.

Mereka berjalan dalam diam sambil menikmati pemandangan yang ramai itu. Ramuda menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan perlahan. Jantungnya berdegub sangat kencang. Ia bahkan takut Jakurai mendengar suara detak Jantungnya itu.

Ramuda berhenti. Jakurai menoleh ke belakang. Ia melihat Ramuda meremas ujung jaketnya dan wajahnya memerah. Ramuda pun menarik nafas untuk menghilangkan kegugupan nya dan setelah ia tenang, ia menatap Jakurai dan berkata "Ja-Jakurai...."

Jakurai dengan ketidakpekaannya menatap Ramuda bingung dan berkata "Ya? Ada apa Amemura-kun?"

"A-aku...... Aku me-menyukai mu...... Ma-mau kah kau jadi pacar ku?"

Hening. Tidak ada suara diantara mereka. Jakurai menunjukkan wajah terkejutnya. Ya, dia sangat terkejut mendengar pengakuan sahabatnya itu. Sesaat ia berpikir, bahwa ia hanya salah dengar. Namun, melihat tingkah laku Ramuda yang malu-malu dan wajahnya yang menunduk menyembunyikan warna merah merona dipipinya, Jakurai merasa dia tidak salah dengar. Sesaat Jakurai menarik nafas untuk menenangkan diri. Kemudian menatap Ramuda yang dari tadi menunggu jawaban pria cantik di hadapannya ini.

"Maafkan aku Amemura-kun, tapi kita ini sesama pria. Lagi pula aku sudah menganggap mu sebagai sahabat ku sejak dulu. Kalau kita menjalin hubungan lebih dari ini, apa yang akan orang-orang katakan nantinya "

Ramuda yang mendengar jawaban itu tersenyum kecut. Hati nya serasa ditusuk seribu jarum. Sakit, perih, hatinya remuk. Kemudian menjawab Jakurai "Iya juga ya~ hahaha....maafkan aku Jakurai, lupakan saja apa yang barusan ku katakan. Lagipula, aku hanya bercanda~" suaranya bergetar, disudut matanya, terlihat butiran bening yang dia tahan mati-matian agar tidak jatuh. Untungnya, Ramuda berada disisi yang gelap sehingga Jakurai tidak melihat butiran bening yang masih tertahan di sudut mata Ramuda. Hening masih menyelimuti suasana diantara mereka berdua. Kemudian muncul butiran putih menyelimuti mereka. Salju turun dengan lembutnya menutupi Shibuya. Ramuda menatap langit yang menghujani mereka dengan salju. Ia terlihat menikmati salju tersebut. Jakurai kemudian melirik jam tangannya dan kemudian berkata "Ini sudah terlalu malam. Ayo kita pulang, Amemura-kun".

Namun, yang di panggil menjawab "Kau duluan saja Jakurai~ aku masih ingin menikmati keindahan salju ini~" ia bahkan tidak menoleh ke arah  Jakurai.
"Suhu nya sekarang ini sangat dingin. Nanti kau bisa sakit Amemura-kun" Jakurai terdengar khawatir dengan sahabatnya itu. Namun Ramuda menggeleng. Akhirnya, Jakurai menyerah. Ia pun pulang sendirian. Setelah Jakurai pergi, cairan bening yang dia tahan daritadi mulai membanjiri wajah mulus nya. Pertahanan yang ia buat seketika hancur. Ia berjalan menunduk pergi ke lorong sepi yang tidak jauh dari tempat mereka tadi. Ia menangis sejadi-jadinya disana. Ia menangis namun tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Suara itu tertahan di tenggorokannya. Menangis yang paling menyakitkan itu kalau kita menangis tanpa mengeluarkan suara. Ramuda memeluk lututnya. Hatinya sudah hancur. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana besok di hadapan Jakurai. Setelah puas menangis, Ramuda pun pulang ke rumahnya dengan wajah lesu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Maaf pemirsah kalau ceritanya makin abstrak. 🙏🙏

Miracle in DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang