Red Snow

433 57 22
                                    

Sesampainya di rumah, Ramuda di sambut oleh tatapan heran rekan satu tim nya, Gentaro dan Daisu. Mereka menatap pria cebol yang tampak lesu dan mata memerah. Mereka dapat menerka bahwa Ramuda menangis di suatu tempat. Ramuda bukanlah tipe orang yang menangis karena hal yang sepele. Gentaro sudah mencoba memanggilnya berkali-kali, namun Ramuda mengabaikannya.

Setelah pengakuannya itu, Ramuda mulai jarang keluar rumah. Ia hanya keluar apabila ia kekurangan bahan untuk rancangannya.
.
.
.
.
.
.

Suatu pagi, saat Gentaro, Daisu, dan Ramuda sarapan bersama, Gentaro pun bertanya karena tidak tahan dengan keadaan menyedihkan leadernya itu.

"Ramuda, apa kau sedang ada masalah?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu Gentaro~"suara cempreng dan cerianya itu menjawab Gentaro

Gentaro tau kalau Ramuda menutupi masalahnya. Daisu sedari tadi hanya menatap kedua rekannya itu dengan tatapan bingung.

"Ne.... Ramuda, akhir-akhir ini apa kau sibuk? Soalnya kau jarang keluar dari ruang kerja mu" kata Daisu sembari melanjutkan makannya.

"Ya~aku sibuk mengerjakan gaun pengantinnya onee-san~"

"Apakah itu benar Ramuda? Karena dari raut wajahmu, sepertinya kau sedang menutupi sesuatu. Dan lagi beberapa hari yang lalu kau terlihat sangat murung dan juga mata mu sembab seperti habis menangis. Apa kau yakin sekarang kau baik-baik saja?" tanya Gentaro dengan raut wajah khawatir dengan keadaan pemimpin nya itu.

"ne~ Gentaro, apa kau khawatir padaku? Heheheh..... Ternyata Gentaro peduli padaku~ ureshi ne~" kata Ramuda dengan wajah yang kelewat ceria dan mata berbinar-binar.

"ya, aku memang peduli padamu"

"benarkah~?" tanya Ramuda antusias.

"tapi boong" kata Gentaro.

"Hidoi~ Gentaro hidoiii..." kata Ramuda setelah mendengar kata-kata kesukaan Gentaro

"Daisu, apa kau peduli padaku~?" tanya Ramuda antusias ditambah dengan puppy eyesnya.

Daisu berpikir sejenak dan kemudian ia berkata "aku lebih peduli pada makanan dan uang daripada ketua cebol dan berisik seperti mu" kata Daisu sambil melanjutkan makannya.

"Tidaaaak~,tidak ada yang peduli padaku. Kalian semua jahat" kata Ramuda sambil berpura-pura sedih.

"ma~ma....lanjutkan saja sarapanmu Ramuda" lanjut Gentaro. Ia tidak lagi melanjutkan interogasinya pada Ramuda karena sepertinya ketuanya itu tidak ingin membahasnya dan lagi, ia takut sisi buas Ramuda terbangun.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Suatu hari, Ramuda pergi berbelanja ke Shinjuku. Kalau bukan karena bahan untuk rancangannya, ia tidak akan pernah menginjakkan kakinya kesana. Dari kejauhan, Ramuda bisa melihat Jakurai berjalan berlawanan arah dengannya. Namun, ia memilih untuk mengabaikannya. Ia tidak ingin rasa sakit di hatinya datang lagi. Ketika Ramuda melewati Jakurai, dalam hati kecilnya, ia ingin sekali Jakurai menyadarinya namun ternyata tidak. Jakurai bahkan tidak menoleh sedikit pun. Sambil menahan rasa sakitnya, ia melanjutkan perjalanannya kembai.

Sesaat setelah Ramuda memalingkan kepalanya dan melanjutkan perjalanannya, Jakurai menoleh ke belakang. Ia merasa seperti melihat sosok Ramuda. Namun, setelah melihat ke belakangnya, ia tidak melihat siapapun yang mirip dengan makhkul berambut pink itu. Jakurai melanjutkan perjalanannya ke rumahnya sambil terlarut dengan pikirannya yang di penuhi oleh Ramuda. Ya, siang itu ia pulang lebih awal karena di rumah sakit, ia tidak dapat berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Ia masih teringat perkataan Ramuda di malam natal itu. Jujur saja, saat Ramuda menyatakan perasaannya, jantungnya berdegub kencang. Ia bahkan tidak tau perasaan apa yang dialaminya saat itu. Namun, saat ia menolak Ramuda, hatinya terasa sangat sakit.

Ramuda langsung menyelesaikan urusannya di shinjuku dan hendak pulang ke shibuya. Ketika hendak pulang, ia melihat Jakurai keluar dari toko buku sambil membaca buku ukuran kecil dan tipis. Ramuda menggelengkan kepalanya berusaha agar melupakan perasaannya pada Jakurai. Setelah sampai di lampu merah, Ramuda mengambil jarak yang agak jauh dari Jakurai agar tidak dikira ia memata-matai Jakurai. Lampu merah pun berganti menjadi lampu hijau bagi pejalan kaki. Jakurai kemudian melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah dengan buku yang masih ia baca. Tanpa Jakurai sadari, ada mobil mengarah ke Jakurai dengan kecepatan tinggi. Ramuda yang sedari tadi memperhatikan Jakurai, sadar bahwa nyawa Jakurai berada dalam bahaya.

Barang belanjaannya ia tinggalkan demi mengejar Jakurai. 'Setidaknya, aku harus jadi sahabat yang baik baginya' pikir Ramuda. Ramuda kemudian menghantamkan tubuhnya ke arah Jakurai. Jakurai yang terkena tubuh mungil Ramuda itu, terhempas ke seberang jalan. Ia sangat terkejut dengan apa yang mengenainya.

Ramuda berhasil menyelamatkan nyawa Jakurai. Namun naas bagi Ramuda, ia kesulitan berjalan karena kakinya keseleo. Masih belum nyambung dengan apa yang terjadi, Ramuda tertabrak mobil di depan mata Jakurai. Seakan dalam gerakan slow motion, Jakurai membaca gerakan bibir Ramuda yang mengatakan 'Gomenne~Jakurai, Suki desu ne~'. Tubuh Ramuda terhempas sejauh satu meter dari tempat ia di tabrak. Jakurai langsung menghampiri Ramuda untuk memeriksa keadaannya. Ia mengguncangkan tubuh Ramuda yang perlahan mulai dingin karena ia kehilangan banyak darah. Tanpa Jakurai sadari air matanya menetes. Air matanya menetes membasahi wajah Ramuda dan salju yang sudah terkena darah Ramuda yang menempel di badan pria cebol itu.
Saat itu juga, ia menyadari bahwa Ramuda memang mencintainya dari hati terdalamnya. Ia merutuki dirinya yang bodoh dan tidak peka itu.

Flashback Off

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

Halo pemirsa
Maaf ya kalo ceritanya gak nyambung bahkan up nya juga lama 😌😌
Semoga pembaca sekalian suka dengan cerita ini
Terimakasih

Miracle in DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang