Sayonara, Aishiteru Ramuda

473 56 6
                                    

Setelah pemakaman kemarin, Jakurai belum keluar dari kamarnya. Hifumi dan Doppo juga saat ini sangat khawatir dengan kondisi leadernya itu. Saat di pemakaman kemarin, mereka tahu bahwa ternyata Ramuda jatuh hati pada sang dokter. Mereka tahu karena Gentaro sendiri yang memberitahukannya pada mereka saat melihat kondisi Jakurai yang sangat syok karena kepergian Ramuda. Gentaro sendiri memperkirakan bahwa sebenarnya Jakurai juga menyukai Ramuda, namun ia sendiri tidak menyadarinya sampai ketika Ramuda menyatakan perasaannya dan menyelamatkan nyawanya.

Tok tok tok

Terdengar suara pintu kamarnya di ketok seseorang dari luar. Namun ia memilih mengabaikannya. Ia tidak ingin keluar sekarang. Rasa bersalah masih melingkupi hatinya.

"Sensei, ayo makan malam. Sejak kemarin sensei belum makan sedikit pun sensei" kata Hifumi memanggil. Doppo yang ada di sampingnya panik dan khawatir kalau mereka mengganggu Jakurai di kamarnya.

"Su-sumimasen sensei, Hi-hifumi, jangan ganggu sensei. Sensei butuh ketenangan sekarang" kata Doppo sambil menarik Hifumi untuk pergi dari sana.

"Tapi Doppo, aku khawatir sensei akan sakit. Sejak pulang dari pemakaman kemarin sensei belum makan apapun." jawab Hifumi yang masih belum mau beranjak dari tempatnya.

"Kalian duluan saja Hifumi-kun , Doppo-kun. Aku akan makan nanti" jawab Jakurai dari dalam kamarnya yang membuat Hifumi dan Doppo terkejut. Namun yang lebih mengejutkannya lagi, suara Jakurai yang sangat parau. Mereka menebak bahwa Jakurai menangis didalam sana. Karena mereka telah mendapatkan jawaban dari Jakurai, mereka berdua pun pergi dari sana.

Sedangkan Jakurai? Saat Hifumi mengajaknya makan malam tadi, ia melihat ke arah jam dinding yang ada dikamarnya. Ternyata sudah malam. Sudah berapa lama dia disana? sudah berapa hari terlewatkan? hatinya bertanya-tanya.

Kepalanya terasa pusing. Mungkin efek dari menangis dan juga perut yang belum diisi apapun. Jakurai menutup matanya. Mencoba untuk tertidur agar sakit di kepalanya hilang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Langit sangat cerah. Jakurai menatap sekelilingnya. Dia duduk di taman seperti biasa dengan pria bersurai pink yang pendek dan punya suara cempreng. Jakurai meletakkan bukunya disampingnya dan langsung memeluk Ramuda.

Yang di peluk merasa terkejut namun ia mengelus punggung itu dengan lembut.

"Ne~ ada apa Jakurai? kenapa kau terlihat lesu~?" tanyanya dengan suara riang seperti biasanya.

Ahh....betapa rindunya Jakurai akan suara ini. Suara yang selalu membuat hati dan pikirannya terbebas dari rasa stress yang menghampirinya dari pekerjaannya sebagai dokter.

"Aku sangat merindukan mu Ramuda. Gomen...gomen..." Jakurai menangis seraya memeluk Ramuda. Ia minta maaf di tengah tangisannya itu.

Tangan Ramuda yang mungil itu mengelus kepala Jakurai dan berkata

"Heeee~ kemana Jakurai yang selama ini menjaga imejnya yang cool itu~?Dan lagi kenapa kau meminta maaf ne~?"

Jakurai masih belum melepaskan pelukannya. Ia tidak menjawab pertanyaan Ramuda. Ia sendiri tahu bahwa minta maaf saja tidaklah cukup.

"Karena aku, kau sampai seperti ini, Ramuda-kun. Aku tahu bahwa minta maaf saja, tidak cukup. Aku sangat menyedihkan" kata Jakurai sambi menahan suaranya yang bergetar.

Miracle in DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang