Greg melesat kearah empat orang yang menyambutnya. Sontak keempat orang dihadapannya sedikit membuka formasi mereka. Setengah melompat, mereka menarik sebuah pedang yang telah disembunyikan baik - baik dalam jubah mereka.
"Hm, licik." Decak Greg seraya mengambil langkah lebar sedikit memutar. Dia menebaskan pedangnya pada salah satu orang berjubah. Darah tersirat, mengotori lantai emas dibangunan itu.
Sang tertebas, menatap pilu pada Greg dari balik tudungnya. Terdengar gertakan gigi, lalu raungan penanda sakit. "Argh... psikopat... aku berharap..." Dan dia terjatuh lemas.
Greg mengamati musuhnya yang kini terbujur kaku. Senyumnya kini kian melebar, bengis.
"Hm hm hm..." Lanjut Greg, bergumam ringan. "Siapa selanjutnya?"
Tiga orang dihadapannya menatap Greg tajam, dipenuhi keinginan membunuh, namun tertahan. Jess muncul dari balik bayang, mengamati mayat orang yang telah berjuang untuknya. Lalu dia terisak.
"Greg... bukankah hal ini pilu?" Ucap Jess seraya menutup kedua matanya. Suaranya serak, tangisnya makin menjadi.
Greg melihat aksi Jess sambil berdiam diri. Enggan berbuat apa - apa, namun tubuhnya tetap dalam keadaan siap. Dia tahu jika orang yang dihadapinya, walau kini seakan dalam keadaan remuk, tetaplah sebuah ancaman baginya.
"Bukankah seorang psikopat tidak berperasaan?" Greg tersenyum santai pada lawan bicaranya. Jess, mendengar perkataan Greg, langsung maju menyerangnya. Dia tahu Greg tidak menanggapi bualannya.
Mundur satu langkah, Greg menghindari tebasan horizontal Jess. Lalu ia melesat ke sebelah kanan lawannya, untuk menusukkan sebilah pisau yang telah ia asah sedemikian rupa. Benda tajam itu, andai ia mengenai targetnya, bukan tidak pasti si target akan mati.
Dan diluar dugaan, Jess melompat, lalu berputar di udara, menembus tusukan Greg. Ia segera mengambil kuda - kuda dan menusuknya balik, hanya untuk ditangkis oleh tangan kiri Greg, yang semenjak tadi masih dalam posisi menusuk. Dengan cepat, kaki Greg menjegal Jess. Jess kehilangan keseimbangan dan mulai jatuh ketanah. Greg yang kini mendapat keuntungan, segera menjejakkan kakinya ke tanah, lalu dalam sekejap ia sudah kembali berdiri tegap.
Jess yang terjatuh ketanah segera menggunakan kedua tangannya untuk menopang tubuhnya dan segera kembali berdiri. Ia kini menatap Greg serius, sadar bahwa orang yang ada dihadapannya saat ini bukan lagi seorang manusia, orang itu iblis -- yang dahulu menghabisi musuhnya tanpa belas kasih --.
Tak membuang waktu, Jess memasang kuda - kuda. Ia melesat lurus, berniat menghabisi Greg dalam satu serangan terakhir. Ketiga temannya ia perintahkan untuk berpencar. Dua dari mereka, menyebar ke kanan dan kiri. Dan satu temannya ia perintahkan untuk tetap berada di belakang, melindungi Jess dari serangan tak terduga dari Greg.
Dua orang kiriman Jess menyerang Greg dari dua arah, menebas bagian atas dan bawah tubuh Greg. Greg menangkis masing - masing serangan itu dengan mudah dan merespon dengan mengambil langkah mundur kebelakang. Ia terus mundur, menjauh dari penyerang yang dengan agresif mengayunkan pisau mereka. Hingga situasi sesuai dengan kemauan Greg. Diposisi tertentu, Greg menyatu dengan kegelapan yang ada di ruang itu.
Menyadari bahwa lawannya telah menghilang, Jess menelan ludah, pandangannya yang semula serius, kini menjadi pandangan ngeri. 'Assasin', begitu Greg dijuluki oleh musuh - musuh terdahulunya. Dan kata itu, Assasin, sangat mengacu pada situasi gelap dan sunyi, seperti yang ia hadapi saat ini.
Tiba - tiba, darah menetes dilantai emas ruangan itu. Jess menerima luka baru, sayatan baru, tepat dibahu kirinya. Dia mengerjap, lalu menghela nafas panjang. Lega. Kalau saja ia telat menghindar sepersekian detik, bisa jadi kini ia sedang meregang nyawa. Jess makin gugup. Seraya menelan ludah, ia mengayunkan pisaunya kesana kemari, "KEMARI KAU, DASAR IBLIS!!!" Pekik Jess dengan geram.
Dalam kondisi itu, bel masuk berbunyi, menandakan jam istirahat telah berakhir. Dan hal ini berarti dua hal; keuntungan bagi Jess, dan, kerugian bagi Greg.
"Baiklah, sudah cukup main - mainnya." Ucap Greg dari ujung pintu masuk ruangan.
Memang Jess tidak -- dan tidak dapat -- mengawasi gerak - gerik musuhnya, apalagi dalam gelap, namun itu tidak masuk akal. Jelas - jelas baru saja Greg berada tepat di dekatnya, menarget lehernya. Tapi kini dia ada di pintu ruangan ini. Fakta itu membuatnya bergidik ngeri, yakni bahwa dia baru saja melawan orang yang begitu cepat dan kuat. Dia lalu menginstruksikan ketiga temannya yang tersisa untuk mengurus mayat, hasil pertarungannya dengan Greg.
Setelah menenangkan diri sejenak, Jess melangkah menuju tempat Greg berdiri, menepuk pundaknya, dan mulai berkata. "Dengar, ini penyambutan. Aku sama sekali tidak bermaksud me-"
"Membunuhku? Heh, apa kau bisa?" Potong Greg. Ia terkekeh pada bagian akhir ucapannya.
Jess tersenyum dan menghela nafas. "Tujuanku itu, mencari bala bantuan darimu."
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Enjoy :D