Bagian Pertama

577 12 0
                                    

Perempuan yang Berzina dengan Suami

#Cerita_Mariposa
***

"Berhenti, Mas! Aku sudah tidak halal bagimu," pekik wanita muda yang masih memakai mukena. Ia baru saja menyelesaikan shalat tahajud, saat pria itu, yang atas nama negara masih menjadi suaminya datang untuk meminta nafkah batin.

Pria itu mendekap erat wanita yang dinikahinya lima tahun lalu itu. Matanya merah menyala. Ada setitik air di sudut netra. Mulutnya terus menggumamkan kata maaf, seakan tak pernah cukup untuk mengungkapkan penyesalannya. Dosa pria itu tak termaafkan.

"Maafkan aku, Fatma. Aku tak ingin seperti ini. Tapi kau tahu sendiri alasanku melakukannya. Tolong, maafkan aku. Tuhan juga pasti akan memaafkanku."

"Tuhan yang mana, Mas? Tuhan kita sekarang berbeda. Walau kau sembunyikan, bangkai itu telah tercium. Aku telah melayangkan gugatan cerai. Cukuplah dua tahun ini aku berzina denganmu. Jangan tambah lagi dosaku."

"Omong kosong tentang dosa. Baiklah, Aku memang calon penghuni kerak neraka. Tapi semua kulakukan demi kalian. Kau, Fatma, dan Abizar, anak kita."

Pria itu menghentikan aksinya. Membiarkan Fatma beringsut ke ujung ranjang sambil merapikan mukena.

"Jangan kau beralasan demi kami, Mas. Sedang saat melakukannya, kau dipenuhi nafsu dunia. Berapa kali kubilang, aku lebih suka hidup miskin dari pada kaya tapitak bahagia. Kau ingat itu?" Suara Fatma sedikit dinaikkan. Ada getaran emosi di setiap ucapan.

Chandra Herlambang, pria di hadapannya meremas sepray. Sesenggukan ia menumpahkan lara. Siapa yang tak berduka, saat telah terlanjur berkubang dalam lumpur dosa. Khilaf dan obsesi membuatnya harus jauh dari dua orang yang dicintai.

"Tak adakah cara agar kita tetap bersama? Aku tak akan bisa hidup tanpa kalian," wajah tirus dan mata berkantung cukup untuk membuktikan bahwa dirinya sangat stres.

Berhari-hari ia mencoba mencari keberadaan sang istri yang pergi setelah mengetahui bahwa imam keluarga tak lagi bisa berperan sebagaimana mestinya. Entah siapa yang membocorkan rahasia yang telah dua tahun tersimpan rapi.

"Ceraikan aku, Mas."

"Omong kosong! Pernikahan itu bukan permainan-"

"Lalu apa menurutmu keimanan itu permainan? Dua tahun, Mas. Cukup dua tahun kau sembunyikan dosa itu."

"Maafkan aku, Fatma ...."

"Aku telah memaafkanmu, tapi maaf, aku tak ingin lagi berzina dengan suamiku. Pergilah, atau aku akan bawa pergi Abizar ke tempat yang jauh."

Chandra menatap wajah kusut istrinya, Fatma, yang terus membuang wajah menghindari tatapan matanya.

"Baiklah, tapi izinkan aku bertemu Abizar sebentar."

"Sebaiknya jangan sekarang, Mas. Kapan-kapan datanglah bersama Bu Widya. Biar kita jelaskan kenapa Abinya tak bisa lagi bersama." Ada tangis tertahan saat Fatma menyebut nama perempuan itu. Perempuan baik yang tak bersalah. Yang sekarang tengah mengandung anak dari suaminya.

"Fatma .... Maafkan aku."

"Pergilah, Mas."

Dengan langkah gontai, Chandra berjalan menuju pintu. Ia meletakkan sebuah amplop di nakas.

"Tolong, jangan tolak ini. Aku tetap harus bertanggung jawab atas Abizar." Tanpa melihat ke belakang, ia berkata dengan suara bergetar. Sebutir air mata lolos begitu saja. Ia mempercepat langkah, khawatir tangisnya akan pecah di depan perempuan yang masih sangat dicintainya.

Fatma menatap amplop cokelat di atas nakas. Perlahan ia berjalan menuju benda itu, meraihnya dan sedikit mengintip. Ada senyum tipis di bibirnya. Tak lama berubah menjadi tawa, lalu berakhir dengan air mata. Ia sesenggukan meremas amplop di tangan.

Setelah puas menangis, ia melempar gepokan uang ke dalam lemari. Di dalamnya telah berisi puluhan amplop yang sama.

***

Di dalam mobil yang terparkir di depan sebuah apartemen mewah, Chandra masih belum bisa menguasai dirinya.

HP di dashboard mobil terus berdering. Widya, perempuan itu terus meneleponnya. Wajar saja Widya khawatir. Chandra telah lebih dari tiga hari pergi dan baru beberapa menit yang lalu, Hpnya bisa dihubungi.

Di dalam apartemen, Widya terus mencoba menghubungi suaminya. Kehamilannya yang telah masuk bulan ke tujuh, membuat kaki-kakinya mulai bengkak. Wanita berambut lurus, kulit putih, dan mata sipit itu terus berdoa agar suaminya baik-baik saja.

[Kamu di mana, Mas? Angkat teleponku.]

Chandra menatap layar sebentar, tanpa berniat membalas pesan dari istrinya.

[Demi Tuhan, katakan sesuatu, Mas. Aku bisa mati khawatir memikirkanmu.]

Chandra menarik-narik rambutnya lalu memukul setir berulang kali, frustrasi. Semua ini memang sepenuhnya salah dia. Dia yang dari awal tidak jujur pada semua sehingga bencana datang bertubi-tubi.

Perlahan diambilnya gawai dan mulai mengetik sesuatu.

[Maaf, Widya. Kita harus bercerai.]

Tak lama, di layar HP muncul nama Widya. Dia kembali menelepon suaminya.

Setelah menarik napas, Chandra menggeser tombol hijau.

"Kamu di mana, Mas?"

"Aku di .... Widya, aku ingin kita bercerai."

"Mas, kamu udah makan? Bayi kita terus menendang. Sepertinya dia rindu ayahnya. Pulanglah, Mas. Aku merindukanmu."

"Dengar, Widya! Aku bilang, aku akan menceraikanmu. Aku tak bisa hidup tanpa istri dan anakku."

"Mas, perutku sakit sekali. Sepertinya bayi kita tidak sabar lagi mau keluar. Aduh, Baby. Jangan sakiti Mama."

"Widya! Sadarlah! Berapa kali harus kubilang, aku tak bisa lagi bersamamu."

"Ayahku bilang, ia telah reservasi di rumah sakit terbaik di Singapur untuk aku melahirkan. Pulanglah, Mas. Aku rindu kamu. Pulanglah atau aku akan lompat dari sini. Lihat ke atas, Mas. Aku tahu kau di sana sejak tadi."

Chandra mendongak dan melihat Widya tengah duduk di besi pembatas balkon apartemen. Sedikit saja dia bergerak, tubuh itu akan terhempas ke tanah.

"Pulanglah, Mas. Aku mohon. Tetaplah bersamaku dan jangan tinggalkan istrimu. Berlaku adillah. Di sini ada buah cinta kita."

Tentu saja Widya hapal mobil Chandra. Satu-satunya mobil berwarna merah bata di sana. Bukan itu saja, Widya juga telah berpesan pada penjaga, agar memberitahunya saat sang suami terlihat di sana.

Chandra keluar mobil sambil terus menatap ke arah balkon. Widya terlihat santai sambil mengoyangkan kaki di atas sana.

(Bersambung)

Perempuan yang Berzina dengan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang