4. Deteh Atap

8 4 2
                                    

"Segalo ee serah dek waktu la, kalo iyo. Iyo. Kalo dak. Idak."

Hari yang melelahkan. Pelajaran olahraga, matematika, fisika, kimia, ditambah satu lagi yaitu pelajaran sejarah. Vina paling tidak suka pelajaran sejarah.

"Mengingat masa lalu. Ah elah, lama-lama kepala gue botak bagian belakang gara-gara flashback mulu." batin Vina jengkel.

Dan catat! Gurunya itu baik pake banget, karena sangking baiknya, siswa yang ngobral baju dikelas pun jarang dimaharahi. Tapi sekali marah, singa bertelur saja masih kalah.

Bel pulang sekolah sudah menjerit-jerit menyeru pulang, semua siswa mulai sibuk merapikan barang bawaan mereka. Vina yang notabenenya adalah pelajar teladan, sangat kalem mendengar bel pulang, tidak seperti mereka yang lari-lari tidak jelas bahkan ada yang berteriak-teriak senang.

Vina mulai menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi dengan langkahnya yang tenang. Sesampainya diparkiran sekolah, langkahnya terhenti, ada lima anak laki-laki yang berdiri berjejer di samping motornya.

Tentu saja ia tidak lupa. Ia masih mengingat wajah-wajah preman itu. Salah satu dari mereka menunjuk atap sebuah bangunan sekolah.

"Ke rooftop!" ucapnya ketus. Dia Andre, sahabat Rei. Vina mengernyitkan dahi tanda tak mengerti. Jarak mereka hanya beberapa langkah.

"Lo lupa?" tanya temannya yang lain. Vina semakin bingung.

"Maksud kalian apa?" tanyanya hati-hati.

"Ke rooftop sekarang, atau motor lo kita ancurin!" ancamnya. Vina membulatkan mata tak percaya.

"I-iya, saya ke rooftop sekarang. Tapi tolong jangan diapa-apain motor saya." ucap Vina mulai takut-takut.

Andre kemudian ngibaskan tangannya, tanda bahwa dia tengah mengusir Vina. Vina kemudian berjalan cepat menuju rooftop. Ketika mencapai undakan tangga, Vina tidak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri, lututnya mendarat sempurna di segi-segi undakan tangga. Vina meringis.

"Manja!" ucapnya sembari menampar bagian lututnya yang mulai tampak membiru. Omong-omong untung saja roknya tidak robek lagi seperti kejadian memalukan kemarin.

Vina kembali melanjutkan langkahnya, sampai kepada pemandangan ibukota dari atas rooftop.

"Tuh kan bener firasat gue!" Vina mengembuskan nafas pelan. Dari tempatnya berdiri ia dapat melihat Rei sang preman sekolah tengah asik menikmati sebatang rokok yang terselip diantara jari tengah dan telunjuknya.

Ia mencoba mendekati Rei yang sedang duduk disebuah kursi kayu. Tidak ada tempat berteduh tapi untunglah cuaca sore ini tidak terlalu panas. Dengan sangat-sangat tidak sengaja, Vina menghirup oksigen yang ternyata sudah bercampur dengan asap rokok. Vina benci bau asap, alhasil ia pun terbatuk-batuk, beberapa kali berdeham untuk menormalkan kembali tenggorokannya yang terasa tercekik.

"Asma?" tanya Rei kepada Vina tanpa melihat lawan bicaranya. Pandangannya lurus kedepan, sedetik kemudian, Rei membuang rokoknya yang tersisa cukup panjang, dan menginjaknya.

"Nama saya Vina, bukan asma." jawab Vina dengan suara yang serak.

"Duduk!" perintah Rei. Vina hanya mengikuti dan mulai duduk dibangku kayu. Lamat-lamat, Vina dan Rei mulai terbuai dengan indahnya pemandangan Ibukota pada sore hari. Menyisakan keheningan yang entah mengapa menenangkan bagi keduanya.

Vina berdeham. "Maaf." ucapnya kemudian, menjulurkan tangannya kepada Rei. Rei tetap pada posisinya, seolah-olah Vina tak ada didekatnya. Matanya menyorot lurus. Tajam dan dalam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE PESONG GIRLSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang