3. Kmvrt moment!

10 4 0
                                    

Sekitar 45 menit berkutat dijalan raya yang super padat kendaraan, Vina akhirnya bisa bernafas lega karena gerbang sekolah masih terbuka lebar. Ia langsung melajukan motor tuanya menuju parkiran. Setelah memarkirkan motornya dengan baik, Vina melirik lagi ke arah belakang rok abu-abunya yang nyaris terbelah dua.

Vina berjalan dengan sangat lambat dan langkah yang kecil. Kedua tangannya mati-matian memegangi bagian belakang roknya. Untungnya ia punya tas yang cukup besar, sehingga bisa memanipulasi keadaan yang sebenarnya. Orang-orang mungkin menganggap tidak terjadi apa-apa pada dirinya, itu saja rasanya sudah cukup untuk memperkecil masalah pembullyan.

Vina berjalan menyusuri koridor dan langsung berbelok kiri. Arah toilet. Ada misi rahasia disana. Sebelumnya, Vina sudah membeli jarum pentul untuk menyatukan kembali roknya yang terbelah, ide kreatif itu muncul ketika ia melihat tukang sol sepatu di pinggir jalan.

"Kalo dijahit pasti lama, dijarumin aja." begitu kata hatinya.

Alangkah indah motif roknya jika dipasangi serentetan jarum.

"It's okey! Yang penting ngak kelihatan robek. Bukannya malu-malu yang ada malah malu-maluin," ucapnya kemudian terkekeh di depan cermin toilet yang memperlihatkan pantulan dirinya.

Vina sudah tau jika dirinya terlambat, buktinya sudah tidak ada lagi murid di luar kelas yang ia temui. Awalnya, Vina berniat melewati koridor dekat lapangan basket tapi ternyata ada anak kelas lain yang sedang olahraga, otomatis ia harus menghindari kerumunan manusia itu jika tidak ingin sakit hati.

Akhirnya, dengan sangat terpaksa Vina harus melewati koridor belakang Lab Biologi, kemudian Lab Bahasa, dan barulah menuju tangga untuk naik ke lantai dua. Ketika hendak melangkahkan kakinya di lorong sepi belakang Lab Biologi, Vina sangat terkejut sekali.

"Mati gue!"

Bagai menyerahkan diri kepada singa yang kelaparan. Itulah keadaan Vina sekarang. Bagaimana tidak, lihat sekarang matanya menangkap objek enam anak laki-laki yang duduk di lantai dan masing-masing memegang sebatang rokok. Menimbulkan kabut asap yang begitu pekat.

"Tau gini, gue lewat lapangan. Anjir! Anjir! Anjir!" umpat Vina dalam hati. Ketika hendak berbalik badan, tiba-tiba seseorang mengintrupsinya.

"Mundur satu langkah, gue patahin kaki lo!" ancamnya.

Vina menelan saliva susah payah, ia sudah tertangkap basah, takkan bisa mengelak.

"Sini lo!" perintahnya.

Vina pun berjalan mendekati mereka dengan kaki yang gemetar dan hati yang cenat-cenut. Dari gaya berpakaiannya, semua orang tau kalau enam siswa dihadapannya sekarang adalah calon-calon preman pasar tanah ireng. Wajah yang melebihi kata sangar, pakaian yang awut-awutan, rambut yang acak-acakan dan postur tubuh yang memadai.

Salah satu dari mereka berdiri, membuang rokoknya dan menginjaknya dengan sepatu. Maaf, ini bukan pertunjukan sulap yang mematikan puntung rokok dengan kaki telanjang.

Ketika laki-laki itu mendekati Vina, bau asap rokok mulai masuk ke indra penciumannya. Vina tidak bisa menghirup asap rokok, alhasil ia pun terbatuk-batuk. Tapi mereka tidak peduli.

"Mau kemana?" tanyanya basa-asam-garam. Jaraknya dengan Vina hanya satu langkah.

"Mau nerbangin helikopter. Ya, ke kelaslah, pake nanya lagi!" umpat Vina dalam hati.

"Lo boleh lewat sini," ucapnya tepat di telinga Vina, membuat Vina merinding sendiri.
"Tapi ada syaratnya,"

Vina menundukkan kepalanya dalam-dalam, tak berani sedikitpun menatap lawan bicaranya.

THE PESONG GIRLSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang