>>

56 5 0
                                    

Malam hari di Bandung terasa beda. Mio hitam yang dikendarai Obit bersama Queen berhenti di Jalan Diponegoro, persis di depan bangunan megah nan indah dihiasi lampu-lampu kecil berkerlap-kerlip. Mereka tiba di Gedung Sate, julukan yang diberikan oleh masyarakat Bandung.

Gedung yang berfungsi sebagai Kantor Gubernur Provinsi Jawa Barat ini merupakan salah satu tempat yang ramai dikunjungi. Tak heran, tempat ini menjadi incaran para pedagang agar menggelar dagangannya di sepanjang jalan Diponegoro.

"Keren, ya," kata Queen sambil terus menatap sekitar bangunan megah ini. Ia segera melepas helm yang diberikan ke Obit. Obit yang menerima helm Queen segera menaruhnya di atas spion motor.

Queen sengaja meminta Obit mengantarnya keliling Bandung menggunakan motor. Sebab, menurut Queen, berkeliling memakai motor rasanya lebuh seru ketimbang naik mobil.

Begitu menemukan angle yang pas, klik, kamera Queen mulai bekerja untuk mengabadikan beberapa gambar. Selain dompet dan handphone kesayangannya, barang yang wajib dibawa adalah kamera Canon DSLR. Kamera tersebut pemberian Papa sebagai hadiah karena diterima di Universitas negri. Apalagi, ia diterima berkat beasiswa karena nilai-nilainya selama di SMU sangat bagus.

"Habis ini mau ke mana?" tanya Obit begitu Queen berjalan mendekat ke arahnya.

"Di mana lagi, Bit, tempat yang keren?" jawab Queen sekilas, setelahnya fokus matanya kembali je kamera, melihat hasil bidikannya.

"Kalau gitu ikut aja, cepet naik," jawab Obit sambil memberikan helm pada Queen.

Berjarak sekitar dua ratus meter dari Gedung Sate, Obit menghentikan kendaraannya di Gedung Dwi Warna yang terletak di Jalan Diponegoro Nomor 45. Queen pun segera jepret sana jepret sini, mengambil beberapa gambar di setiap tempat unik yang mereka temukan.

Nggak cukup di dua tempat tadi, perjalanan beralih ke Jalan BKR Raya, tepatnya di Museum Negeri Sri Baduga. Mengamati tempat-tempat bersejarah di malam hari memang agak sedikit berbeda. Mata tak bisa melihat secara langsung apa aja benda yang tersumpan di dalamnya dari luar. Sebab, jam kunjung museum sudah tutup sore tadi. Namun bagi Queen, semua itu sudah cukup memenuhi rasa keingintahuannya akan kehidupan Bandung di malam hari.

"Kita makan dulu, ya?" kata Obit sambil menghidupkan mio nya.

Tau aja Obit kalau perut Queen sudah keroncongan. "Iya!"

Malam-malam begini, makan seafood di warung tenda pinggir jalan dan duduk lesehan di atas tikar memang nikmat. Warung tenda ini memang nggak menyediakan kursi. Pengunjung harus duduk beralaskan tikar. Untuk Queen yang baru pertama kali makan di warung tenda, baginya tempat ini cukup nyaman dan bersih. Tempat ini sangat ramai, rata-rata pengunjungnya anak muda gang umurnya nggak jauh beda dari Queen. Kelihatannya, mereka masih mahasiswa.

"Cobain, deh, kepiting saus tiram ini. Enak lho," jelas Obit sambil menunjuk salah satu tulisan dalam buku menu di tangan Queen. "Cumi crispy juga mantep."

"Sering ke sini?"

"Yo'i, bareng anak-anak kos," jawab Obit sambip manggut-manggut.

"Ya udah, lesan yang kamu bilang saja," kata Queen nurut.

Angin malam berdesir melalui celah-celah tenda. Dan, aroma masakan ikut terbawa angin hingga menyerbu hidung Queen. Jadinya, Queen yang saat itu laper semakin gambah kelaperan.

Di warung tenda ini, tak jarang berseliweran gerombolan pengamen yang datang sambil menyanyikan lagu-lagu hits masa kini. Inilah salah satu pelengkap makanan di pinggiran jalan, nggak lengkap kalau nggak ada pengamen. Queen sangat menikmati makan malam pertamanya di pinggiran jalan ini.

"Enak, nggak?" tanya cowok jabrig di depan Queen.

"He-em...," jawab Queen terpaksa, kesel karena lagi laper diajak ngomong. "Udah, ah, jangan berisik. Aku lagi laper, nih."

"Pelan-pelan kalau makan, jangan lupa minumnya," kata Obit sambil cekikikan, lalu menggeser gelas minuman ke depan Queen.

Ngeledek nih anak! batin Queen sambil melihat jam di  handphone -nya. "Hah?! jam dua pagi?!"

Saking kagetnya, cangkang kepiting yang sedang dinikmatinya nyaris Queen telan. Ia langsung meneguk minuman yang tadi disodorkan Obit dengan cepat. Bisa terbayang kalau saat itu Queen ada di Jakarta. Bisa-bisa mama nggak tidur nunggu Queen di ruang tamu. Dan paginya, sarapan Queen ditemani omelan papa gara-gara main sampai lupa waktu. Queen segera mengajak Obit pulang.

"Cabut duluan, ya." Sebelum benar-benar pulang, Obit pamit sama teman-temannya yang kebetulan makan di tempat itu juga. "Takut gue bawa cewek sampai jam segini."

"Saha' iye? Maneh geulis pisan, euy," kata cowok berambut ikal, teman Obit dengan logat sunda. Di samping cowok tersebut, duduk seorang cewek yang asyik dengan rokok di jarinya.

"Boleh tuh, Bit, dikenalin," celetuk teman Obit yang lain. Walau rada canggung, Queen membalas senyum teman-teman Obit.

"Hebat, lo, Bit. Cepet juga dapet pengganti Via," kata cewek yang tadi asyik mengisap rokok

Queen merasa tidak nyaman dengan situasi ini, lalu menarik kaus Obit sambil berkata pelan, "Balik, yuk, Bit."

Melihat raut wajah Queen yang nggak kaya biasanya, Obit mengiyakan ucapan Queen. Celotehan teman-temannya tak dihiraukan. Cepat-cepat Obit mengajak Queen pergi meninggalkan warung tenda itu. Tepat pukul tiga pagi, mereka sampai kos.

"Thanks, ya, udah nemenin jalan-jalan."

Obit menunjukkan ibu jari. "Sip!"

Kamar Queen berhadapan dengan kamar Obit. Sebelum membuka pintu, cowok itu berkata, "Queen, sorry atas tingkah temen-temenku tadi."

Kening Queen berkerut. "Maksudnya?"

"Mereka temen-temen kampusku. Tenang aja, mereka baik-baik, kok. Cuma, kalau lagi pada ngumpul suka kumat gilanya, hehehehe..."

"Oh..., kirain apa. sip!" jawab Queen sambil ikutan seperti Obit, mengacungkan jempol.

__________________

jangann lupaa vote yaa biar author semangatt nulissnyaa😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang