Chapter 3

90 38 51
                                    

"Ini aku, Raymond."

Dia melirik ke kalung name tag yang melingkar di leherku. Ujung bibirnya menaik.

"Ray.. Raymond?"

Aku tidak mengingat nama itu. Tapi aku mengingat wajahnya. Wajahnya tidak asing di ingatanku dan aura yang dibawa dia juga terasa tidak asing. Siapa dia? Apa aku mengenalnya? Kenapa aku tidak mengenalnya tetapi hanya bisa merasakannya?

"Ya, ini aku. Wah, bagaimana kau bisa melupakanku? Kukira aku adalah bagian dari sejarah indah hidupmu itu," ujarnya. Entah itu mengandung kata pujian atau tidak. Tapi dalam nadanya, terdengar seperti sarkastik... seperti menyindirku. Tidak mungkin, bukan?

"Maaf, tapi--"

"Ah, pantas saja kau tidak mengingatku. Choi Yunhyung, itu nama asliku," potongnya. Dia menaruh kedua tangannya di pinggangnya. "Kau tau? Ini menyakitkan. Bagaimana kau melupakanku? Aku bukan orang yang mudah dilupakan." Dia memasang senyuman aneh di wajahnya.

Choi Yunhyung.

Di mana pernah kudengar nama itu?

Aku memegang kepalaku dengan tangan kiriku. Berusaha untuk mengingat masa lalu adalah suatu penyiksaan. Meskipun aku ingin mengembalikannya, tapi...

Di saat yang bersamaan, aku melihat orang yang memakai setelan lengkap sedang berjalan ke pintu keluar. Sedetik aku melihatnya, aku bisa tau bahwa itu adalah CEO dari perusahaan ini.

"Ya, ya... Kita berbicara lain kali saja ya."

Tanpa menunggu balasan darinya, aku langsung menggerakkan kakiku mendekati orang yang kucari itu.

"Permisi, Pak Namjoong!"

~~~

Matahari sudah kembali menyapaku di siang hari ini. Tugas yang diberikan Pak Cha masih belum selesai sepenuhnya tapi aku sudah kembali disuruh untuk membuat laporan kerja bulan ini.

Bahkan belum ada seminggu di sini tapi sudah disuruh buat laporan kerja. Bagaimana aku tau apa saja yang sudah tim ini kerjakan selama sebulan kebelakang? Aku bahkan belum ada di sini.

Aku menghela napas panjang. Melelahkan.

"Bu Payne, kurasa aku ingin kopi," sahut Pak Cha. Aku menoleh.

Lalu aku harus apa kalau kau ingin kopi? Batinku bersuara.

"Huh?" aku menggaruk kepala belakangku, bingung.

"Kau tidak ingin mengambilkannya untukku?"

Ternyata dia memperbudakku. Kenapa tidak bilang langsung saja? Malah membuat kode-kode tidak jelas. Huft, menyusahkan.

"Oh, baiklah."

Aku langsung berdiri dan melangkahkan kakiku ke lift dan turun ke lantai satu untuk membeli kopi.

"Aku pesan satu kopi instan satu dan kopi karamel satu," ujarku ke pelayan kasir di depanku.

Sambil menunggu pesananku disiapkan, mataku kembali menelurusi lantai ini dengan saksama. Mau beberapa kali kulihat, aku masih merasa sangat takjub.

Lalu mataku berhenti saat aku melihat seorang lelaki memakai setelan lengkap sedang menatapku. Dia menatapku dengan lama, dan tatapan itu terpancar rasa... terkejut? Apa dia mengenalku?

"Ini pesanan Anda."

Suara dari pelayan itu menyadariku dari kehanyutan tatapan lelaki itu. Setelah membayar dan mengatakan terima kasih, aku kembali menoleh ke arah di mana lelaki itu berada. Tapi ia sudah tidak ada.

Aku menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri, mencari kemana lelaki itu pergi. Tapi tidak ada.

Saat aku ingin melangkahkan kakiku jalan ke lift dan kembali ke lantaiku, suara itu terdengar.

"Kau mencariku?"

Kepalaku langsung menoleh ke arah suara itu.

"Selamat datang kembali ke Seoul, Bu Payne." Dia tersenyum lalu meninggalkanku berdiri mematung kebingungan.

"Tunggu!" panggilku. Dia yang sudah berada di dalam lift langsung menatap ke arahku. Tatapannya memancarkan kelicikan dia.

Aku berlari secepat mungkin untuk menahan pintu lift itu tapi sia-sia. Pintu itu sudah tertutup rapat dan naik ke lantai paling atas. Lantai CEO. Apa dia CEO? Tidak, tidak mungkin. Kalau tidak salah nama CEO perusahaan ini adalah Park Eun Gi sedangkan nama orang itu adalah Raymond--atau Choi Yunhyung.

"Miranda?" aku menoleh ke arah suara itu. Ternyata Bu Seo.

"Bolehkah aku memanggilmu Miranda? Aku melihat ke berkasmu dan ternyata kau seumuran dengan Woo-Shik," ucap Bu Seo.

"Woo-Shik?"

"Ah, Pak Cha. Namanya Cha Woo-Shik." Bu Seo melihat kedua tanganku memegang kopi. "Ini kopi untuk siapa?"

"Ini kopi instan untuk Pak Cha dan satunya untukku."

Bu Seo tertawa. "Woo-Shik menyuruhmu? Dengar, Miranda. Woo-Shik dan kau itu tidak beda jauh. Dia juga baru masuk ke perusahaan ini beberapa bulan yang lalu. Jangan menganggapnya sebagai seniormu."

Apa? Jadi Pak Cha--atau sebut saja lelaki itu Woo-Shik bukan salah satu senior yang harus kuhormati? Seharusnya aku sudah menduga ini, dia terlihat terlalu muda untuk menjadi seniorku.

Aku hanya membalas Bu Seo tertawa renyah karena kebodohanku ini.

~~~

Author's PoV

Lelaki itu menatap data penerimaaan karyawan baru itu dengan tatapan nanar. Bagaimana ia bisa muncul di sini? Di perusahaanku?

Lelaki itu berdiri, menjalankan kedua kakinya kesana dan kesini. Sekitar 10 menit kemudian, seseorang masuk ke dalam ruangannya.

"Yo, CEO kita, Park Eun Gi!" panggilnya. Lelaki yang dipanggil dengan gelar itu menengok.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kau ada pemotretan?" balas Eun Gi, CEO itu.

"Hm, hari ini free. Aku kesini mau menanyakan satu hal kepadamu."

Eun Gi sangat tidak suka sekali dengan orang yang sedang berdiri di hadapannya. Ia adalah salah satu artis top di perusahaannya. Tetapi sebesar apapun kebencian Eun Gi terhadapnya, ia masih bisa profesional.

"Apa?"

"Wanita yang baru saja kau terima di lantai 4. Siapa namanya? Hm... Miranda?"

Seketika mata Eun Gi berubah--menjadi terkejut. Raymond masih mengingat wanita itu? Bagaimana mungkin ia mengingat wanita itu tanpa rasa bersalah? 

"Ada apa dengannya?" ucap Eun Gi dengan nada datar agar menutupi rasa terkejutnya.

"Dia teman SMA-ku." Raymond kemudian duduk di sofa halus yang ada di ruangan itu.

"Hm, kurasa aku ingin bermain dengannya," lanjutnya lalu menatap Eun Gi dengan tatapan liciknya.

Eun Gi mengembus napas kaget. Lelaki ini memang tidak punya rasa bersalah.

"Apa maksudmu?" Eun Gi masih berusaha tenang walaupun tangannya sangat ingin terbang menuju wajah indah artis top itu.

"Selama ini aku selalu bersih dengan kasus-kasus. Kurasa sekarang waktunya untuk bermain. Aku ingin jadikan wanita itu sebagai pacarku."

~~~

Words: 924

~~~

yo, i'm back! hehe kalau masih ada yang penasaran sama cerita ini, stay tune yaa! jangan lupa ninggalin jejak, ok?

lop yu all!

June 16, 2019
Indonesia.

Royal DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang