Chapter 11

49 5 0
                                    

Dengan langkah ragu-ragu dan hatiku yang tidak berhenti berdegub kencang, aku masuk ke dalam ruangan Pak Park.

Aku menarik napasku dalam-dalam dan membuka mataku. Di saat aku membuka mataku, aku bisa lihat Pak Park berdiri di dekat kaca besar yang memperlihatkan pemandangan luar. Ia membalikkan badannya dan melihatku dengan tatapan kecewa dan terlihat marah--sangat marah.

Aku membuka mulutku untuk memulai pembicaraan tapi tiba-tiba Pak Park berkata,

"Aku tidak ingin mendengar penjelasanmu tentang berita itu."

Mataku tidak bisa mengedip, dan bisa kurasakan tanganku sekarang bergetar parah.

"Pak... tadi malam saya hanya--"

"Sudah kubilang, aku tidak ingin mendengarnya, Miranda," potongnya.

Aku menggigit bibirku. Lalu apa yang harus kulakukan jika dia tidak ingin aku bicara? Aku memutarkan kepalaku dua kali lebih keras. Tapi perhatianku teralihkan saat aku mendengar suara itu.

"Kalau begitu, tidak usah dijelaskan. Toh, bukan salahmu, Miranda."

Aku menoleh ke arah suara itu dan menemukan Raymond berdiri tegak dengan senyuman licik di wajahnya. Rasanya ingin ku jambak rambutnya karena sudah menyeretku ke masalah skandal bodoh ini.

Raymond memberi sinyal agar aku menyingkir dari jalannya. Aku pun langsung menggerakkan kakiku. Raymond terus berjalan mendekati Pak Park.

"Aku sudah jelas mengatakan jangan bermain-main di perusahaanku," ujar Pak Park dengan penekanan di semua kalimatnya. Ia menatap Raymond dengan penuh amarah.

Raymond tertawa licik. "Dan aku juga jelas mengatakan apa yang aku inginkan pada hari itu, bukan?"

Apa yang mereka bicarakan?

"Kau... apa kau ingin keluar dari perusahaan ini?"

Aku langsung menahan napasku. Tidak mungkin, dia memecat Raymond?

"Pak Park, sebentar--"

"Kalau kau ingin memecatku, pecatlah. Kau kira aku peduli? Aku adalah Raymond. Raymond. Aku bisa melakukan apapun yang aku mau," ujar Raymond.

Apa ini? Apa mereka dengan sengaja menghiraukanku? Sekarang aku merasa sangat canggung karena berada di tengah-tengah perdebatan ini.

"Yak, jaga ucapanmu. Aku tidak punya waktu berdebat denganmu--"

"Benar juga, aku juga tidak punya waktu untuk ini. Aku harus syuting film documentary-ku yang baru," potong Raymond.

Ia membalikkan badannya lalu berjalan menuju pintu untuk keluar.

"Miranda, apa yang kau lakukan? Bukankah kau harus mengerjakan tugasmu?" ujar Raymond sambil melihatku.

"Hah? Ah, ya. Aku sudah menyiapkan beberapa baju untuk--"

"Miranda," panggil Pak Park tiba-tiba yang mambuatku langsung menutup mulutku rapat-rapat.

"Apa aku memanggilmu untuk berbicara dengannya?" ujarnya.

Aku menundukkan kepalaku. "Maaf, Pak."

"Yak, Miranda. Ngapain kau menundukkan kepalamu di depannya?" sahut Miranda.

"Cukup. Kau keluar, aku tidak ingin melihatmu di sini." Pak Park berjalan ke meja kerjanya dan duduk dengan tenang.

"Apa? Kau baru saja--"

"Raymond," potongku. Mataku berisyarat agar mulutnya bisa diam dan pergi karena aku tidak ingin menimbulkan masalah lagi.

Tiba-tiba ponsel Raymond berbunyi, setelah berbincang sedikit dengan orang yang menelponnya, ia berkata,

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Royal DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang