Chapter 3

12 6 0
                                    

Qilla bingung, kenapa Arsal mau dekat dengannya? Dia kan aneh, kenapa si kapten basket itu selalu membuntuti dirinya? Qilla jadi curiga, jangan-jangan ada maksud terselubung. Tapi tidak-tidak, kita kan gak boleh menuduh orang sembarangan.

Kali ini Arsal mengajaknya pulang bersama... lagi. Ah tepatnya memaksa Qilla untuk pulang bersama. Bukan, lebih tepatnya Arsal memaksa Qilla menunggunya latihan basket terlebih dahulu. Menyebalkan sekali jika sifat memaksanya Arsal lagi muncul, rasanya Qilla ingin menenggelamkan Arsal ke samudera atlantik.

Dan di sinilah Qilla sekarang berada, di pinggir lapangan, sendirian kayak orang ilang, dan bibir yang dimajukan ke depan. Huft, tau gini mending dia diem di kelas seperti biasa, tapi Arsal tak memperbolehkannya ke kelas, katanya takut Qilla kesurupan di kelas sendirian. Padahal kan gak mungkin terjadi, secara setannya kan temennya Qilla, eh enggak deng boong kok. Intinya Qilla terpaksa harus berada di pinggir lapangan kayak gini.

Mau ngapain coba? Yah terpaksa deh Qilla menonton Arsal yang lagi latihan. Setelah dilihat-lihat ternyata Arsal berkali-kali lebih tampan ketika sedang bermain basket, membuat Qilla tersenyum dan mulai berhalusinasi jikalau ia bisa berpacaran dengan Arsal. Ataghfirullah apa yang Qilla pikirkan. Oh ayolah jangan berekspetasi terlalu tinggi, Qilla itu sama sekali gak cocok sama Arsal. Qilla juga pasti bukan tipenya Arsal. Daripada dengan Qilla yang aneh gini, pasti Arsal lebih memilih Pracel, si ketua sanggar tari yang mempunyai paras bak bidadari. Yah lagipula bukankah Pracel memang terlihat menyukai Arsal, tapi entah dengan Arsal.

Sangking asyiknya berhalusinasi, Qilla tidak sadar bahwa Arsal telah berada di sampingnya sejak 10 detik yang lalu.

Arsal dengan sabar berdiri dan menunggu kesadaran Qilla kembali ke dunia nyata. Arsal tak tahu apa hal yang sedang menari-nari di otak gadis itu sampai tidak menyadari kehadiran Arsal yang kelewat ganteng ini. Barulah setelah 10 detik lamanya menunggu, Qilla sadar ada seseorang di sampingnya, "lah, lo udah selesai latihan ar?".

Arsal menatap Qilla tajam, "menurut lo?"

" ya mana gue taulah. Makanya gua nanya"

Arsal menatapnya jengkel, "iya Qill gue udah selesai, lo mau pulang sekarang apa nanti?" tanyanya dengan menekankan setiap kata.

"ya udah ayo gue bosen tau gak nungguin lo lama banget"

"iya Qilla maaf. Marah-marah mulu sih, PMS lo?" bodohnya Arsal, pertanyaannya malah membuat Qilla semakin geram.

"ya udah kita pulang sekarang" sahut Arsal akhirnya yang kemudian mengundang teriakan Putra "woi Arsal! Mau kemana lo?!!!!"

Seperti biasa, teriakan Putra dibalas dengan jitakan Adi "mulut lo gak usah toa bisa?" sinisnya. "sakit bego".

"yoi. Gue duluan ya, Qilla nih udah bête marah-marah mulu, PMS kali"

"iya. Ati-ati ar."

"sip"

~~~~

"Qill"

"hmm"

"lo beneran lagi PMS ya?" yang ditanya langsung memasang muka garang, membuat yang bertanya kelimpungan sendiri, "eh enggak kok Qill, Ya Allah beneran qill yang ngomong tadi mulut gue, gue gak tau sama sekali. Mulut gua gak tau diri" Arsal terlihat panik sambil tangan kanannya memukul mulutnya sedangkan tangan yang lain memegang kemudi.

"udah Qill gak usah dijawab, gak guna banget ya pertanyaan gue." Racau Arsal yang hanya diangguki oleh Qilla.

Saat ini mobil Arsal telah terparkir sempurna di depan rumah Qilla.

"mau masuk dulu gak?" Tanya Qilla dingin.

"heum... emangnya boleh?"

"hmm"

"ya udah ayo"

Mereka memasuki gerbang dan mengucapkan salam bersamaa, "assalamualaikum"

Mama Qilla muncul dari dapur, "waalaikumsallam, loh Arsal kok bisa sama Qilla?"

"eh iya tante, sekalian kan tetanggaan" Arsal mencoba menjawab kebingungan mama Arsal.

"oalah gitu to. Ya udah duduk dulu ar, tante abis buat pudding, bentar ya"

"gak usah tan" jawab Arsal tak enak hati, padahal sih mau sebenernya.

Mama Qilla hanya tersenyum, "udah, gak papa"

Qilla mematung di depan pintu melihat keduanya, 'lah gue gak dianggep, gue dianggurin nih???'. Qilla hanya menghela nafas kemudian berjalan menaiki tangga lalu masuk ke kamar tanpa menghiraukan Arsal yang tengah menatapnya.

Tak lama mama Qilla datang membawa sepiring pudding.

"makasih tante"

"iya, sama-sama. Loh Qilla mana?" Tanya sang mama, matanya terus mencari-cari keberadaan sang anak yang beberapa menit yang lalu tak dipedulikannya.

"ke kamar tadi tan,diem aja dari tadi gak tau kenapa"

Mama Qilla tersenyum, "biasa ar lagi datang bulan"

'nah kan bener dugaan gue, Qilla itu lagi PMS'

"kok bisa kenal sama Qilla ar? Selama ini kan Qilla gak pernah keluar rumah" Tanya mama Qilla heran.

"oh. Temen sekelas tante" jawabnya singkat.

"syukur lah ar kalau kamu bisa berteman dengan Qilla. Qilla itu susah banget orangnya. Sama saudaranya aja kadang kayak gak kenal gitu. Temen-temen Qilla juga bisa diitung pake jari kayaknya" mama Qilla curhat sama Arsal.

"iya tante. Di sekolah juga diem terus. Jarang ngomong. Gak pernah bareng sama temen-temen yang lain" Arsal menaggapi. Arsal memang cukup akrab dengan mama Qilla karena sifat Arsal yang memang mudah akrab dengan siapa saja, tidak seperti Qilla, yang susah berkata-kata.

"tuh kan makanya itu. Tante itu takut Qilla gak bisa merubah sikapnya. Tolong ya Arsal bantu tante."

"oke tante, tenang aja, Arsal bantuin kok"

~~~~~~~

Qilla mencoret-coret bukunya frustasi sehingga terbentuklah benang kusut yang sangat amat abstrak. Kesalnya tak juga hilang malah semakin bertambah, ia pun berdecak kesal serta mendumel tak jelas. Hah cukup fisika saja yang membuat otaknya macet-macet tadi pagi, jangan kimia juga. Bahkan Qilla tak sudi bila harus berteman dengan periodik unsur, alkali tanah, senyawa atau semacamnya.

Dan entah darimana datangnya, Arsal tiba-tiba muncul membuat Qilla berjengit kaget persis seperti kejadian di kantin tempo hari, bedanya ini di dalam kelas dan tidak ada guru, tapi tugas tetap ada.

"kenapa?" tanyanya.

Qilla dengan wajah kusutnya memberikan lembaran kertas kepada Arsal, Arsal menganggukan kepala mengerti, "yang mana?" tanyanya. Bukannya menyombongkan diri sendiri ya, Arsal itu memang pinter kok, selalu juara 1 di kelas dan selalu mendapat juara 3 umum. Nah loh, gak percaya kan kalau Arsal ternyata sepintar itu.

"nomer 1, 2,3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10" jawab Qilla dengan tampang polosnya membuat Arsal melongo tak percaya, 'lah kalo gitu berarti semuanya dong?'.

"hmm oke, mulai dari nomer 1. Kalau nomer satu ini lo harus cari biloksnya dulu Qill..bla.. blaa..blaa"

Dua jam kemudian Qilla sudah menyelesaikan tugasnya, "huh otak gue lama-lama bisa meledak" racaunya.

Arsal pun tertawa mendengarkan keluh kesah Qilla, "ya gak mungkinlah Qill, ada-ada aja"

"bisa Ar. Otak gue udah gak bisa berfungsi lagi nih, udah rusak dipaksa mikir terus" Qilla semakin mengomel tak jelas membuat Arsal gemas, "udah-udah biar omongan lo gak ngelantur lagi mendingan sekarang kita ke kantin".

tanpa ba bi bu lagi Arsal menarik lembut tangan Qilla menuju kantin. Qilla hanya pasrah ketika dirinya ditarik Arsal. Dan tak lupa kini hatinya mengahangat, Arsal sangat pintar membuat dirinya merasa menjadi orang yang paling bahagia, perhatian kecil yang sering Arsal berikan untuknya membuat hatinya berdesir. Qilla hanya bisa berdo'a semoga rasa itu benar-benar tidak tumbuh di hatinya karena Qilla sadar diri, dirinya sangat sangat tidak cocok bersanding dengan kapten basket tampan kebanggaan sekolah itu.

Who Cares?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang