La Vie en Rose - #34

4.6K 705 65
                                    

Jika tak bisa bertemu lagi, setidaknya kata cinta sudah pernah terucapkan walau secara tak langsung.


Perlahan, mata cantik itu terbuka. Awalnya masih menggabur, tak bisa melihat objek dengan jelas, hanya putih yang terlihat. Sampai akhirnya, penglihatan pun kembali normal. Kegaburan tersebut membentuk sebuah titik serta menggambarkan garis vertikal dan horizontal yang saling bersinggungan. Wanita itu melihat ada seorang nenek yang kini tengah melihatnya dalam diam.

"Oh, Tuhan! Terima kasih! Akhirnya dia siuman juga," ujarnya dengan kedua tangan yang sudah terlipat, bersyukur karena wanita ini sudah sadar dari tidurnya.

Dua hari yang lalu, saat ia tengah membuang sampah di depan gang kompleks rumahnya, ia menemukan wanita iniㅡSakura. Tergeletak begitu saja di antara tumpukan sampah-sampah yang baunya sungguh menyengat dengan darah yang sudah kering. Sontak, ia kaget dan segera meminta bantuan kepada para tetangga untuk membawa wanita ini kerumah sakit terdekatㅡsatu-satunya yayasan rumah sakit yang berada di Jeongseon. Uang tabungannya habis hanya untuk membiayai pengobatan si wanita yang bahkan sama sekali tak ada hubungan dengannya. Dan untungnya, uangnya tidak akan terbuang sia-sia karena wanita yang sudah ia selamatkan masih bisa membuka matanya. Setidaknya, dengan uang yang tidak seberapa, ia bisa menyelamatkan orang lain.

Wanita ituㅡsakuraㅡmelihat si nenek dan kemudian bertanya dengan suara seraknya, "siapa?"

"Aku yang menyelamatkanmu. Panggil saja aku halmeoni tanpa nama. Akhirnya kau sadar juga, syukurlah," jawabnya sembari mengelus dadanya, menyalurkan rasa tenang sedikit demi sedikit untuk dirinya sendiri.

"Halmeoni?" Gumam Sakura dan disambut dengan anggukan. Penasaran, kini giliran Sakura yang mendapat pertanyaan dari si nenek, "Nona muda, siapa namamu dan dimana kau tinggal? Katakan semuanya biar halmeoni bisa mengantarmu pulang."

Sakura diam sejenak sambil memandangi si nenek dengan tatapan sedikit kosong. "Aku... tidak tahu," ucapnya dengan kepala yang menggeleng pelan. Sakura berusaha mengingat, otaknya sudah ia pacu untuk memutar kembali semua kenangannya. Tapi yang ia dapat hanyalah kekosongan, bahkan nama sendiri pun ia tidak tahu.

Sang nenek terkejut, "yakin? Kau tidak ingat apapun? Kau tidak tahu siapa dirimu?" Sama seperti sebelumnya, kali ini Sakura menanggapinya dengan anggukan seraya berkata sepelan mungkin jika dirinya tak ingat apapun. Saliva tertelan dengan susah payah, si nenek berkata jika ia akan memanggil dokter, hingga akhirnya tersisa Sakura bersama dengan beberapa pasien lainnya di bangsal ini.


- - -

Tak sabaran, Jimin pulang 3 hari lebih cepat. Kini pria itu tengah berada di depan pintu apartemennya, berusaha untuk mengatur nafasnya yang sudah tidak beraturan saking gugupnya. Setelah menekan angka demi angka yang terangkai menjadi sebuah sandi, pintu apartemennya pun terbuka lebar. Jimin masuk ke dalam kediamannya dengan senyuman lebar.

"Saku...ra?" Panggilan itu memelan diakhir saat ia tidak mendapati wanitanya di dalam sana. Ini hari sabtu, dan ia yakin betul jika hari ini Sakura libur kerja. Jimin meletakkan oleh-oleh yang ia bawa di atas meja dan kemudian melangkahkan tungkainya menuju kamar Sakura yang terletak di dekat dapur.

Diketuknya pintu kamar, namun tidak ada sahutan sama sekali. Hingga akhirnya, setelah dirasa jika dirinya sudah mengetuk beberapa kali, Jimin pun langsung meraih gagang dan membuka pintu kamar.

FANGIRL : La Vie en Rose [ PJM ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang