•prolog•

89 14 2
                                    

Berjalan ke arah gerbang yang sudah terbuka 5 menit yang lalu aku tiba lebih awal seperti yang biasa kulakukan sejak smp dulu.

Setelah jarak 1,5 meter dari gerbang aku melangkah menuju kearah anak tangga untuk menuju kekelas ku yang memang dilantai dua, selama kumelangkah yg terdengar hanyalah langkah kakiki dan suara siulan, eh tapi suara siulan siapa? Adakah orang yang datang sepagi lebih awal dariku? Sial aku sepertinya kalah datang lebih awal

Karena penasaran aku melangkahkan terus tungkai kakiku hingga akhirnya aku sampai didepan kelasku yang selalu menyambut kedatanganku tiap paginya,dan akhirnya aku tahu siapa yang bersiul tadi walaupun hanya mencium wangi dari tubuhnya, yah itu adalah dimas.
Aku sudah mengenal dimas 12 tahun lamanya. Kami berjumpa untuk pertamakalinya saat usia kami masih 4 tahun. Awal aku mengenalnya saat aku dan dia bertemu di taman bermain, pada saat itu dimas terjatuh dari ayunan dan kakinya terluka lantas aku membantunya. Sejak saat itu kami menjadi teman hingga sekarang.

Sudah lama bersahabat tentunya rasa cinta bisa saja hadir diantara kami berdua. Aku memilih bungkam dari pada harus menyatakannya.
Karena aku tahu jika aku mengungkapkannya apa yang akan terjadi.


Aku ingin sekali menyatakan perasaanku tapi aku tidak ingin merusak persahabatan yang sudah ku bangun bertahun-tahun lalu hancur begitu saja hanya karena aku mencintainya.

Sudah lebih dari 3 tahun aku merasakan perasaan yang melekat kuat dalam batinku. Tapi sepatah kata cinta tak berani ku ucapkan kepadanya. Bahkan aku harus berpura pura biasa saja ketika berada di dekatnya.

Masih tentang pentingnya persahabatan ini. Apakah kisah persahabatan ini sama dengan novel-novel di wattpad? Yang ujung-ujungnya mereka bersatu hingga cincin melingkar di jari manis menandakan raga dan jiwa mereka telah bersatu. Akankah seperti itu nantinya?

"Eh tania kok ngelamun sih? Masih pagi aja udah ngelamun masih ngantuk ya?". Ternyata selama 300 detik lamanya aku berdiri dan diam di depan pintu kelas. Akupun tersadar dari khayalanku akhirnya ku langkahkan kakiku ke meja dan kursi yang sudah menjadi milikku. Aku meletakkan tas dan duduk di samping dimas. Setiap kali aku berada di dekatnya rambutku selalu jadi bahan mainannya

"Dimass"
"Hm?"
"Ini masih pagi, rambutku jangan di acak acak dong,nanti cantiknya hilang"
"Ih apasih tan alay lu, emang kamu cantik?" Ucapnya seraya jari tangannya menyubit salah satu pipiku, tak lupa dia tertawa lepas hingga jejeran gigi putihnya terpampang jelas dimataku.
"Ya iyalah, taniakan cantik"
Dia masih saja tertawa, lensung pipinya tercetak jelas di wajah nya.

****

Sudah waktunya para siswa di pulangkan tapi saat ini juga aku belum pulang karena saat ingin menglangkah keluar kelas hujan terlebih dahulu jatuh tanpa ada aba-aba. Cuaca saat itu cerah jadi tadi pagi kuputuskan untuk tidak bawa payung. Menunggu adalah cara satu satunya supaya tidak kehujanan.
Hujan ternyata menunjukkan kebaikkannya hujan mulai reda mentari kini memperlihatkan kemegahannya.

"Tan, pulang bareng yuk" itu dimas yang bicara
" hm ayok. Sekalian kamu singgah dirumah dulu yah. Mamaku kangen kamu soalnya"
"Iya-iya tapi beli martabak dulu ya?"
" emang ada martabak buka siang siang gini?"
"Ada, di dekat pabrik tahu ada kok"
" oh ya udah berangkat"

Aku pulang bersama Dimas, tapi biasanya aku pulang sendirian jalan kaki atau aku naik bus jika malas berjalan.
Aku duduk di jok belakangan duduk menyamping sambil tangan melekat pada pinggang dimas.

                                       ***



Dimas Dan TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang