Lapis 20 (bag. 2)

8.7K 749 34
                                    

Langkah Damien terburu, melewati orang-orang yang menggerutu karena ditabrak lelaki tegap itu. Napasnya terengah ketika dia memasuki kantor. Beberapa pegawai memandang heran atasannya yang beberapa menit lalu bilang akan rapat bersama klien. Namun, kini malah kembali dengan tatapan nyalang yang tidak mereka mengerti.

Damien tidak peduli, tidak butuh menjelaskan apa pun. Ada orang lain yang harus diajak bicara sekarang, setelah dia menerima telepon dari Indah saat hendak masuk mobil.

Persetan dengan pandangan orang lain, persetan dengan perjanjian bisnis!

Lelaki itu hampir menerjang pintu ruang kerja Eleanor jika tidak dicegah oleh wanita bertubuh kecil yang menjadi asisten Eleanor. Risa menatap Damien dengan sedikit takut.

"Maaf, Pak. Mbak Ela baru saja berpesan, kalau sedang tidak ingin diganggu. Mau istirahat dulu katanya." Risa menatap Damien ragu-ragu.

"Sudah berapa menit?" Damien akhirnya mengambil napas, sedikit lega karena wanita itu tidak pergi.

"Baru lima belas menit. Mbak Ela minta tolong dibangunkan nanti jam lima." Mereka berdua memandang jam dinding yang terpasang di salah satu sisi. Tersisa setengah jam lagi sebelum waktu yang diminta.

"Apa dari pagi Eleanor sudah istirahat?"

Risa menggeleng lalu menjelaskan kegiatan atasannya dari pagi setelah keluar dari ruangan Damien. Wanita itu sama sekali tidak beristirahat. Sebuah fakta yang tidak mengejutkan bagi Damien, tapi berhasil membuatnya kesal.

"Panggil Aga kemari!" perintahnya, Risa segera melangkah dan Damien menyandarkan tubuhnya di meja kerja si wanita mungil yang berada tepat di depan pintu ruangan Eleanor. Dia harus melakukan sesuatu untuk wanita keras kepala itu.

"Kamu punya visa US?" tanya Damien begitu pria muda yang tadi pagi menjadi pembicaraan antara dirinya dan Eleanor muncul dengan langkah ragu dan wajah bingung. Sebuah anggukan menjadi jawaban. "Ikut saya ke New York hari Jumat dan pelajari proposal kita ke Heritage."

Hanya itu perintah yang CEO itu berikan sebelum melangkah ke pintu yang sedari tadi dipandangnya. Mengabaikan ekspresi dua anak buahnya yang kebingungan.

"Setelah jam kerja selesai, segera pulang. Saya yang membangunkan Eleanor," tukasnya sebelum Risa mengangkat suara.

***

Damien menutup pintu perlahan, nyaris tanpa suara. Ruangan itu temaram. Lampu dimatikan dan kerai jendela ditutup. Cahaya matahari yang berhasil berkelit dari celah vertical blind menjadi satu-satunya pencahayaan.

Sosok yang menjungkirbalikkan harinya tertidur nyenyak, meringkuk seperti janin di sofa. Memandangnya yang tampak damai kembali menimbulkan detak yang tidak beraturan. Rasa rindu yang selama ini dia coba tenggelam mulai menimbulkan riak di permukaan. Damien ingin kembali melakukannya, hal yang dulu selalu membuatnya sebagai bocah lelaki sejati.

Kaki Damien mengantarnya di sisi sofa. Tangannya bergerak melepaskan blazer yang membalut tubuh.


--

Into You #CEOprojectTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang