Prolog

1.7K 167 34
                                    



Arsakha Damanugra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arsakha Damanugra


Seperti hari-hari biasa, gue berdiri di balik meja saji. Mondar-mandir menyiapkan berbagai macam ramuan kopi, memberi taburan granulle ke atas busa cappuccino, mengecek persediaan biji kopi dalam mesin penggerus, atau sekadar menyusun kotak demi kotak susu full cream dalam lemari pendingin.

Bagi beberapa orang, pekerjaan ini mungkin menjemukan. Tapi nggak buat gue. Ini bukan hanya sekadar pekerjaan, ini keputusan hidup yang gue ambil atas dasar kemauan gue sendiri, bukan seperti yang selama ini diletakkan di atas piring perak cantik oleh orang tua gue. Bukannya gue nggak bersyukur. Tapi for once in life, gue pengen diizinkan memutuskan sendiri apa yang gue mau.

And this is it.

"Kopi Akal...?"

"Iya. Kalau Jakarta punya Kopi Nalar. Bandung punya Kopi Akal."

"Hah, gimana?"

"Akal, Adam - Kala. Pinter kan gue?"

CIE GITU, YA KAN?

Rasanya gue pengen teriak kalimat barusan, tapi gue tahu sendal jepit Kala bakal betulan mendarat tepat di jidat ganteng gue, kalau gue lanjutin.

Kala. Arunika Kala.

Gue nggak tahu harus mulai dari mana, atau sejak kapan, atau gimana ceritanya. Tapi yang pasti, hidup gue nggak akan seberharga ini kalau bukan karena seorang perempuan yang lagi duduk di depan gue ini, Kala.

Hubungan gue dan Kala, hmm, apa ya, teman baik? Sahabat? Soulmate? Jodoh? Cie.

Apa sih sebutannya buat yang begini?

Apa, nggak kedengeran, lebih kenceng lagi dong?! Pacar? Iya, maunya sih gitu. Dulu pernah, tapi sayangnya sekarang udah bukan.

Beberapa tahun yang lalu, gue sama Kala pernah coba pacaran. Tapi kandas di jalan bahkan sebelum take off. Waktu itu gue sama Kala belum cukup dewasa buat menurunkan ego kita masing-masing. Tapi untungnya udah cukup dewasa untuk sadar bahwa kita nggak bisa jauh dari satu sama lain. Sejak itu kita memutuskan buat jadi sahabat.

Sayangnya, sayang sih gue, masih. Tapi untuk saat ini gue merasa cukup. Dia ada di samping gue, gue ada di sisi dia. Nanti, kalau saatnya udah lebih tepat, mungkin gue akan coba lagi.

Long story short, selain memutuskan buat jadi sahabat, gue dan Kala memutuskan untuk buka bisnis kafe kecil ini langsung setelah lulus kuliah.

Ragu? Cemooh kanan kiri? Halangan ortu? Lewat. Selama ada Kala, dan selama gue bisa memanfaatkan kegantengan gue, gue percaya sama diri gue sendiri. Selama ada Kala.

Kopi AkalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang