Prolog

11.9K 429 16
                                    

Gue nggak pernah suka setiap Diajeng Fathaya Salsabila Anjani datang ke gue dengan muka berlinang air mata. Karena apa? Karena gue takut gue akan kehilangan kendali dan menghajar orang yang menyebabkan Fathaya menangis tersedu. Meski itu kakak Fathaya sendiri.

"Kali ini siapa?" tanya gue langsung saat Thaya menghampiri tempat gue duduk di sebuah kafe yang terletak di lobi gedung tempat kantor gue berada.

Gue tahu penyebab Fathaya menangis kali ini adalah laki-laki. Gue sampai hafal tipe-tipe menangis ala Diajeng Fathaya Salsabila Anjani. Kalau Thaya menangis dengan linangan air mata yang bercucuran deras dan suara yang nyaring seperti ini, penyebabnya adalah makhluk Tuhan yang memiliki hormon testosteron namun tidak memiliki hubungan darah dengan Thaya.

Tipe kedua adalah menangis tersedu sampai sesegukan bahkan ingus yang meleber ke mana-mana. Biasanya disebabkan oleh pertengkarannya dengan Gangga Yusril Wardhana atau Raesha Sukmasari Kenanganingtyas. Orang-orang yang sedarah dengan Thaya.

Tipe ketiga adalah menangis dengan suara nyaring namun matanya berapi-api. Biasanya Thaya menangis karena masalahnya dengan makhluk yang sama jenis dengan dia sendiri. Perempuan. Selain maminya dan Echa tentu aja.

Yang terakhir adalah tipe menangis yang paling jarang Thaya alami namun sekalinya Thaya mengalaminya, maka gue nggak akan bisa menenangkannya. Air matanya mengalir dengan tidak deras, tanpa suara, tanpa sesegukan, namun matanya menyaratkan dengan jelas kelinglungan dan sifat lemah yang selalu ditutup-tutupinya dari orang lain. Kalau sudah seperti itu, artinya Thaya sedang adalah masalah dengan mami atau papinya atau bahkan keduanya.

Ketika Thaya sampai di sebelah gue, gadis itu langsung menghambur ke pelukan gue. Menempelkan pipinya yang berlinangan air mata ke dada gue. Untung saja ini sudah after office hour, jadi mau Thaya membasahi kemeja gue sampai kuyup pun nggak akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri gue.

Mendengar Thaya menangis seperti ini membuat tangan gue langsung mengelus rambutnya penuh sayang. Selain karena malu akibat dijadikan perhatian orang-orang di kafe itu, gue juga seperti merasakan kesakitan yang sama setiap Thaya menangis dan mengadu sama gue. Seperti ada ikatan batin antara gue dan Thaya yang membuat gue secara nggak langsung merasakan apa yang Thaya rasakan.

"Didooooo ... huaaaaa ... d-dia punya ... hiks ... Did-Did-Dido punya pacar baru, Biiii. Huaaaaaaa!" gadis dalam pelukan gue ini berucap susah payah di tengah suara tangisnya. "Dia campakin gue."

Gue prihatin. Entah sudah kasus keberapa puluh kali Thaya gagal pacaran setelah pedekate hampir enam bulan lamanya. Biasanya sih alasan gagalnya hubungan mereka berlanjut adalah--

"Kata Dido, gue terlalu baik buat dia."

Ya, seperti itu. Hampir 75 persen alasan gagalnya Thaya berpacaran adalah kalimat ter-bullshit sepanjang masa "Kamu terlalu baik buat aku.", yang setiap gue denger sendiri, gue selalu merasa emosi.

Ya memang sih kalau dipikir Thaya ini setinggi-tingginya cewek. Dia nggak banyak ulah kecuali kalau dia sedang messed up begini. Thaya dengan segala kecantikannya yang kata Tio abadi itu selalu membuat siapapun terpesona dalam sekejap. Nggak perlu tau lebih lanjut cewek berkepribadian seperti apa Thaya ini.

Apalagi kalau orang-orang udah pada tahu kesibukan Thaya sehari-hari. Selain sibuk kerja jadi karyawan teladan di Finance and Accounting Department di perusahaan yang sama dengan gue, Thaya juga punya kesibukan sebagai guru tari di salah satu sanggar seni di daerah Jakarta Timur. Belum lagi keaktifannya di komunitas pecinta kucing jalanan yang selalu rutin mungut itu namanya kucing oren, kuncing abu-abu, kucing pink, kucing ijo dan lainnya. Belum lagi attitude-nya yang bak putri kraton setiap pertemuan sama keluarga besarnya yang sama sekali bukan keturunan ningrat.

Unspoken Things (Tersedia di HiNovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang