5. Bulan Sabit Beri Senyuman

2.7K 262 8
                                    

Ponsel yang kusanding itu berdering nyaring. Segera kualihkan fokus dari ms.excel ke layar telepon yang menunjukkan muka close up Tobi yang dia jadikan avatar Whatsapp.

"Halo," sapaku langsung. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.  Kantor sudah sepi, tinggallah kami para orang-orang di row finance dan accounting. Kami sedang menyusun anggaran pendapatan perusahaan bulanan. Itu sebabnya aku, Andra, dan teman-teman satu divisi lainnya harus rela mengenyam jam lembur di saat kantor sudah sesenyap ini.

"Masih di kantor?"

"Masih. Ini palingan jam sepuluhan baru bisa balik, Bi."

Hari ini aku sama Tobi memang sengaja nggak bareng karena Tobi punya agenda lain dengan Kintan. Temanku yang satu itu benar-benar lagi pengin nguberin pacarnya melulu. Padahal baru kemarin dia menemani resepsi di tempat teman kantornya Kintan.

"Jangan malem-malem ya, Tha?"

"Ya lo mau gantiin tugas gue di sini pake nyuruh gue nggak usah pulang malem-malem?"

"Bukan gitu," kilah Tobi. "Kan gue khawatir ini. Ah lo mah, nggak bisa diajak romantis. Udah ah. Pokoknya kalau nanti udah sampe rumah kabarin gue ya."

"Sip oke. Eh, udah dulu ya, Bi. Gue musti lanjut lagi nih."

"Oh oke. Kalau gitu semangat ya, Thaya sayang."

"Iya, iya. Awas, ntar Kintan denger, cembokur lagi dia."

Tawa Tobi berderai sebelum telepon tersebut berakhir. Aku menaruh lagi ponsel di samping laptop dan fokus pada kerjaan.

Perkiraanku sedikit meleset. Pada kenyataannya aku baru bisa menginjakkan kaki di lantai basement begitu waktu menunjukkan pukul 22.40 malam. Sudah sangat larut memang, di basement ini hanya tersisa beberapa mobil saja. Apalagi di deretan parkitar B1 cuma ada mobilku doang.

Aku dan Andra berpisah karena mobilnya ada di parkiran B2. "Bye, Ndra." Setelah melambaikan tangan pada Andra, aku langsung jalan cepat ke mobilku. Sedikit horor juga jalan sendirian malem-malem begini di basement.

Tanpa babibu setelah memasang seat belt dan menghidupkan mobil, aku langsung menjalankan mobil keluar dari basement. Mega Kuningan nggak pernah sepi meski waktu sudah sebegini malamnya. Apalagi ini hari Senin banyak orang-orang yang senasib denganku.

Karena badan juga sudah bener-bener capek, setelah keluar dari kawasan Mega Kuningan, aku membelokkan mobil untuk lewat jalan alternatif yang lebih sepi daripada harus bergelut di jalan besar bareng sama truk-truk kontainer itu. Untuk membunuh sunyi, aku menghidupkan radio yang malam-malam begini kebanyakan memuter lagu-lagu nostalgia atau lagu-lagu sendu.

Sambil menyenandungkan lagunya Westlife, aku menyetir mobil dengan kecepatan sedang tapi konstan, toh juga yang lewat jalanan ini cuma aku dan beberapa pengguna motor yang lalu lalang.

Tepat ketika lagu My Love milik Westlife usai, mobil mendadak ngadat. Beberapa kali tersendat sampai benar-benar berhenti. Aku cek bensin, tapi tuasnya masih menunjukkan kalau bensinku masih full. Masa ya mogok, perasaan baru seminggu yang lalu deh di-service.

Waktu sudah bener-bener malam, apalagi jalanan juga sepi begini. Kalau ninggalin mobil di sini, aku takut ada yang iseng-iseng sama mobil ini nanti. Waktu aku keluar dari mobil bisa kulihat kalau ban depan mobilku kempes. Mungkin bocor. Sumpah, rasanya pengin nangis aja sekarang. Badanku udah capek semua dan pengin cepet-cepet tiduran di kasur. Kenapa juga ini mobil pakai bocor segala. Mana jalanan gelap lagi. Kalau nanti tiba-tiba ada yang niat begal gimana?

Sebenarnya aku ada ban mobil cadangan di belakang. Tapi seumur hidup belum pernah namanya ganti ban mobil sendirian karena selalu ada Tobi di sebelahku. Mengingat Tobi, langsung saja aku mengambil ponsel di dalam mobil dan menghubungi dia sekarang juga. Tapi nihil, panggilan yang kulakukan tiga kali itu bahkan sama sekali nggak ditanggapi oleh Tobi. Apa dia sebudek itu sih? Tadi siapa yang minta dikabarin kalau udah nyampe rumah? Seenggaknya Tobi harus nunggu sampai aku kasih kabar, bukan malah tidur duluan.

Unspoken Things (Tersedia di HiNovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang