Ada temu tanpa janji terlebih dulu
—Rahium—
**
Kereta terlihat ramai seperti biasa disaat jam pulang kerja. Pria yang menenteng sebuah lukisan memasuki salah satu gerbong kereta. Sebut saja dia si pelukis. Tangannya mengenggam smartphone; mengetik sebuah pesan begitu ia telah sampai di tempat duduknya.
Aku baru selesai bekerja. Kapan kita akan bertemu?
Satu menit. Lima belas menit. Tidak ada balasan.
Tiba di stasiun berikutnya, para penumpang lain masuk melalui berbagai gerbong. Seorang gadis berambut sebahu duduk diseberang si pelukis. Khas anak kuliahan terlihat dari penampilannya. Gadis itu menyandang ransel, lalu meletakannya di atas paha. Gadis itu mengeluarkan smartphone—seperti kebanyakan penumpang lain—dari dalam ranselnya.
Si pelukis berkali-kali mengecek pesan, berharap pesannya akan segera dibalas.
Ting!
Kalau kamu menayakan hal sama. Kamu sudah tau apa jawabanku.
Begitu isi pesan yang diterima si pelukis.
Ya, ya. Kamu akan menjawab 'aku tidak akan mau bertemu kamu jika pertemuan itu direncanakan' Aku sudah hafal itu...
Lalu, sampai kapan aku menunggu agar kita temu tanpa janji dulu?
Tidak perlu menunggu lama, sebuah pesan masuk dengan cepat.
Sampai takdir yang mengizinkan kita untuk temu.
Aku penasaran bagaimana rupamu. Aku ingin melihat karya lukisanmu.
Aku yang lebih ingin melihat lukisan kamu secara langsung. Kamu lebih senior, kamu pelukis berbakat. Aku suka karya kamu.
Pesan itu masuk bersama senyum si Pelukis yang mengembang.
Nah, ayo kita temu. Aku ingin mendiskusikan sebuah proyek denganmu. Mungkin kita bisa berkolaborasi.
Kolaborasi?
Iya, mau?
Sangat.
Kapan akan jumpa?
...
Masih tidak ingin jumpa?
Mau, tapi ...
Aku telepon, ya.
Si pelukis menekan tombol panggil tanpa menunggu balasan.
Dering dari sebuah telepon di dalam kereta berbunyi. Spontan si pelukis mendongak mendapati gadis diseberangnya sedang menimbang-nimbang mengangkat panggilan atau tidak. Terbesit rasa curiga di benak si pelukis pada gadis di seberangnya. Si pelukis mencoba mengulang panggilan yang tak kunjung di-respon.
Dering telepon gadis itu berbunyi—lagi.
Apa ini hanya sebuah kebetulan? Pikir si Pelukis. Lalu si pelukis mengirimkan sebuah pesan.
Kamu lagi dimana?
Di kereta. Mau pulang. Kenapa?
Si Pelukis memasukan smarphone ke dalam ranselnya. Entah apa yang mendorong, dia berjalan yakin mendekati gadis di seberang, seyakin hatinya yang mengatakan bahwa gadis itu orang yang selama ini ingin ia temui.
Si pelukis lalu duduk disamping gadis itu, "Aku rasa ini waktunya." Gadis itu menoleh tidak paham.
"Kita sudah temu tanpa janji, seperti yang kamu mau. Hari ini."
Gadis itu menatap lekat si Pelukis.
"Jangan bilang kamu—."
"Ya," si Pelukis menjawab mantap, "Aku orangnya. Orang yang lukisannya ingin kamu lihat."
Gadis itu mengerjapkan mata tidak menyangka.
***
04.04.19