2. [Manis Pahit]

59 4 0
                                    

Secarik senyuman mencundangi canduku akan kopi.

—Rahium—

**


Kau datang dari arah dapur bersama nampan bertengger kopi yang kau bawa. Sesaat lagi akan ada diskusi di antara kita.

Tunggu dulu. "Kenapa hanya secangkir?" Biasanya kau membawa dua. Jadi, ini secangkir untukku atau untumu? Kau tersenyum sebagai jawabnya.

"Kenapa senyum-senyum?"

Kau buka tiga toples kue di atas meja—masih tersenyum.

"Hei! Tolong beritahu aku. Kamu bertingkah aneh."

Kau menggeleng, lalu jemarimu dengan lincah menari di atas tuts laptop—salah satu media diskusi yang kita gunakan. Tidak lama menunggu, kau memutarnya, menunjukan padaku apa yang kauketik.

Tulisan paling atas dikapital dan ditebalkan,

Baca keras-keras!
begitu isinya.

"Harus kubaca keras-keras?" kau iyakan dengan isyarat mata.

Diskusi kita tidak ditemani sepasang cangkir kopi lagi, cukup secangkir saja. Aku ingin memberikannya hanya untukmu. Namun, kopi itu berbeda dari yang sebelumnya. Aku tak yakin kamu akan suka.

"Kenapa aku tidak akan suka?" kutatap kau sebentar dan beralih pada cangkir kopi itu. Aku hendak  meraih, tetapi dengan sigap kaumenepis, tidak mengizinkanku meneguknya. Kau bangkit lalu duduk di sebelahku, mengetikkan sesuatu di halaman yang sama,

Kopinya pahit.

Aku menyerngit tidak paham, "Lalu?"

Kau masih enggan bersuara, memilih menuangkannya lewat ketikkan,

Tidak pakai gula, sedikitpun. kau nyengir.

Kini aku paham. Kau jelas tahu aku menyukai kopi berpadu gula, meskipun hanya sedikit. Jadi, apakah kau merasa tidak enak hati menyuguhkan kopi tanpa gula? Hei! Mau kopi itu ada gulanya atau tidak, jika kau yang menyeduh, aku pasti suka.

Kopi yang tergeletak di kananku diam tak bergeming, cekatan aku raih. Kau yang duduk di sisi kiriku tidak dapat menahan lagi, langsung aku seruput. Ini nikmat.

"Pahit, ya?" cemas-cemas kau tanya.

"Pahit. Gulanya habis?"

Kau menggeleng, seraya cengengesan, "Lupa beli."

Aku tertawa. "Lupa beli karena gulanya habis, kan?" kau ikut tertawa.

"Ngomongnya tidak diketik lagi?"

"Oh, iya," kau menyambar laptop—bicara lewat tulisan lagi.

Diskusi kita sampai mana?

"Vi, ini benar kita diskusinya lewat tulisan?" ujarku. Kau mengangguk tersenyum.

"Hari ini kau candu sekali tersenyum, Vi. Apakah kau sedang berusaha menggantikan canduku akan kopi, dengan senyummu?"

Mungkin saja, kau ketik sambil tersenyum manis.

***
06.04.19

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sepenggal Kisah (Antologi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang