Chapter 7

707 61 2
                                    

"Niichan!"

Naru memeluk erat seorang pemuda yang baru saja memasuki kamarnya. Nyaris saja, bunga mawar yang dibawa pemuda tampan itu terjatuh, akibat pelukan maut Naru. Namun, pemuda itu dapat mempertahankan bunga mawar yang dibawanya. Pemuda tampan itu tersenyum, lalu mengusap rambut pirang Naru dengan lembut. Ya, sudah lama juga dia tidak mengusap rambut pirang itu. Mata biru pemuda itu terpejam, merasakan pelukan erat adiknya. Mengingat, bagaimana dulu, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan gadis yang kini memeluknya.

Flashback (on)

Tok-tok-tok

Pemuda yang berusia 19 tahun membuka pintu kamarnya. Rambut orange kemerahannya dia acak sekilas, lalu menatap sang Kakek yang merupakan pelaku yang mengganggu tidur siangnya itu.

"Mereka sudah datang," ucap sang kakek dengan santai, tidak memperdulikan tatapan protes sang cucu di depannya. Rambut cucu pertamanya ini benar-benar mirip dengan menantunya.

"Setelah 16 tahun, mereka baru ke sini? Ck, dasar orang tua."

"Kau tidak boleh berkata begitu. Ada alasan kenapa mereka tidak membawamu ke Jepang," jawab Jiraiya, kakek pemuda tersebut.

"Ya, ya, aku tahu. Agar aku bisa dididik dari kecil sebagai penerus mereka. Agar bisa diandalkan, dan mandiri hidup tanpa orangtua," balas pemuda berambut orange kemerahan itu dengan malas. Pemuda itu menutup pintu kamarnya, lalu mulai berjalan menjauhi kamar, "hei kakek, kau mau diam di sana?" Ujarnya, lalu berjalan menuruni tangga.

Pemuda tampan itu terus berjalan, dia akan menemui orangtuanya yang saat dirinya berusia 3 tahun, pergi meninggalkannya begitu saja. Saat beberapa bulan kemudian, dia diberi kabar kalau ibunya kembali mengandung. Itu artinya, dia akan memiliki seorang adik. Seorang bocah yang berusia 3 tahun diberi kabar akan memiliki seorang adik, kau tahu bagaimana rasanya bukan? Sangat senang. Namun, dia sedih, karena dia tidak bisa menemani ibunya saat mengandung sang adik. Serta, dia juga sedih ketika kelak adiknya itu lahir. Sedih, karena dia tahu adiknya jauh lebih beruntung daripada dirinya. Ya, adiknya akan merasakan kasih sayang ayah dan ibu dengan utuh dan secara langsung, tidak seperti dirinya.

Dua tahun kemudian, saat usianya lima tahun, orangtuanya datang, bersama adiknya. Mereka datang hanya untuk menengoknya, bukan untuk mengajaknya ikut. Rasa cemburu sempat hinggap dihatinya, dan entah kenapa dia membenci adik perempuannya itu.

Masa kuliahpun tiba, dan tahun ini terakhir dia kuliah. Kegiatan skripsi sudah di depan mata. Beberapa hari yang lalu, dia mendengar kabar kalau orangtuanya akan pindah ke negara ini. Rasa senang sempat menghinggapi hatinya, namun, hanya sesaat. Baginya, hal itu sudah terlambat. Toh sekarang umurnya sudah 19 tahun, dia sudah tidak memerlukan lagi kasih sayang dari ayah dan ibunya itu. Ya, walaupun selama ini orangtuanya memberi kasih sayang padanya, namun kasih sayang secara tidak langsung. Hanya melalui telepon, video call atau hadiah ulang tahun yang dikirim untuknya setiap tahun. Tapi, jujur saja, bukan hal itu yang dia mau saat usianya belum seperti sekarang. Melainkan, kasih sayang secara langsung. Dibesarkan dan dirawat oleh ayah dan ibunya, seperti adik perempuannya yang kini telah berusia 15 tahun.

Grepp!

Sebuah pelukan erat diterima pemuda berambut orange kemerahan itu ketika dia sampai di pintu ruangan utama. Rambut merah terlihat oleh sudut matanya. Sang ibu, kini memeluknya dengan erat. Terdengar isakan lembut keluar dari bibir ibunya. Ibunya yang dia rindukan selama ini.

GadiskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang