Part 2

5.1K 127 9
                                    

Ratna Sri Hapsari, gadis manis berhidung bangir itu kukenal ketika SMK. Sejak awal masuk hingga lulus, kami selalu sekelas dan duduk semeja. Sifatnya yang pendiam, tenang dan sabar berbanding terbalik denganku yang manja, emosian dan grusa grusu. Namun karena perbedaan itulah kami menjadi dekat. Usianya setahun di atasku membuatnya lebih bersikap dewasa. Kami selalu mengisi satu sama lain. Jika aku marah, Ratna selalu mampu meredamnya. Pun, ketika ada yang mengganggunya, aku selalu maju pasang badan untuk melindungi.

Jika ada sisi buruk Ratna, itu adalah sifatnya yang cengeng. Digodain cowok nangis, lupa gak bawa buku PR nangis, nonton sinetron sedih di tivi nangis, sampai nglihat anak kucing kelaparan, kehujanan di pinggir jalan juga nangis.

Pernah aku sampai berantem dengan guru gara-gara sifat cengengnya ini. Hari itu sejak pagi aku tidak mengikuti KBM karena harus mengikuti latihan Paskibra di stadion kabupaten. Kondisi yang panas, lelah, lapar dan haus membuat diri ini mudah terpancing emosi. Begitu masuk kelas, terlihat Ratna sedang menangis dikerumuni teman-teman. Ketika kutanya apa penyebabnya, ternyata dia malu, karena mendapat perlakuan tidak senonoh dari oknum guru PMP, hanya gara-gara tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. Mungkin Pak Guru kesal karena merasa diabaikan. Hingga keluarlah ucapan buruk darinya dengan menyebut Ratna, Ciblek. (Ciblek itu kalau jaman sekarang artinya cabe-cabean, cewek gampangan). Tidak hanya sampai di situ, Pak Darmono, guru kami tersebut tega mendatangi Ratna sambil terus mengomel kemudian menarik tali BH nya.

Mendengar penjelasan dari teman-teman, aku langsung naik pitam. Memang tidak sekali dua beredar kabar, bagaimana Guru PMP yang berpostur tubuh pendek, gendut, dan botak ini bertindak tak senonoh pada murid-murid perempuan dari kelas lain. Selama ini memang tidak ada yang berani menegur atau mengadu, karena takut dengan ancamannya. Sebelumnya aku bersikap tak peduli, karena merasa itu bukan urusanku. Tapi sekarang, tidak. Menghina Ratna sama saja artinya dengan menghinaku.

Siang itu, suasana sekolah yang awalnya tenang tiba-tiba gaduh karena aku membuat kericuhan di kantor guru. Ya ... Aku melabrak Guru mesum tersebut. Kepala Sekolah dan Guru BK sampai menyidang kami di hadapan dewan guru. Kuceritakan apa yang jadi pemicunya. Pak Dar mengelak, "Saya ini guru PMP. Tidak mungkin saya memperlakukan murid saya begitu. Fitnah itu." Sanggahnya, murka.

Ratna kemudian dipanggil untuk dimintai keterangan. Perwakilan dari kelas termasuk anak-anak dari kelas lain yang juga pernah mendapat perlakuan kurang ajar, Semua didatangkan sebagai saksi. Semua bukti memberatkan Pak Dar, walhasil dewan guru pun mengadakan rapat dan memutuskan hukuman skorsing untuk tidak mengajar selama satu bulan kepada Pak Dar dan hukuman membersihkan WC kepadaku selama satu minggu. Ditambah harus menyampaikan surat panggilan untuk orangtua.

Keesokan harinya, Bapak datang ke sekolah memenuhi panggilan tersebut. Begitu tahu duduk permasalahannya, di hadapan Kepala Sekolah dan guru BK, Bapak bertanya, "Benar begitu, Yu?"

"Nggih, Pak," jawabku sambil menunduk.

"Udah tahu, kan? Apa hukuman buat anak Bapak bila berbuat salah?" tanyanya lagi.

"Tahu, pak."

"Kerjakan sekarang juga!" perintahnya.

Tanpa menunggu diperintah dua kali, aku langsung melepas sepatu yang dipakai bapak, menautkan kedua talinya dan mengalungkannya di leher. Untuk kemudian berlari mengitari lapangan sekolah dibawah pengawasan bapak. Bapak memerintahkan berhenti setelah aku memutari lapangan sebanyak tujuh kali. Malu, kah aku? tidak. Wong memang salah, begitu selesai menjalani hukuman, bapak memelukku, sambil bertanya, "Tahu di mana salahmu?"

"Iya, pak. Ayu salah, karena sudah bertindak diluar kendali. Harusnya Ayu bicara baik-baik, tak perlu membuat keributan." jawabku.

Tak masalah walau aku harus mendapat hukuman dobel. Yang penting kami terbebas dari tingkah laku mesumnya. Untuk sementara kami boleh bersenang hati, karena tidak bertemu dengannya di kelas. Ada guru lain yang menggantikan. Sayang, itu hanya sementara, karena begitu skorsing berakhir, Pak Dar kembali masuk kelas mengajar kami. Gubrak dah ...!!! suasana belajar sungguh tidak nyaman. Dan begitu menerima rapot ketika kenaikan kelas, jreng ... jreng, aku dan teman-teman malah ngakak karena nilai PMP rata sekelas sama, LIMA. Mau protes, percuma. Aah ... Sungguh indah caranya membalas dendam.

ORDER RIAS DARI ALAM GAIBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang