Part 7

4K 122 0
                                    

Suasana di dalam mobil yang tertutup rapat mulai terasa panas dan pengap, karena udara tidak bisa masuk. Napasku mulai tersengal-sengal. Sesak, karena tak ada pasokan oksigen yang bisa kuhirup. Lengkap sudah penderitaanku. Sudahlah badan mendadak lumpuh, kini bernapas pun aku kesulitan. 'Ya Allah, tolong aku. Jangan biarkan aku mati konyol

Setelah menunggu sekian waktu, aku mendengar langkah kaki beberapa orang yang mendekat ke arah mobil. Seseorang mulai membuka pintu tengah. Ada pula yang membuka bagasi. Aku masih tetap pada posisiku, hampir mati, tergeletak di jok belakang sopir

Ada seseorang yang memanggil dan menepuk-nepuk pipiku.

'Huff ... akhirnya aku bisa kembali bernapas dengan lega.'

"Ayu ... Yu ... bangun." Aku kenal si pemilik suara itu, dia Ratna. Ingin menjawab panggilannya, tapi lidahku masih tetap kelu, mulutku tak mau terbuka.

"Ayu ... Yu ... kamu kenapa, Yu?"
Melihatku yang sama sekali tidak merespon panggilannya, Ratna sepertinya cemas. Tangannya semakin kencang menepuk-nepuk pipiku. Tubuhku digoyang-goyangnya.

"Ayu ... Yu ... bangun, kamu kenapa? Bangun, ini kamu sudah sampai di rumahku. Mbak Sekar !!! Mas Prayoga !!!, tolong, Ayu kenapa ini?"

Ratna mulai berteriak panik. Karena melihatku yang masih tetap bergeming.

"Aku mendengarmu, Rat. Tapi badanku susah digerakkan." Ingin kukatakan hal itu padanya, tapi tetap saja suaraku tak keluar.

"MBAK SEKAR !!! MAS PRAYOGA !!!" Ratna mulai histeris dan menangis.

Kini aku mendengar beberapa langkah kaki yang berlari tergesa-gesa mendekati kami.

"Lho ... kenapa ini si Ayu? Tadi nggak kenapa-kenapa lho, Dik." Itu suara Mbak Sekar, dari nadanya, sepertinya dia juga ikut panik. Ah entahlah, panik atau pura-pura panik.

"Dik Ayu, kamu kenapa to, Dik. Mbak kira kamu tidur, kok malah begini." Mbak Sekar ikut menggoyang-goyang badan, dan menepuk-nepuk pipiku.

"Cepat bawa kedalam!" Sekarang Mas Prayoga yang angkat bicara.

Kini beberapa orang mulai berusaha mengeluarkan tubuhku dari dalam mobil, membopong dan membawaku masuk ke dalam rumah. Kemudian aku dibaringkan di atas tempat tidur yang busanya terasa sangat empuk. Wangi aroma therapy dari pengharum ruangan sedikit menenangkan. Paling tidak sekarang aku merasa aman.

Dari suaranya terdengar Mbak Sekar dan Ratna menungguiku di sisi pembaringan. Ratna mengoleskan minyak angin di bawah hidung dan perutku. Sementara seseorang yang aku tak tahu siapa dia, memijat-mijat jempol kaki.

Mas Prayoga terdengar sedang menelepun seseorang.

"Ayu ... kamu kenapa, bangunlah, Yu. Jangan bikin aku takut." Ratna masih terisak sambil terus memanggil namaku. Di elus-elusnya rambutku.

"Maaf, Dik Ratna. Mbak benar-benar nggak tahu kalau Ayu pingsan. Mbak kira dia tidur. Makanya Mbak biarin aja, gak berani membangunkan. Mbak fikir dia kelelahan, dari tadi pagi dia juga belum makan. Disuruh makan nggak mau."

'Pingsan gimana to, Mbak. Kebangeten Sampeyan, bukannya nolongin, malah aku dibiarin hampir mati,' rutukku, sayangnya hanya aku yang bisa mendengar suaraku sendiri.

"Ketingale Mbak Ayu niku naming kekeselen, Mbak. Mangke nggih waras malih (sepertinya Mbak Ayu hanya kecapekan, Mbak. Nanti juga sehat lagi)."

Siapa itu yang berbicara? Saudara mereka, Kah? dari suaranya kutaksir usianya masih muda.

"Iyo, Dek. Mbak Cuma takut, kalau terjadi hal buruk pada Ayu, bagaimana Mbak mempertanggungjawabkan hal ini kepada keluarganya," Sahut Ratna di sela isak tangisnya.

ORDER RIAS DARI ALAM GAIBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang