Sore menjelang, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tiga. Tibalah saatnya aku harus mulai merias Ratna. Kusuruh Ratna untuk mandi dan mengenakan baju yang berkancing depan, agar nanti ketika disanggul tidak susah dibuka.
Sambil menunggunya berganti pakaian, aku mempersiapkan peralatan make-up yang sebelumnya memang sudah berada di kamar ini. Mungkin Mas Prayoga yang mengantarkan, karena dia tahu, di kamar inilah Ratna akan kurias.
"Rat, lampunya dinyalakan wae, yo. Gelap banget ini, aku gak bisa fokus," pintaku.
"Ora usah to, udah begini ae, ini juga udah lumayan terang kok," tolaknya.
Berulang kali kuminta Ratna untuk menyalakan lampu, tapi Ratna selalu menolak. Alasannya selalu sama, biar teduh tidak panas. Mau tidak mau aku hanya mengandalkan lampu yang menempel di beautycase yang tidak terlalu terang dan harus lebih teliti, menajamkan penglihatan, agar hasil polesanku maksimal dan tidak salah dalam menerapkan warna.
Berawal dari proses ngerik untuk membentuk cengkorongan paes, lalu aku merapikan alis Ratna, sekaligus membentuk bingkainya dengan pensil, baru selanjutnya mengisi bingkai tersebut dengan eyebrown yang berbentuk gel.
Selanjutnya, foundation yang sesuai dengan warna kulit Ratna, kuaplikasikan di seluruh permukaan kulit wajahnya. Begitu hendak mengoleskan foundation di area leher, dahiku berkernyit, karena melihat bekas jeratan yang masih basah. Luka itu bernanah dan berwarna biru lebam. Pelan, aku menyapukan spon foundationku, jangan sampai sahabatku ini merasa kesakitan.
Melihat bekas jeratan di leher Ratna, menggiring otakku untuk mengingat mimpi yang tadi pagi sempat kualami. Mimpi itu terasa nyata, sangat nyata. Mungkinkah .... Ah tidak, Segera kubuang jauh-jauh fikiran negatifku.
Hening, kami sama-sama diam, larut dalam angan masing-masing. Sepertinya Ratna mulai mengantuk.
"Ratna, jangan tidur. Didandani kok malah molor."
"Ora, aku Cuma merem kok, Yu."Ealah, ini bocah. Kebiasaan dari dulu kalau kepala atau mukanya dipegang-pegang pasti langsung mengantuk.
Kubiarkan Ratna menikmati rasa kantuknya. Untung saja dia termasuk pengantin yang manut, tidak rewel, disuruh buka mata, buka. Disuruh merem, meremlah dia.
Satu persatu make up teraplikasikan di wajah ayunya. Dari foundation, bedak tabur, eye shedow, blush on, bulu mata, mascara, eyeliner dan lipstik berhasil merubah wajah Ratna menjadi jauh lebih jelita.
Kini tinggal menyanggul rambutnya dengan sanggul tekuk, ketika aku sedang asyik menyasak rambut Ratna, dari kaca beauty case aku menangkap sesosok bayangan wanita berbaju putih di samping pintu masuk. Dia seakan mengawasi cara kerjaku. Ketika kutoleh, bayangan itu langsung menghilang, raib entah kemana.
Karena sudah berulang kali melihat sosok yang sama, aku jadi terbiasa. Rasa takut tetap ada, namun kutepis jauh-jauh. Biarlah dia mau apa, yang penting tidak menggangguku. Ya siapa tahu dia sengaja ingin mencuri ilmuku dengan belajar make up, agar bisa dandan sendiri, merias wajahnya yang jelek itu agar lebih cantik.
Tiba-tiba aku teringat akan Mbak Yanti, ke mana perginya dia? Padahal tadi masih berada bersama kami, mengapa tiba-tiba tak kelihatan batang hidungnya?
"Rat, Mbak Yanti tadi ke mana yo, kok tau-tau ngilang."
"Ooh, dia udah pulang, Yu."
Aku tak bertanya lebih lanjut kepada Ratna. Fokus pada pekerjaanku.Selesai menyasak dan memasang sanggul, aku pun memperjelas cengkorongan paes dan mengisinya dengan pidih. Bunga roncean melati yang kubawa hasil tangan Pak Warno sudah terpasang cantik di sanggul Ratna. Terakhir kupasangkan aksesoris silih asih sebagai penyempurna penampilan Ratna.
Tugasku tinggal satu lagi, membantu Ratna untuk berganti busana. Kain batik wahyu tumurun dan kebaya putih tulang yang tadi ditunjukkan kepadaku, kini membalut tubuh sintalnya. Beres sudah semua. Siapapun yang memandang Ratna pasti akan terpesona. Dia seperti dewi yang turun dari kahyangan, cantik sekali.
Kugandeng Ratna ke arah cermin, "Lihat, Rat. Siapa itu."
Melihat bayangan dirinya sendiri, dia berdecak kagum, "ini beneran aku, Yu?"
"Lha yo, Embuh. Itu siapa, aku belum kenalan soalnya," godaku.
"Aku kok iso ayu banget ya, Yu. Ya ampuun ...."
Di depan cermin Ratna terus berputar-putar, tersenyum, mengagumi kecantikannya sendiri."Rat, lha calon suamimu sampai di sini jam berapa?"
Dia tidak menjawab, masih asyik berputar-putar di depan cermin. Sekali tempo membenarkan bulu matanya, membersihkan lipstick yang menempel di gigi, atau membenahi posisi bunga tibo dodonya.
"Ratna!! Calon bojomu sampai di sini jam berapa?"
"Hem ... opo, Yu?"
"Wes embuh, Rat. Ditanya kok nggak merhatiin yang nanya. Calon bojomu sampai di sini jam piroooo, Nduk Cah Ayu?"
"O ... iku, ntar dia juga datang, Yu."
Ini pengantin kok ndableg (cuek) banget, ya. Biasanya bila sudah mendekati waktu akad nikah dan calon pengantin laki-laki belum datang, pasti pihak keluarga pengantin wanita panik. Lha ini kok santai banget.
Pihak keluarga, tak satupun yang menghampiri kami di kamar. Kemana perginya mereka. Mbak Sekar, Mas Prayoga, Mbak Ratih, Ibu dan bapaknya, mengapa satupun tidak ada yang kelihatan?
"Lha saudara-saudaramu pada kemana, Rat?"
"Pada siap-siap di rumah Mbak Sekar, Yu. Aku juga menyiapkan perias buat mendandani mereka, kok. Biar kamu tak terlalu repot." Jawabnya santai.
"Kamu duduk di sofa sana, Rat. Aku tak beres-beres alat make upku. Udah kelar to? Gak ada yang didandani lagi?"
"Udah nggak ada. Rapikan aja semuanya, Yu." jawabnya.
Ratna bergeser dari depan meja rias menuju sofa. Sementara aku merapikan perlengkapan make-up. Satu persatu kukembalikan pada tempatnya. Lampu beauty case kumatikan, lalu menutup dan menguncinya.
Kini Ruangan kembali remang-remang. Tak terasa waktu demikian cepat berputar. Senja sudah berlalu. Dari tirai jendela yang tersingkap, terlihat suasana malam yang teramat gelap. Dari sudut mata, kutangkap kesedihan di wajah Ratna. Dia tampak serius seperti sedang memikirkan sesuatu. Tangannya tak berhenti memainkan kembang tibo dodo, yang jatuh menjuntai di bahu kanannya.
Sayup terdengar lirih, dia bersenandung sebuah langgam Jawa.
"Nalikane dek zaman semono (ketika waktu itu)."
"Tresnamu setyo lan tuhu (cintamu begitu setia)."
"Anane mung tansah ngalembono (adanya selalu memuji)."
"Sasat ora nate cidro (tak sekalipun pernah kau ingkari)."
![](https://img.wattpad.com/cover/182573450-288-k899240.jpg)