7. Move on

26 8 14
                                    

Budayakan vote dulu baru baca heheh

•••

SAYA MINTA PERHATIAN NYA, UNTUK READERS JANGAN ASAL SCROLL LALU PENCET BINTANG DAN OUT DARI HALAMAN CERITA. SAYA JUGA BUTUH TANGGAPAN KALIAN, BOLEH KOMEN APAPUN YANG PENTING JANGAN MENJELEK-JELEKKAN KARYA SAYA OKEE? TENGKYU.

**

"Lo beneran mau move on?!" tanya Dea terheran-heran.

Namun kembali memasukkan keripik kentang dan mengunyahnya perlahan. Sekarang, Dea sedang di rumah Dila bersama dengan Imam untuk belajar bersama. Namun, kegiatan belajar bersama tersebut berhenti seketika ketika Dea menyinggung kejadian di sekolah tadi. Tepatnya ketika Dila menangis lalu Haris dan Zidan datang secara bersamaan.

"Lo yakin gak?" tanya Imam sambil memutarkan pulpen My Gel di jari jarinya. Lalu meletakkan benda tersebut dan mengambil segelas jus buah yang telah disediakan sebelumnya.

"Uhm" Dila melengos pelan. "Gue gak terlalu yakin sebenarnya. Menurut gue, ini cara biar gue gak terus-menerus sedih tiap ingat dia, apalagi tiap jumpa dia" gadis itu menggigit bibir kuat, menahan agar air matanya tidak jatuh.

"Gue paham dil, apalagi lo anaknya baperan sama hal-hal yang kaya gitu, kali ini gue bantu lo!" kata Dea sambil mengunyah makanan menelan keripik kentang.

"Menurut lo gimana mam?" sambung gadis itu.

"Kalo gue sih yes-yes aja, tapi menurut gue bakal sulit apalagi lo sama dia gabung di seksi yang sama kan di festival sekolah?"

Pemuda itu duduk di sofa dan bersender di sana.

"Saran dari gue sih, lo harus lupain semua memori yang bersangkutan dengan Haris. Anggap aja lo baru kenal dia atau kalian gak ada hubungan apa-apa sebelumnya" sambung pemuda itu.

Dila mengangguk-angguk mengerti. Berusaha untuk mencerna lebih apa yang baru saja dikatakan oleh Imam.

"Kalo saran dari gue nih ya, welcome aja sama Zidan, mungkin bisa bantu lo move on" sahut Dea, lalu meneguk air putih yang juga telah disediakan selain jus buah.

"Kasihan lah si Zidan, gue sesama kaum Adam ngelarang lo ngelakuin itu dil" kata Imam merasa tidak terima.

"Jangan pikirin perasaan lo sendiri, karena cowok juga punya. Kalo lo ngelakuin itu, seakan-akan lo buat dia jadi pelampiasan" sambung pemuda itu.

Dila tertegun, mendengar kata-kata Imam barusan.

Ada benarnya juga.

Dirinya juga harus memikirkan perasaan orang lain, tak lupa untuk memikirkan perasaan diri sendiri.

Dea kali ini tak bersuara, fokus pada soal-soal untuk persiapan Ujian tengah semester ganjil mata pelajaran fisika. Lalu mereka kembali fokus untuk belajar bersama karena waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Dila memahami kurang lebih apa yang dia dan dua sahabatnya kerjakan. Raga nya berada disana namun pikirannya telah melanglang buana.

**

Haris menghembuskan nafasnya keras, tidak menyangka bakal seperti ini. Ia masih memikirkan penyebab Dila menangis tadi siang di sekolah. Padahal dia belum sempat untuk berbicara pada gadis itu. Selepas Dila pergi meninggalkannya dan Zidan, pemuda itu langsung bertanya pada Zidan. Katanya tidak terjadi apa-apa, namun Zidan sempat bilang ketika ia menyebut nama Haris, Dila sempat terdiam dan tidak lama pergi meninggalkannya.

Haris sekarang tidak bisa fokus belajar, masih memikirkan hal tadi. Kalaupun kehadirannya hanya dianggap seseorang yang baru di kenal oleh Dila, pemuda itu menerima nya. Namun, kalau ada masalah seperti ini sebaiknya dibicarakan baik-baik.

Lalu pemuda itu membuka aplikasi WhatsApp dan mencari nama Dea, teman sekelas Dila.

[Room-chat Dea]

Haris : dea?

Dea : oy ? Luwak white coffe password nya?

Haris : kopi nikmat nyaman diminum

Dea : cakepppp, ada apaan ris? ^_^

Haris : ehm

Haris : gue mau nanya, tadi Dila kenapa? gue baru aja nyamperin eh ga lama dia pergi gitu aja. Pas gue lihat dia sama lo, dia udah nangis

Dea : halah Dila aja kok, diakan emang suka baper sama hal gituan

Haris : lah jadi dia baper sama gue?

Dea : ya enggaklah

Haris : terus?

Dea : lo pikir aja sendiri

Dea : yodalah ya, gue mau masak dulu bayyy!

Pemuda itu menutup room-chat nya dengan Dea. Melihat percakapan di grup chat kelas yang lagi bahas pengalaman mistis. Lalu keluar dari room chat grup dan meletakkan handphonenya di atas meja belajar, lalu membuka buku cetak biologinya. Membuka lembar demi lembar materi bab sistem regulasi. Tapi ia masih belum tenang dari apa yang disampaikan dea barusan, menurutnya menggantung.

Lalu ia berniat untuk menghampiri abangnya di lantai bawah yang sedang menonton on the spot. Abangnya bernama Agyl ini masih kuliah semester 4 jurusan teknik kimia di salah satu universitas terkenal di pulau Jawa.

"Bang mau nanya" katanya, lalu duduk di sofa.

"Apaan? Cewek lagi?" balas Agyl sok tahu.

"Tau aja, tapi ini beda" Haris menelan ludah.


"Dia udah jadi mantan"

"Serius lo? Cantik gitu lo putusin?" balas Agyl heboh.

"Bagus buat gue aja" celetuknya merasa tak berdosa.

Haris langsung melempar bantal yang ada di sofa ke arah abang nya. Dibalas oleh oleh aduhan sakit oleh Agyl.

"Taik emang lo, gue serius ini!" kata Haris merasa gak terima.

"Tadi mantan gue kan kayak ngehindar gitu pas gue lewat, kira kira dia kenapa ya bang?" sambungnya serius.

"Mau move on kali" balas Agyl santai.

Haris sempat tertegun mendengar jawaban abangnya.

'Apa bener dia mau move dari gue?'

***

Dila baru saja menutup buku cetak bahasa Indonesianya. Menyimpan peralatan sekolah nya. Ia merasa sudah siap untuk besok, menghadapi hidup yang bisa dibilang berat. Tiap hari jumpa mantan.

Tangannya bergerak mengambil handphone, lalu membuka pop up message dari aplikasi WhatsApp.



Zidan : besok pagi gue jemput yaa? kita pigi bareng

**
A/n:

Kemungkinan bakal late update untuk part selanjutnya

Buat kalian yg mau move on

Buat kalian yg mau move on

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REVIENS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang