Aku melangkah pelan, menyusuri jalan setapak menuju tempat yang selalu kukunjungi sesering mungkin selama 8 tahun terakhir. Rasanya masih tetap sama seperti 8 tahun yang lalu, menyesakkan. Tempat ini sepi, hanya ada aku dan beberapa orang yang memiliki tujuan yang sama denganku. Meski cuaca begitu terik, tidak membuatku untuk berhenti. Panas yang menusuk kulit tidak membuatku goyah.
Aku terus melangkah, lalu berhenti ditempat yang menjadi tujuanku. Aku tersenyum, menyapa seseorang yang sangat aku cintai dan aku rindukan.
"Halo ma. Aku datang." Sapaku, lalu duduk disisi mama. Tanganku terulur menyentuh nisan yang tertulis nama mamaku disana. Iya, orang yang sangat kucintai ini ternyata lebih dicintai oleh Tuhan.
Tepatnya 8 tahun yang lalu. Saat itu usiaku 17 tahun. Sehari setelah perayaan ulang tahunku, Tuhan mengambil nyawa mamaku. Aku hancur saat itu. Aku tidak bisa menerima kepergian mama. Bodohnya aku yang tidak pernah mengetahui perihal penyakit kanker hati yang diderita mama.
Sebagai anak tunggal, aku merasa hampa sejak itu. Ditambah lagi dengan keputusan papa yang memilih menikah dengan wanita lain enam bulan setelah kepergian mama. Aku kesepian. Tidak ada orang yang kupercaya lagi. Aku kecewa dengan keputusan papa, lalu memilih untuk kuliah di kota yang berjauhan dengan papa.
Awalnya papa menentang keputusanku. Beralasan ingin mandiri, akhirnya papa menyetujui keputusanku itu. Meski berat rasanya, namun aku lega. Karena aku tidak perlu berbasa-basi lagi dengan istri papa tersebut.
"Gimana kabar mama disana ? Pasti bahagia sekali ya berada disana ? Aku rindu ma." Aku menghela napasku. Setitik air mata lolos dari sudut mataku. Selalu seperti itu. Tangisku tidak bisa kubendung jika itu berhubungan dengan wanita yang kucintai ini.
"Sudah 8 tahun ya ma. Dan aku semakin kesepian. Kadang aku ingin protes kepada Tuhan. Kenapa harus mama ?" aku menyandarkan kepalaku dinisan mama. Membelai nisan tersebut dengan salah satu tanganku.
"Ma, usiaku sudah 25 tahun sekarang. Dan aku juga sudah mendapatkan pekerjaan. Meski hanya karyawan biasa. Tapi aku sudah bisa menghidupi diriku sendiri. Mama tidak perlu khawatir disana. Tidak usah memikirkanku. Karena aku baik-baik saja. Oh iya, mama ingat temanku yang bernama Rachel kan ? Dia sudah menikah sekarang. Seperti keinginannya dulu yang ingin menikah muda." Aku terkekeh pelan, menceritakan tentang Rachel kepada mama. dulu Rachel seringkali ke rumahku hanya untuk memakan makanan yang dibuat mama. dia bilang, dia fans berat makanan mama.
"Ma, aku sudah pindah dari tempat tinggal yang lama. Harganya lumayan mahal dari yang kemaren. Tapi tidak masalah. Aku suka. Dan aku nyaman tinggal disana."
Aku kembali menghela napas berat. "Aku rindu papa ma." Ucapku lirih.
Sejak memutuskan untuk tinggal jauh dari papa. Hubunganku dengan papa benar-benar canggung. Kami hanya bertemu sekali setahun, itupun hanya sebentar. Aku sungguh kehabisan kata-kata berada didekat beliau. Tidak ada cerita apapun, hanya ucapan selamat datang yang kuanggap sebagai basa-basi saja. Iya, secanggung itu.
Bahkan sekarang, meski kami sudah tinggal dikota yang sama. Aku dan papa pun masih jarang bertemu. Aku lebih memilih untuk tinggal sendiri. Dan sepertinya papa paham akan keinginanku. Ia juga tidak memaksaku untuk tinggal bersamanya.
Tangisku pecah begitu saja mengingat betapa menyedihkannya kehidupan yang kujalani. Tanpa mama dan papa disisiku. Sendiri, sunyi dan sepi.
Aku menekuk lututku. Lalu menumpukan kepalaku disana. Menangis sekencang yang kubisa tanpa memikirkan orang lain. Karena ditempat ini, orang tidak peduli dengan kesedihan orang lain. Mereka punya kesedihan sendiri.
Entah berapa lama aku menangis. Kuyakin mataku pasti sudah bengkak. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin menumpahkan semua kesedihan itu. Lalu setelahnya ? Menjalani kehidupan seperti biasa seolah tidak ada beban apapun didalam hidupku.
YOU ARE READING
BERTEMU DI PEMAKAMAN
Short Story"Tujuh tahun tinggal sendiri membuatku berteman akrab dengan kesepian. Alih-alih berteman dengan orang lain. Aku justru menghindar dari mereka. Aku takut, mereka akan mengasihaniku jika mengetahui apa yang kujalani. Jadi, selama tujuh tahun terakhir...