04. Ketika Egi ngambek

238 39 6
                                    


"Ada tikus curut deket meja!"

Ucapan itu terdengar bagai lolongan anjing di siang bolong. Siapa memang yang akan percaya kalau di rumah sebesar ini memelihara tikus jenis curut yang hobinya cuma mencuri makanan saja. Tidak akan ada yang percaya, termasuk cowo muda yang sedang asyik menekan jari-jari tangannya pada keyboard komputer. Itu game perang-perangan yang Egi tidak ketahui namanya apa. Egi mencebikkan mulutnya begitu seruannya tidak ditanggapi.

"Eh Ariel Tatum, kapan datengnya?"

Lalu cowo muda itu menoleh. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan Ariel Tatum di seluruh penjuru ruangan. Dan ia tidak mendapati ada satu sosok rupawan yang pernah ada di mimpi tiap remaja cowo.

"Arggggh sial!" geram cowo itu frustasi begitu tersadar telah melewatkan beberapa detik dari layar monitor di depannya. Kesempatan berharga untuk mengalahkan musuhnya hilang sudah. Ingin sekali ia meluapkan kekesalan pada satu sosok cewe lebih tua beberapa tahun dari dirinya yang sedang cekikikan dengan segelas teh celup di tangan kanannya.

"Kenapa?" Tanya Egi tanpa rasa bersalah. Ditatap seperti itu oleh Juan, adik Jessi, bukannya membuat Egi takut justru membuat Egi ingin ketawa lebih lebar. Juan lucu sekali kalau sok serem begitu, pikir Egi.

"Mbak Egi bisa ke kamarnya Jessi aja gak?"

"Kenapa harus?"

Juan menghela napas. Itu kan artinya Juan ingin mengusir Egi. "Karna gue harus belajar."

Satu bohlam ;lampu tiba-tiba menyala di pikiran Egi. "Oh buat UN?"

Juan mengangguk-angguk dengan semangat. "Iya, buat UN," jawabnya.

Egi tersenyum lebar sekali membuat matanya menyipit. Satu senyuman yang sudah Juan hafal maknanya apa. "Gue bisa bantuin. Waktu SMP gue selalu masuk ranking sepuluh besar loh di kelas." Nah kan.

"Gak usah mbak." Geleng Juan pasrah.

"Serius? Gue pinter matematika kok."

"Enggak usah."

"Gak pake bayar tenang aja."

Juan cuma menggeleng-gelengkan kepala.

"Gapapa sini!"

"Enggak mbak."

"Sini, gue gak gigit kok."

Lagi-lagi Juan menggeleng, dengan raut muka memelas. Barangkali ia lupa kalau memenangkan perdebatan dengan Egi adalah suatu kemustahilan.

"Woy lo apain adek gue?" Jessi tiba-tiba datang dari arah dapur, eh atau dari kamar mandi. Rambut cewe itu masih basah. Di rumah, Jessi sering sekali mengenakan daster ibu hamil. Egi masih belum tau apakah sebenarnya Jessi pembantu rumah tangga yang menyamar sebagai majikan atau justru sebaliknya.

"Ini nih adek lo minta gue ngajarin matematika." Di kursinya, Juan mengernyit pada Egi. Kapan memangnya ia pernah bilang begitu.

"Belajar?"

"Iya buat UN. Hebat kan gue?" jelas Egi bangga.

Jessi menatap Egi dengan pandangan horror. Egi sedikit bergidik, eh apakah ia barusan salah ngomong?

"Adek gue masih kelas dua esempe, ngapain belajar UN," jelas Jessi.

Egi membulatkan mulutnya lalu melirik Juan yang nampaknya sedang mempersiapkan jurus lari secepat kilat menuju kamar.

"Ah sialan gue diboongin." Geram Egi tidak terima. Ia berniat hendak mengejar Juan tapi tidak jadi karna Egi malas bangun dari sofa.

"Nih!"

Merah Jambu [Seulhun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang