satu

63 25 17
                                    

Life is actually simple. You make a complicated.

♢♢♢♢

Nathusa yg nulai lapar pun berjalan dg langkah lebar. Meninggalkan sohibnya yg berjalan lelet. Dan slalu menceritakan semua hal tentang Kakel mereka. Namun, saatingin membals ucapan sohibnya ia terpaku dg tatapan tajam serta sirat kasihan yg muncul disepanjang jalan slalu menuju ke arahnya. Nathusa yg mulai merasa risih pun mempercepat langkahnya. Dan dibelakangnya terdapat Mathem yg tengah berlari kecil mengejarnya. Teriakan Mathem tak dihiraukannya.

"Nat! Woi, tungguin dong." Kata Mathem yg terengah engah akibat berlari.

"Nat-Nat, lo pikir gue donat?!" Jawab Nathusa geram.

"Ye sante dong. Eh, lo kenapa sih jalan cepet banget kaya orang dikejar setan tauk!"
"Eh lo tu galiat apa, dari tadi anak anak pada liatin gue!" "Padahalkan gue ga salah apa-apa sama mereka."
Mathem yg melihat raut wajah Nathusa berubah suram pun, menghela napas dan mencba menenangkan sohibnya.
"Udah sabar aja, mungkin mereka gapernah liat bidadari jalan kali."
Nathusa yg geram dg jawaban Mathem pun langsung menoyor kepala sohibnya itu.
"Eh gue tu serius! Lo kok becanda mulu."
"Iya iya maaf. Yaudah sih kalo mereka mau liatin kita mah udah biarin aja. Selagi mereka gak kurang ajar. Toh mereka juga kan punya hak buat ngelihat."

Nathusa hanya mendengus dan melanjutkan perjalananya, menuju surga😂 elah canda doang. Maksutnya menuju kantin.

Saat baru sampai depan kantin Nathusa dibuat kaget dg poster, tentang larangan dirinya untuk makan dikantin. Dibagian bawah kiri terdapat tanda bintang. Tanda tsb, merupakan salah satu peringatan trhadap org yg berbuat maslah trhadap Gangster Sekolah tsb. Saat mengedarkan pandangan Nathusa mengehela napas saat melihat semua orang yg ada dikantin hanya melihat tanpa berniat memberi ruang untuknya. Bahkan ada yg menatap nya tajam. Takut takut kalo mereka kena imbasnya. Sebab Gangster yg tengah berseteru dg Nathusa bukanlah sembarang orang. Melainkan anak dari Orang nomer 1 disekolahnya. Siapa lagi kalo bukan Orang yg memberi Donasi tertinggi terhadap sekolahnya. Selain itu, ketua Gangster tsb, juga tengah dikabarkan berpacaran dg anak pemilik Sekolahan ini.

Mathem yg baru saja sampai pun meringis dan geram. Hampir saja dia berteriak dan memperkeruh masalah kalo tidak Nathusa tarik. Mathem melirik Nathusa dg tatapan bingung. Nathusa menggeleng kan kepala menandakan kalo Ia baik baik saja.

"Udah gapapa. Kita balik kelas aja ya."
Mathem rasanya ingin berteriak sekencang kencangnya ditepat telinga sohibnya.
"Lo tuh udah dilecehkan! Seharusnya lo nglawan dong. Jangan diem aja. Kalo perlu laporin ke guru!"
Nathusa menghela napas, gusar.
"Percuma, percuma mau dilaporin gimana juga dia bakal tetep menang. Lebih baik diem, kalo capek pasti mereka bakal berhenti." Ujar Nathusa pasrah.
Mathem hanya menurutinya. Dan mereka mulai menjauh dari kantin, kembali ke kelas.
Ditengah perjalanan menuju kelas mereka kembali diganggu oleh Kaka Kelas mereka.
"Sa, kamu gapapa kan? Kamu pasti belum makan ya? Ini aku bawain kamu roti sama susu. Dimakan ya." Ujar Rehan.
Nathusa mengedarkan pandangan lalu mulai menyadari bahwa kehadiran Rehan malah memperkeruh keadaan. "Gak usah Kak, terimakasih. Permisi saya mau kekelas dulu." Namun cekalan dipergelangan tangannya membuat ia mengurungkan niat. Ia membalikkan badan dan bermaksut menanyakan maksut kaka kelasnya itu dg mengangkat sebelah alis.
"Aku mohon, terima ya rotinya. Aku tau kamu laper kan? Dan kamu gajadi makan dikantin karena keadaan lagi runyam." Saat ingin menolak. Tiba tiba mathem menerima roti tsb. Lalu berterimakasih.
"Oh iya kak, betewe makasih. Nanti pasti Math- eh maksutnya Nathusa makan. Iya kan sa." Ujar Mathem sambil menaik turunkan alisnya.

Nathusa mengehela napas. Dan mengalah, menerima rotinya. Agar kaka kelasnya itu cepat pergi. Karena, ia tidak ingin menambah masalah. Yg ia tidak tau menau kesalahan awalnya.
"Iya kak, terimakasih nanti saya makan. Saya permisi." Ujar nathusa terpaksa dg menarik lengan sohibnya agar cepat berjalan kembali ke kelas.

"Ih lo tu, malu malu in tau gak?! Masa iya tadi gue udah nolak pemberianya, malah elo ngambil rotinya. Gila aja, entar kalo gue dikira cewek yg ngebet dikejar dia gimana?" Nathusa mendengus saat menyadari bahwa mathem tidak mendengarkannya dg baik malah menikmati roti pemberian Kak rehan.

"Eh waras. Lo tuh dari tadi gue bilangin malah asik asikan makan sih." Ujar Nathusa geram.
"Iya iya gue denger. Lagian juga emang bener kan kalo lo itu laper. Ya, ketimbang mati gara gara kelaparan kan ga elit banget. Mending ya, terima aja toh halal, gratis pula." Jawab Mathem seraya menyodorkam kantong yg berisi susu dan roti tsb.

Karena perutnya yg udah demo minta dikasih jatah. Dg terpaksa ia menerima kantong tsb, dan memakanya.

"Eh sa, betewe lo tu ada masalah apa sih sama si sonia senior kita tu?" Tanya mathem yg mulai penasaran.
Nathusa menghela napas. "Entah, gue juga ngerasa gapernah buat masalah sama dia. Oh ya, bukannya kemaren lo bilang kalo si Rehan Rehan itu punya pawang, maksutnya pawang gimana sih?"

"Oo gue inget. Mungkin gak sih kalo si Sonia kemarin liat elo pas dikoridor sama kak Rehan? Dan dari situ dia ngerasa kalo elo bakal ngerebut dia dari Rehan."
Nathusa mengernyitkan dahi dan bertanya." Lah, bukannya kemaren sepi ya?"
"Iya sih, tapi asal lo tau antek antek nya Sonia itu banyak, dimana mana ada. Jadi mungkin ada salah satu anteknya Sonia yg lihat trs laporan sama Sonia."
"Terus si Rehan ngapain tadi ngasih roti. Kan jadi tambah runyam masalahnya." Nathusa mulai kesal. Sebab, selama ia sekolah disini ia tak pernah memiliki masalah serius. Masalah pertamanya pun, masalah yg cukup konyol. Sebab Nathusa masuk ruang BK hanya karna kasus pemalsuan tanda tangan di surat ijin temannya. Dulu, Mathem menertawakan kasus Nathusa karna kasus yg sebenernya gaperlu dibesar besarkan malah sampai masuk BK.

"Eh Sa, si Rehan tau gak ya tentang maslah ini? Dia kan juga terlibat. Karna dia elo jadi diteror sama si Sonia itu."
"Mungkin tau, tapi dia sok sok gapeduli dan malah nyelakain gue lebih dalem."
"Eh lo jangan suudzon gitu dong. Kata Nenek gue, kita itu harus selalu berhusnudzon terhadap sesama umat manusia. Nanti Tuhan juga bakal ber Husnudzon sama kita." Nathusa menatap Mathem tidak percaya. Karna selama ia berteman dg Mathem baru kali ini ia mendengar kalimat yg benar dan bermanfaat.
"Ah, udahlah gue makin pusing tau gak." Ujar Nathusa yg mulai pening.

"Makanya kalo main tu yg jauh, biar dapet pengalaman."
"Bodoamat!"

Nathusa memikirkan semua ucapan yg diucapkan Mathem. Karena pening yg melanda, ia memilih tidur disamping Mathem yg tengah chtingan dg laki-laki dari berbagai tingkatan. Mathem yg mulai senyam senyum, membiarkan Nathusa tertidur dg nyenyak karna ia tau. Masalah Nathusa takan mudah diselesaikan, pastinya akan menguras waktu.

Beberapa menit kemudian Guru yg mengajar kelasnya datang. Mathem yg melihat Nathusa belum bangun pun berniat membangunkanya. Walau sebenarnya dia tidak tega, melihat wajah lelah Nathusa. Namun tak ada pilihan lain. Akhirnya ia membangun kan Nathusa. Nathusa yg mulai menggeliatkan badan seraya mengerjap ngerjapkan mata bertanya. "Bu peni udah dateng ya?" "Iya tadi dia udah dateng tapi ada yg nelpon. Jadi dia keluar sebentar buat ngangkat telpon. Mending sekarang lo juga keluar cuci muka."
"Oke, gue cuci muka dulu ya."
Mathem tersenyum memandangi punggung yg mulai menjauh.

Tak lama guru bahasa jawanya pun masuk.
Bersambungg-

a/n Terimakasih sudah membaca chapter kedua dari Fragile:)
Jangan lupa vote, coment and share ya.
Dukungan kalian, merupakan semangatku:*

fragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang