Eins

52 2 0
                                    

"Terserah kamu, toh kamu juga nanti yang rugi'

"Bun, ayolah masih banyak sekolah swasta lainnya, kenapa harus masuk pondok sih?" Alvin mengerucutkan bibirnya, ia benar-benar tidak setuju dengan pilihan bundanya.

"Sekolah mana yang tahan sama kelakuan kamu itu? Adanya nanti baru sehari kamu sekolah udah dateng surat pindah ke bunda". Ini yang Alvin tidak suka. Entah kenapa setiap ia sekolah selalu saja membuat gurunya geregatan sendiri. Padahal Alvin merasa tidak membuat salah.

"Emang dasar gurunya aja yang sensi sama Alvin bun" belanya.

"Halah alesan kamu, sudah sana beresin barang-barang kamu, besok biar tinggal berangkat aja."

Budanya berlalu menuju dapur, sementara Alvin makin merasa kesal, bisa-bidanya bundanya itu mendafatarkannya di ponsok, oke pesanteren, oh tidak budanya bilang itu boarding school, tapi tetap saja, garis besarnya PESANTREN.

Alvienna Nayara Salahuddin, anak pertama dari dua bersaudara. Memiliki adik yang super datar seperti triplek, punya ayah yang ganteng mirip L infinite, serta bunda yang b aja kalo menurutnya. Oh tidak, ralat,cantik seperti lisa blackpink. Itu kata bik Endah. Ingat kata bik Endah. Balik lagi, Alvin itu nama kecilnya, sejujurnya Alvin itu seringkali meknta budanya untuk memanggilnya vina atau naya atau aplah, asal jangan Alvin. Alvin itu nama cowok. Alsan yang sama yang selalu Alvin utarakan pada bundanya. Namun budanya selalu dengan santai berkata, "Udahlah kamu itu cocoknya dipanggil Alvin, lagin keren kok, daripada bunda kasih kamu nama Markonah". Ah ingin sekali rasanya Alvin membenamkan wajahnya dibantal jika mengingat itu.

Alvin masih dengan gerutuannya memasukkan baju-bajunya ke dalam koper, sebenarnya ia bingung baju apa yang akan ia bawa, bundanya bilang jangan membawa baju kemeja, baju kaos, apalagi celana jeans nya itu. Maslahnya baju Alvin seperti itu semua. Kan nggak mungkin kalo Alvin bawa dress pendek rumahan yang sering ia pakai, apalagi itu sudah bulukan. Saat ia tengah memandangi almari bajunya, terdengar pintu terbuka yang disusul suara bundanya.

"Nih, kamu bawa ini aja, udah bunda siapin, dipake, tinggalin aja tuh baju main kamu, biar nanti bunda sumbangin ke panti asuhan"

Wah, enak sekali bundanya berbicara seperti itu, setelah dirinya bersusah payah menyisihkan uang jajannya untuk membeli baju-baju itu, dengan santainya bundanya itu akan menyumbangkan itu semua. BIG NO!.

"Jangan lah bun, ini semua penuh perjuangan aku belinya, udah nggak papa disini aja daripada almarinya kosng nggak berpenghuni ntar ada mahluk halus yang nempatin"

"Emang ya kamu itu, ada aja ngelesnya, pkoknya tinggalin itu baju kamu, jilbab kamu yang transparan itu juga tinggalin, yang diliit kek tali itu juga, apaan coba ntar kecekek baru tau rasa"

"Ih bunda itutu keren tau, fashionable"

"Fashionable enngak, kecekek iya, udah ah capek bunda, pokoknya kamu cman boleh bawak koper ini, titik."

Setelah berkata seperti itu, bundanya langsung keluar meninggalkan Alvin dengan sekoper besar yang Alvin tebak berisi baju panjang nan besar dengan jilbab lebar yang menutupinya seperti mukena.

'Hah sudahlah' pikirnya. Lebih baik ia tidur, setidaknya besok ia bisa bangun 5 menit lebih awal dari biasanya.

Pagi ini Alvin mencetak rekor baru, dihari minggu yang cerah ceria ini, ia bangun pukul 9 pagi. Suatu anugerah untuk seorang Alvin yang hobi tidur itu. Pukul 10 ia sudah siap dan turun kebawah menggunakan celana kain coklat tua dipadu tunik 5 centi dari mata kaki yang bagian kanan dan kirnya terbelah, tak lupa jilbab segi empat biasa yang TIDAK TRNASPARAN juga lip balm berwarna pink.

"Pagi bunda, pagi ayah, pagi kembaran"

Semua membalas pagi, kecuali adiknya yang datar itu.

"Udah siang, anak gadis kok bangun siang, pantas rejeki lu seret"

Karena  LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang