Kisah Raden dan Empat Cowok Kekar (IV)

10.8K 370 32
                                    

Di tengah desah dan erangan yang keluar dari mulutku dan Raden, tanpa peduli kuberani bertanya, "Ka.. sshh.. kalian kenapa melakukan ini?"

"Kita menyukainya."

Entah siapa yang menjawab. Meskipun Raden sudah menjelaskan siapa mereka satu per satu, tetap saja, mana kutahu yang namanya Rey, Res, Ref ataupun Re. Aku kan bukan cenayang yang mendengar cerita orang lalu bisa mengetahui sosok mereka. Tetapi dugaanku, sebagai story teller yang sudah lama menuliskan kisah, yang menjawab adalah Re. Apakah Re yang mencumbuku? Kenapa bukan Raden yang jelas-jelas menyukai Re?

"Ka.. Kamu siapa?"

Hening, tak ada jawaban. Semua sibuk mencumbuiku dan Raden. Hanya ada suara decakan lidah yang berisik, beradu dengan cuping telinga dan putingku. Tak lama, bibirku jadi sasaran. Sehingga tak ada suara. Kita hanya membunyikan desah. Dan aku.. YaTuhan, perasaan nikmat apa ini yang menjalari tubuhku? Kenapa... Aahh.. Aku makin menggelinjang saat orang itu menyedot putingku cukup kuat. Ah, ah, ah...

Aku melepaskan diri dari ciuman itu, sengaja mengarahkan siapapun yang menciumnya, beralih mencumbu leherku. Aku tetap ingin punya kesempatan berbicara.

"Ini pemerkosaan. Ah..."

"Tapi kamu menikmatinya, bukan? Seharusnya ga masalah."

"Apa? Sshh.. Ga masalah? Sssh.. Perkosaan tetap perkosaan."

"Ah, jangan munafik, sayang. Kamu menyukai ini. Desah dan gelinjang kamu buktiin itu semua." Baik, kurasa orang yang sedang berbicara denganku sekarang adalah Rey. Berarti aku dicumbu dua orang. Rey dan Re.

"Kamu Rey, 'kan?"

"Kok bisa tahu?"

"Mengenali karaktermu."

"Cerdas sekali. Lalu, bisa kau tebak siapa yang sedang bermain dengan putingmu?"

"Re, tentu saja Re." Aku mencoba menerka lebih berani dan percaya diri. Tak peduli semua ini akan berakhir bagaimana.

"Tepat sekali. Bagaimana kau melakukannya? Bahkan Raden belum mengenalkanmu pada kami."

Dengan berani, aku mencoba melepaskan Re dari diriku. Aku mendorongnya agar menjauh. Sedari tadi fokus Rey sendiri sudah terpecah karena aku mengajaknya berbincang.

Aku memakai kemeja malam ini dan baru dua kancing bagian atas saja yang terbuka tuk memberikan Re kesempatan menjilati putingku. Aku lebih ingin berbicara kepada mereka tuk saat ini. Aku ingin tahu asal-usul mereka. Raden sama sekali belum menceritakannya.

"Ah, kamu tidak asyik. Kenapa menghentikan kami?" Rey melipat kedua tangannya. Re yang kaget karena kudorong, kini sudah berdiri di samping Rey.

"Ini pemerkosaan."

"Lagi-lagi bilang gitu. Jujur aja, dong! Kamu menikmatinya. Tuh, temen kamu di sana aja udah hampir telanjang." Kulihat Raden, sibuk bergumul dengan dua orang itu: Res dan Ref. Astaga, dia hanya menyisakan kancutnya sekarang. Anak itu benar-benar...

"Jangan samakan aku dengan dia, lah." Aku mengalihkan pandangan dari Raden yang sedang diperkosa. Sejujurnya aku malu melihat temanku sendiri sangat menikmati pemerkosaan itu.

"Kenapa? Malu punya teman kayak dia?" Rey lebih menantang. Re dari tadi diam saja.

"Tidak, tidak. Aku hanya tidak ingin melihatnya. Biarlah itu jadi urusannya." Aku mencoba menutupi perasaanku dengan elegan.

"Ayolah, lanjutkan lagi. Buat apa berkomunikasi lisan kayak gini? Sex is the best tool for communication."

"Tapi ini pemerkosaan. Seharusnya kalian cerdas dan memahami hal ini. Aku bisa melihat betapa cerdasnya kalian. Dan kurasa, setelah melihat kalian, kalian bukan hantu 'kan?"

Keknya Ena dibikin Na-EnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang