Setelah sekian lama bibirku mengatup layaknya bunga yang tak kunjung mekar jua, saat ini bolehkah aku bersuara?
Bolehkah aku merangkai butiran butiran duri yang terbuang untuk kujadikan mahkota?Jika bukan kamu yang meminta, aku akan tetap bungkam sampai senja tak lagi menampakkan cahaya pada birunya langit.. Dengan ini kupersembahkan isi hatiku padamu, mari kita berlayar menuju dermaga, melewati karang karang nostalgia pada masa yang telah usai. Melihat lampion lampion asa yang beterbangan, berisikan cahaya suara yang terkurung dalam beningnya kaca hatiku.
Padamu wahai tuan yang melukiskan guratan luka dihatiku dengan sempurna. Aku akan bicara tentang semua angan yang tak berarti darimu untukku. Tentang hal yang membuatku diam dan merasa bodoh dalam menghadapi masa depan. Yang membuatku menjadi sosok penjahat yang menyakiti banyak orang yang mendekatiku. Yang membuatku kebingungan dengan teka teki bodohmu yang tak seharusnya aku jalani. Akan terkuak semua indahnya harapan dan perihnya kenyataan dalam hati yang tak takut lagi untuk berlari.
Dan untukmu, tuan. Seseorang yang membuatku sadar akan bodohnya semua harapan yang bertaburan tiada arti. Yang mengulurkan jari jemari untuk ku genggam bersama mimpi yang tak lagi menyakiti.
Untuk mu wahai masa lalu,
Untukmu seorang tuan dalam hatiku,
Dan untukmu dunia...Kutuliskan suara hati, agar kamu bisa memahami arti diamku selama ini..
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA
Non-FictionDiam adalah bahasa yang terlalu berharga untuk diutarakan dengan kata. Adalah rasa yang tertata tanpa pilar untuk mengkokohkanya. Adalah makna yang terjerat oleh asa dan logika. Bicara? ini bukan perihal ketakutan untuk bersuara. Ini tentang kapal y...