Hari ini adalah hari pertama Ami sebagai murid baru di SMA Cendekia. SMA yang terkenal elit, rata-rata anak orang kaya bersekolah di sana. Bahkan ada anak para pejabat, anak pengusaha, dan anak artis.
Ada dua jalur untuk bisa memasuki sekolah ini. Jika anak orang kaya, maka donatur dari orang tua yang mempermudah segalanya. Jika dari kalangan siswa berprestasi, baik akademik maupun non-akademik, maka langsung diterima tanpa tes apapun dan sekolah akan memberikan beasiswa sampai jenjang perguruan tinggi. Tapi, siswa yang diterima terbatas, hanya tiga ratus saja, dan dari tiga ratus itu, Ami salah satunya.
Jika kalian bertanya Ami jalur yang mana, tentu pilihan pertama jawabannya. Otak sebesar biji kacang Ami sangat mustahil masuk di kalangan siswa berprestasi, bahkan sampai lebaran komodo sekalipun.
Saat ini, mereka tur keliling di SMA Cendekia. Ada dua orang anggota OSIS dalam satu jurusan yang memandu mereka, memperkenalkan ruangan-ruangan dan laboratorium-laboratorium apa saja yang ada di sekolah elit ini.
Ami sampai terkagum-kagum, fasilitas di sini sangat lengkap. Ada kolam renang, ada lapangan basket, dan lapangan voly, semua itu indoor. Sedangkan yang outdoor adalah lapangan futsal. Ada juga ruang penyiaran, ruang kesenian seperti teater dan musik. Tidak sia-sia Daddy-nya mengeluarkan uang banyak demi memasukkan Ami ke SMA Cendekia.
Setelah dua jam berkeliling, akhirnya para murid baru diperkenankan untuk beristirahat. Ami yang belum menemukan teman memutuskan menuju mading, di sana sudah tertempel kertas nama-nama dan kelas X berapa yang akan mereka masuki.
Beruntung tidak terlalu banyak orang, sehingga Ami tidak perlu berdesak-desakkan untuk mencari namanya. Sekitar empat menit meneliti, akhirnya Ami menemukan namanya. Di situ tertulis nama lengkap Ami, tanggal lahir, nama orang tua, dan ruangan berapa yang akan dia tempati.
"Lo X IPS 3, juga?" tanya seseorang di belakang Ami saat dia akan menjauh.
Mendengar ada yang mengajaknya bicara, Ami menoleh dan menemukan cewek yang memiliki tubuh langsing dan sedikit lebih tinggi darinya. "Iya."
"Sama. Kalo gitu, kita bareng aja." Dia mengulurkan tangan. "Kenalin, gue Nadira Maira Hadid."
Mata Ami seketika melotot dan menyambutnya dengan antusias. "Kamu anak artis? Delano Hadid, kan?"
"Yap."
"Amira Syahla Johnson, panggil saja Ami."
"Lo juga, anak J Group, kan?"
Awalnya itu adalah perusahaan Kakek yang diserahkan sepenuhnya pada Daddy. Daddy juga mengganti nama perusahaan tersebut dengan nama J Group atau Johnson Group. "Iya, itu perusahaan Daddy."
"Oke, Ami. Sekarang kita ke kelas dulu, gue capek dan lapar."
"Iya, Dira. Eh, Ami manggil kamu Dira aja, ya? Soalnya kepanjangan kalau Nadira."
"Tentu saja," jawab Nadira. Mereka berdua menyusuri koridor dan melihat-lihat papan nama kelas yang mereka lewati.
Ternyata kelas IPS berada di paling akhir gedung. Karena jurusan utama di sekolah ini adalah IPA yang menempati gedung utama, yang kedua adalah IPB yang menempati kedung ke dua, dan yang ke tiga adalah IPS yang menempati gedung terakhir.
Satu gedung terdiri delapan belas ruangan dan tiga lantai, masing-masing kelas ada lima ruangan untuk kelas X, lima ruangan untuk kelas XI, dan lima ruangan untuk kelas XII, juga difasilitasi dengan adanya satu perpustakaan, itu memudahkan para siswa yang berada di lantai tiga atau dua jika ingin meminjam buku, mereka tidak perlu capek untuk turun tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abi untuk Ami (Move to Dreame)
Novela JuvenilDi dunia ini tidak ada yang sempurna. Keluarga Ami merupakan orang yang berada, wajahnya juga dikategorikan cantik. Tapi kekurangannya, Ami itu bodoh, ceroboh, dan mudah ditipu. Begitu pula Abi. Yang orang-orang tau, Abi itu ganteng dan keren. Sayan...