Sinar matahari menerobos melalu celah-celah jendela kamar yang sedikit tersibak, membuat sang pemilik kamar yang tengah meringkuk diatas kasur mulai bergerak. Gadis yang mempunyai nama Vanilla Hyerinne mengerjap-ngerjapkan kedua matanya.
BRAK!!
"Ah, jatuh lagi" gadis itu melongokkan kepalanya santai kebawah kasurnya. Lihatlah! Laptop berlogo buah apel yang digigit sedikit itu jatuh ke lantai dengan wujudnya yang mengenaskan. Ya, hancur.
Tanpa memungut laptop, Hyerin menyingkap selimut tebal yang membelit tubuhnya lantas beranjak turun dari kasur. Karena cacing-cacing di perutnya yang meronta meminta asupan, langkah kaki Hyerin menuju dapur.
"HUAA KECOAA!!" teriak Hyerin histeris karena makhluk menjijikan yang bisa terbang itu menempel di rambutnya yang berwarna cokelat.
"AHH!! HUSS PERGII SANA!!" panik Hyerin seraya mengibaskan rambutnya kesana-kemari berharap agar kecoa tersebut terbang kearah lain.
Setelah dirasa kecoa sialan tersebut telah melompat entah kemana, Hyerin mulai bernapas lega. Lantas ia membuka kulkas dan melihat isinya. Sungguh malang, ternyata tidak ada sama sekali bahan makanan yang bisa ia masak.
Sayuran pun ada, namun sudah layu semua, tidak layak untuk dimakan. Membuka lemari yang menyimpan stock mie instan, Hyerin menutupnya lagi, teringat ia telah mengonsumsi mie instan tadi malam.
Karena tidak ada pilihan lain, Hyerin lantas berjalan menuju kamar mandi, hanya sikat gigi dan membasuh muka. Lalu berganti pakaian mengenakan celana jeans diatas lutut serta kaos putih berlengan pendek. Tidak lupa ia mengambil tiga lembar uang seratus ribuan yang sepertinya tidak pernah habis sampai kapanpun. Bagaimana habis? Papa Hyerin adalah CEO di perusahaan Zeigo yang memproduksi mobil-mobil mewah. Mamanya adalah seorang desainer terkenal.
Setelah mengambil uang, Hyerin keluar dari kamar menuju rak sepatu yang berada di bawah tangga. Ia mengenakan flatshoes berwarna peach. Setelah dirasa sudah lengkap, lantas ia keluar rumah dan tidak lupa menguncinya.
Hyerin memilih untuk berjalan kaki menuju supermarket yang tidak jauh dari rumahnya. Hanya butuh 10 menit saja untuk sampai disana. Baru beberapa langkah meninggalkan pekarangan rumah, seseorang menghadang jalannya.
"Heh pendek, mau kemana, lo?"
"Apaan, sih, mau tau aja, minggir!" jawab Hyerin malas sambil berusaha menerobos jalan yang dihadangi oleh rentangan kedua tangan lelaki tampan namun usil, ia Saga.
"Mau gue anter? Mumpung lagi baik nih" tawar Saga disertai dengan menaik-turunkan kedua alisnya.
"Gak mau, mendingan aku sendirian daripada dianter kamu" tolak Hyerin mentah-mentah sambil berjalan mendahului Saga.
Bukan Saga namanya jika menyerah begitu saja, ia lantas terkekeh kecil melihat gadis berkuncir kuda di depannya yang berjalan cepat, lalu ia berlari kecil menghampiri Hyerin. Setelah menyejajarkan langkahnya dengan Hyerin, Saga lantas mengambil tangan kanan Hyerin lalu menggenggamnya.
"Apaan sih! Lepa-" belum sempat Hyerin menyelesaikan kata-katanya, ia melihat seseorang yang tengah duduk bercanda tawa dibawah pohon beringin yang rindang sembari saling menyuapi batagor di piring masing-masing.
Ya, mereka Daniel dan Yumna. Memang, mereka berdua terlihat sangat serasi, namun mengapa rasanya Hyerin masih saja belum bisa mengikhlaskan lelaki brengsek itu dengan mantan sahabatnya. Hyerin membeku, tangan yang semula digenggam Saga kini terlepas, digantikan Hyerin yang menggenggam erat tangan kiri Saga lalu menariknya untuk ikut berlari.
"Hyerin, stop, berhenti!" ucap Saga lalu menghentikan langkahnya. Ia menarik tangan Hyerin agar berbalik menghadapnya. Saat dilihat, kedua mata Hyerin nampak bengkak karena saat mereka berlari tadi Hyerin terus saja menangis tanpa henti.
"Udah, lo gak usah nangisin dia lagi. Cowok kayak gitu gak pantes buat lo tangisin" ucap Saga sembari menghapus sisa-sisa air mata di pipi Hyerin.
"Sini, duduk dulu. Gue beliin air mineral" ucap Saga setelah keduanya sampai di depan supermarket yang terdapat meja serta kursi besi. Hyerin lantas mengangguk lalu duduk di salah satu kursi sembari membiarkan Saga yang berlalu masuk ke supermarket.
Hyerin masih saja memikirkan kejadian tadi, dimana sahabat yang dulu selalu mensupport dirinya agar selalu bertahan dengan Daniel malah menusuknya dari belakang. Sedangkan Daniel, lelaki yang merupakan kekasihnya yang pertama kali telah merusak kepercayaan yang dibangun tinggi-tinggi untuknya. Sungguh tak habis pikir.
"Heh pendek, udah dong jangan nangis mulu, muka lo tambah gak enak buat di pandang" Saga berkata dengan santainya setelah mendudukkan pantatnya keatas kursi yang berada di depan Hyerin.
"Biarin" ucap Hyerin disertai dengusannya sembari menenggak air mineral yang telah dibukakan tutupnya oleh Saga.
"Oh iya, ngomong-ngomong tujuan lo ke supermarket mau ngapain?" tanya Saga sembari mengunyah kuaci.
"Beli bahan-bahan buat masak. Kenapa?"
"Lah, Bi Wati pulang kampung?" tanya Saga.
"Hm" gumam Hyerin.
"Jadi?"
"Apanya?"
"Ya ini, jadi keberuntungan lo dong ketemu gue yang jago masak ini. Secara elo 'kan kagak bisa masak, goreng telur aja gosong" ucap Saga santai seolah itu hanya candaan saja. Namun siapa sangka, cewek di depannya tengah melotot kearahnya.
TUKK!
"Ah! Kasar banget sih lo jadi cewek!" Saga mengusap-usap jidatnya yang barusan terkena lemparan kacang kulit. Siapa lagi pelakunya jika bukan Hyerin.
"Biarin!" Hyerin lantas bergegas dari tempat itu lalu pergi begitu saja meninggalkan Saga yang tengah senyam-senyum memandangi Hyerin yang semakin menjauh.
-to be continued-
Hallo man teman aku balik lagi setelah sekian lama menghilang *eaa:v dengan cerita baruku ini doain ya semoga bisa selesai sampai ending😘
Jangan lupa vote dan komen ya🙌✨
KAMU SEDANG MEMBACA
my [not] boyfriend
Teen Fiction"Lo masih suka sama dia yang jelas-jelas udah nggak suka sama lo? Lo kok bego sih, pendek!" -Saga "Meskipun kamu sama dia, aku nggak papa." -Hyerin "Maafin gue. Yang gue sayang bukan dia, tapi lo." -Daniel Penasaran sama kelanjutan ceritanya? Ikuti...